D-day
Waktu ponselnya menjerit-jerit keras cuma buat memberi tanda kalau Livy harus bangun, gadis itu langsung mematikannya. Livy bukan bangun pagi atau tepat waktu, ia semalaman tidak tidur karena tidak bisa. Dari semalam, pikirannya terus berjalan di seluruh penjuru otak, berputar-putar pada topik yang sama 'Livy harus apa supaya bisa bahagia seperti orang lain?'.
Matanya melirik ke arah pintu, lalu beralih ke jam dinding di kamarnya. Sudah pukul enam lebih lima belas, tapi mamanya tidak ke kamar buat membangunkan Livy seperti biasanya? Ada satu kesimpulan yang berhasil Livy dapat, mamanya mungkin malas bertemu anak yang menurutnya tidak bisa diandalkan seperti Livy.
Kedua tungkainya diturunkan ke bawah hingga menyentuh karpet di bawah ranjang. Livy meraih ikat rambut di atas nakasnya sebelum dipakai untuk mengikat surai panjangnya menjadi satu.
Livy memutuskan untuk segera masuk ke dalam kamar mandi. Kalau nanti mamanya datang, Livy tidak perlu susah-susah berakting baik-baik saja. Itu kalau mamanya memang datang ke kamarnya, sih.
Sampai dua puluh menit Livy berada di kamar mandi, gadis itu akhirnya ke luar dengan penampilan yang sudah lebih segar. Ia kembali melihat pada pintu kamarnya, sepertinya mamanya memang tidak masuk ke kamar Livy sama sekali.
Selesai berpakaian dan berdandan, gadis itu ke luar kamar. Menuruni satu per satu anak tangga hingga sampai ke lantai dasar dan melanjutkan langkah hingga ke ruang makan. Sedari tadi, Livy tidak melihat presensi mamanya di mana-mana, papanya juga tidak ada. Rumah sepi sekali seperti cuma Livy yang berada di sana.
"Nona Livy." Seorang pelayan menghampirinya begitu Livy duduk di kursi meja makan. Ia langsung menata dan menyiapkan makanan yang akan disantap Livy.
"Mama dan Papa ke mana?" Gadis itu buka suara, menyalurkan kuriositasnya pada si pelayan.
"Nyonya dan Tuan masih di dalam kamarnya, Nona."
Livy mengernyit, melirik pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sudah jam tujuh kurang seperempat, mereka belum berangkat?" ia bergumam pelan.
Tidak lama setelah kalimat itu diluncurkan dari bibir Livy, suara gebrakan pintu terdengar, disusul dengan derap langkah cepat yang memasuki ruang makan. Livy mendongak, mendapati presensi papanya mendekat ke arah kursi yang berjejer di hadapannya.
Ah, mama papanya pasti habis bertengkar.
"Silahkan, Tuan." Pelayan yang tadi kembali menyiapkan makanan untuk Tuan Seo.
Livy melanjutkan kegiatan makannya, mengabaikan presensi sang papa yang berada tepat di hadapannya. Dalam sepuluh menit, Livy sudah menghabiskan isi piringnya, berganti meraih segelas air yang berada di sisinya untuk kemudian diminum sampai habis.
"Papa tidak akan menyalahkanmu untuk kejadian kemarin," papanya mendadak bersuara waktu Livy sudah bangkit dan hendak pergi dari sana.
Langkah Livy terhenti, ia menoleh ke arah papanya waktu pria itu kembali bersuara, "Kau juga berhak punya waktu sendiri. Jangan dengarkan Mamamu dan nikmati hari ini. Tidak perlu datang ke kantor kalau tidak mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。
Mystery / Thriller「Kim Jennie ft. Jeon Wonwoo.」 ❝Sebuah kesalahan kecil bisa menjungkir hidupmu sampai seratus delapan puluh derajat.❞ Sebuah kasus tak terpecahkan selama bertahun-tahun kembali muncul dan meneror masyarakat. Seo Livy, putri keluarga konglomerat yang...