Seorang wanita paruh baya tampak terbatuk-batuk hingga keluar cairan merah kental dari mulutnya. Dari balik tembok pembatas ruangan tempatnya berada saat itu, sesosok gadis menyembulkan kepalanya---mengintip sang ibu yang kala itu kedengaran menderita sekali.
Wanita itu menoleh, lantas dapati presensi anak gadisnya yang mengintip dari balik dinding. Daksanya mendekat, tangannya terulur pada bahu sang gadis yang rupanya sudah lebih tinggi dari miliknya---padahal beberapa tahun lalu, gadis itu masih latihan berjalan sambil menangis.
"Bo Ra-ya," wanita itu mengawali pembicaraan dengan memanggil nama gadisnya. "Jangan pernah kau berpikir untuk mengikuti jejak Ibu, kalau kau tidak ingin anakmu mengintip dari balik tembok, melihatmu kesakitan seperti ini," katanya.
Ada interval beberapa sekon sebelum ia menyambung kalimatnya. "Kita bukan dilayani oleh mereka, tapi justru kita yang melayani dan mengabdi pada mereka."
-
Livy sejujurnya benci gelap. Matanya selalu terasa tidak berguna saat berada dalam kegelapan. Bahkan waktu tidur pun, gadis itu tidak pernah mematikan lampu. Namun, kali ini gadis itu justru harus berada di ruangan gelap yang membuatnya sesak sebab suasana mencekam di ruangan itu.
"Ibu, aku sudah tahu kalau kau ada di balik semua ini," Wonwoo berujar tidak lama usai pintu tertutup dan lilin di ruangan itu menyala mendadak. Sementara Livy belum berani bicara. Gadis itu masih fokus menenangkan dirinya sendiri, yakin kalau selama ada Wonwoo, ia akan baik baik saja---sekali pun harus lagi-lagi melihat sosok seram itu.
Namun, sepertinya bayangan Livy salah. Sebab tidak sampai sepuluh detik pasca pemikirannya tadi, kini tubuh gadis itu mendadak didorong kasar dari arah belakang, menuju ke meja dengan lilin yang melingkar, membuat tautan tangannya dengan Wonwoo terputus dan lilin kembali mati.
"Oppa!" Livy berteriak saat tubuhnya sudah terhempas di bawah. Matanya benar-benar seperti buta, ia tidak dapat melihat apa pun, bahkan presensi Wonwoo.
"Liv?! kau dimana?!" Wonwoo berteriak guna mencari tahu keberadaan Livy, tapi badannya ikut terhempas berlawanan arah dengan si gadis Seo. Sialan, Wonwoo seharusnya tidak meninggalkan ponselnya di mobil tadi. Sekarang, lelaki itu tidak bisa mengetahui keberadaannya mau pun keberadaan Livy.
Livy meraba-raba lantai di sekitarnya, tapi tangannya justru menangkap sesuatu dengan permukaan lembek, bersamaan dengan bau tidak enak yang semakin menguar masuk ke penciumannya. Jantung milik gadis itu berpacu lipatan kali lebih cepat, sebab saat ini ia bahkan tidak dapat mengetahui benda apa yang menyentuh telapak tangannya, di mana keberadaannya serta keberadaan Wonwoo. Livy merasa ia benar-benar buta.
Pernah dengar? Katanya, kalau salah satu indramu tidak berfungsi, maka indra yang lain justru akan semakin peka. Itulah yang membuat Livy kini semakin merasa tertekan.
"Seo Livy ...." Suara serak tiba-tiba mengalun di telinga kiri Livy. Livy ingat ini, Livy pernah dengar saat jumpahi sosok yang selama ini ia kejar. Tidak salah lagi, di sampingnya saat ini, ada sosok mengerikan itu.
Tubuhnya merinding, tapi Livy tidak punya pilihan selain diam mendengarkan apa yang akan keluar dari mulut sosok itu selanjutnya. Bagaimana pun, tujuan mereka ke sini 'kan memang untuk mendapat jawabannya.
"Kau tahu, awalnya aku tidak berniat menyakitimu atau keluargamu," suara itu kembali berbisik di telinga kiri Livy. "Tapi, kupikir Mama Papamu cuma membuatmu menderita 'kan? Jadi lebih baik kusingkirkan sekalian." Usai kalimat itu tandas, terdengar cekikikan seram dari sosok itu, sebabkan Livy semakin mengeratkan kepalan tangannya.
"Apa salah mereka padamu?!" Livy berteriak geram, hingga sebabkan Wonwoo kembali mencoba cari tahu keberadaan gadis itu.
"Salah mereka? Hmm, coba kau tebak." Bahu Livy serasa disentuh dari arah samping. "Kalau kau bisa menemukan jawabannya dalam sepuluh hari, aku akan melepaskanmu dan mengakhiri ini semua," katanya. Setelah itu, Livy bisa merasakan kalau di depan wajahnya persis, ada sesuatu menyeramkan. "Tapi kalau tidak, bagaimana kalau kau menyusul Mama Papamu?"
Suara cekikikan kembali terdengar, kali itu lebih nyaring lagi. Sepersekian sekon setelahnya, ruangan menjadi hening seperti di awal. Livy buru-buru merogoh sakunya guna mencari keberadaan ponsel. Situasi menyeramkan tadi tampaknya membuat si gadis Seo lupa menggunakan otaknya, ia bahkan lupa kalau tadi membawa ponsel di sakunya. Seharusnya, ia pakai ponsel itu sebagai senter.
"O-oppa ..." Livy berjalan gemetaran ke arah Wonwoo yang rupanya terduduk lemas di bawah deretan toples berisi kupu-kupu yang sudah diawetkan. Sebelumnya saat mengunjungi tempat itu, Livy tidak mendapati ada toples-toples itu, atau mungkin Livy memang melewatkannya.
"Liv ... itu benar Ibu ...." Wonwoo bicara dengan suara lirih, terdengar ada keputus asaan di dalamnya.
"Apa ia juga bicara denganmu?" Livy meraih lengan Wonwoo, menuntun pemuda itu agar berdiri karena mereka harus segera pergi dari sana.
"Tidak, tapi dia memberikan ini." Wonwoo mengangkat telapak tangan kanannya, menunjukkan pada Livy sebuah kalung dengan fotonya bersama sang Ibu yang sudah lusuh termakan waktu.
—
"Aku rasa kita harus melakukan eksorsis," Seokmin mengusul usai Wonwoo serta Livy sampai di kantor dan menceritakan detail kejadian tadi padanya. Tentu saja Seokmin harus tahu sebab mereka berada dalam satu tim, meski sejujurnya Wonwoo dan Livy cukup takut kalau-kalau mereka melibatkan orang tidak bersalah dalam kasus berbahaya itu.
"Tidak, kalau eksorsis bakal mempan, dia tidak akan memberikan pertanyaan seperti itu padaku, seolah-olah bagaimana pun caranya, kita hanya bisa terbebas kalau bisa memecahkan pertanyaan itu," sanggah si gadis Seo.
"Pertanyaan apa?" Wonwoo layangkan tanya, sebab si gadis Seo itu belum cerita soal pertanyaan yang ia sebutkan.
"Oh, aku lupa bilang. Sejujurnya tadi sosok itu sempat mengajakku bicara dan memberi penawaran." Ia mengambil napas beberapa saat sebelum kembali melanjutkan, "Kalau aku bisa menjawab pertanyaan itu, ia akan mengakhiri ini semua, tapi kalau tidak ...."
Kalimat Livy terputus, bersamaan dengan air muka gadis itu yang resah. Tentu saja hal itu membuat Wonwoo khawatir. Ibunya dulu pernah bilang kalau bernegosiasi dengan iblis sama saja dengan menumbalkan dirimu sendiri---meski kini, sepertinya wanita itu justru sudah memberikan dirinya pada iblis.
"Kalau tidak lalu apa?" Akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibir Wonwoo.
"Ah, nanti saja. Intinya kita harus memecahkan pertanyaan ini. Apa penyebab orang tuaku terbunuh, kita harus mencari tahu," respon Livy.
"Ah, ini namanya kita kembali ke titik awal." Seokmin mengacak surainya frustasi.
"Tapi Oppa, soal foto yang ada di balik foto itu ... apa itu Ibu bersama dengan Nenek?"
Wonwoo mengangguk mengiyakan. "Sepertinya iya. Jujur, aku juga belum pernah bertemu dengan Nenek. Ibu juga tidak pernah bercerita apa pun soalnya, tapi kalau lihat dari foto itu, sepertinya memang begitu."
Seokmin membolak-balik foto yang tadi diberikan Wonwoo. "Apa Nenek kalian adalah seorang dukun?"
"Iya, aku bertanya pada sekretaris pribadi Papa yang sudah bekerja dari dulu, sepertinya latar belakang Ibu memang seperti itu," jawab Livy.
"Kalau begitu, Ibu kalian mengikuti jejak Ibunya?"
Livy mengerutkan kening. "Aku tidak tahu bagaimana alurnya, tapi akan lebih baik kalau kita mengunjungi wanita itu terlebih dahulu."
[]
kangen ga?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。
Mystery / Thriller「Kim Jennie ft. Jeon Wonwoo.」 ❝Sebuah kesalahan kecil bisa menjungkir hidupmu sampai seratus delapan puluh derajat.❞ Sebuah kasus tak terpecahkan selama bertahun-tahun kembali muncul dan meneror masyarakat. Seo Livy, putri keluarga konglomerat yang...