-31-

165 32 2
                                    

    Wonwoo mengacak surainya frustasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

    Wonwoo mengacak surainya frustasi. Apa yang ia temukan di kotak tua milik Ibunya ternyata dapat mengguncang jiwa pemuda itu cukup drastis. Mungkin Livy benar kalau Ibu yang selama ini mereka tahu, berbeda dengan sosoknya yang sebenarnya.

Menghela napas berat, lelaki itu akhirnya beranikan diri untuk menelpon si gadis Seo. Sekali pun ia sulit menerima ini, tapi kalau memang begitu faktanya, Wonwoo mau tidak mau harus terima dan bicara pada Livy lagi soal ini.

Usai helaan napas panjang sekali lagi keluar dari hidungnya, Wonwoo menekan ikon telepon ke nomor Livy. Suara tut tut sambungan telepon terdengar, disusul dengan suara milik si gadis Seo pada beberapa detik setelahnya.

"Oppa?" Suara Livy menyapa dari seberang sana.

"Ah, halo ...?" Kendati ragu, tapi Wonwoo tetap meneruskan kalimatnya. "Aku rasa kita harus bertemu," ada interval tipis sebelum si Jeon kembali bicara, "Aku menemukan sesuatu soal Ibu."

"Paman, apa aku bisa minta tolong lagi padamu?" Livy mengalihkan atensi Sekretaris Min yang sedang mengecek berkas di meja si gadis Seo.

"Tentu saja boleh, Nona." Ia tersenyum tipis, lantas melanjutkan, "Apa yang bisa saya bantu?"

Ragu-ragu, gadis itu akhirnya lontarkan jawaban. "Apa Paman tahu tempat pengusiran setan atau semacamnya?"

Kerutan samar tampak di dahi si pria Min. "Ya? Apa maksud Anda semacam dukun?"

Belum menjawab, Livy terlebih dahulu menganggukan kepalanya. "Aku juga mau tahu apa Papa pernah membahas soal dukun dan semacamnya?"

Wajah Sekretaris Min tampak bingung. Beberapa kali, pria itu hendak membuka mulut, tapi tidak jadi. Kalau di lihat dari sudut pandang Livy, Sekretaris Min tidak mungkin tidak tahu soal Ibu dan juga rahasia wanita itu. Sama seperti bibi kepala pelayan, Sekretaris Min juga sudah lama melayani papanya. Terlebih lagi, ia justru lebih dekat dengan sang papa. Jadi, apa yang membuat pria itu masih belum juga beri jawaban?

"Paman Min?" Saat ia tidak kunjung mendapat jawaban, bibir Livy kembali terbuka untuk menegur pria di hadapannya.

"Ah, Maaf, Nona ...." Pria itu tunjukkan raut menyesal di wajahnya. Lantas, dengan ragu-ragu bicara lagi, "Sejujurnya saya tidak tahu apa saya boleh mengatakan hal ini. Tuan Besar menjaga rahasia ini rapat-rapat selama puluhan tahun."

Seperti mendapat clue dari teka-teki yang selama ini belum juga muncul jalan terangnya, Livy tersenyum tipis. "Katakan saja, Paman. Toh, mau sampai kapan rahasia itu disimpan, aku keluarga Papa dan aku berhak mengetahuinya."

Si pria Min itu kembali diam beberapa saat. Seolah kembali menimbang-nimbang perkataan Livy. Bagaimana pun juga, ia jelas tahu kalau rahasia tidak boleh sembarangan dibeberkan. Tapi ia rasa ini sudah saatnya putri tunggal dari keluarga yang ia layani bertahun-tahun itu mengetahui sisi lain dari keluarga tersebut.

𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang