-O2-

325 55 3
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

      Seo Livy melempar dirinya pada sofa di ruang kerja. Matanya dipejamkan buat beberapa menit. Pertemuan selama dua jam tadi cukup untuk membuat kepala Livy pening. Kalau boleh dikatakan secara paling kredibel, Livy sebenarnya tidak suka terjun dalam dunia bisnis. Sejak gadis itu masih kecil, ia selalu berpikir untuk jadi seseorang yang bebas, seperti orang yang cuma hidup untuk satu hari. Livy ingin melakukan semua keinginannya seperti dia hanya hidup untuk hari itu. Livy ingin berpergian ke gunung, pantai, bahkan ia pernah bermimpi ingin tinggal di kutub bersama para penguin.

Livy tertawa keras sewaktu mengingat khayalan masa kecilnya. "Astaga, di mana otakku saat memikirkan hal itu?"

Otaknya sekilas memutar film lawas yang pemerannya tidak bisa ia ingat dengan jelas. Livy cuma ingat kalau mereka yang ada di sana adalah orang terhangat yang pernah Livy temui. Orang yang mengajarkan Livy soal kebebasan dan kejujuran pada diri sendiri.

Dwinetra milik Livy terbuka perlahan, langsung mengarah pada jam yang berdetak konstan di dinding ruang kerjanya. Pukul setengah dua belas siang, ia bicara lewat jarum panjang dan pendeknya.

"Aku ingin pulang," Livy bergumam pelan. Pandangannya dialihkan ke samping, sementara telunjuk kanannya berputar-putar pada permukaan meja.

Gerakan gadis itu terhenti setelah beberapa menit terus-menerus diulang. "Bosan," katanya pelan.

Livy menatap kunci mobil yang tergeletak di atas meja, lalu beralih ke arah jam di dinding, lalu menatap kunci mobilnya lagi. Sepersekian sekon kemudian, bibirnya membentuk kurva melentik. Masih pukul dua belas kurang, dan dia juga tidak punya pekerjaan lain. Mamanya tidak akan tahu kalau Livy main-main ke luar sebentar 'kan?

Maka diraihlah kunci mobil itu, bersamaan dengan tubuhnya yang berdiri dari kursi. Livy berjalan ke luar ruangan dengan air muka sama seperti sebelumnya—tersenyum senang.

"Nona mau ke mana?" Sekretarisnya menghadang waktu Livy sampai di luar ruang kerja.

Gadis itu berhenti, menengok beberapa derajat pada sekretarisnya. "Aku? Tentu saja mau main." Gadis itu lalu berjalan ke arah meja sekretarisnya, mendekatkan wajah pada telinga sekretarisnya sebelum berbisik, "Jangan bilang-bilang pada Mama, ya?" Ia kembali menjauhkan badannya dengan senyuman lebar. "Kau paham 'kan? Aku pergi dulu, kalau begitu."

Livy menjauh meninggalkan ruang kerja dan meja sekretarisnya. Kunci mobil diputar-putar pada telunjuk kanannya, ekuivalen dengan tempo langkah si gadis Seo sepanjang ke luar dari gedung perusahaan. 

Begitu selesai menempuh perjalanan ke luar gedung hingga masuk ke mobil, gadis itu buru-buru menyalakan mesin mobil. Lantas, pedal gas diinjak hingga mobilnya melaju dengan kecepatan sedang. Livy tidak sedang buru-buru, jadi ia tidak minat menambah kecepatan seperti orang yang sedang balapan. Kalau tadi pagi 'kan beda cerita—meski Livy mengaku kalau tadi pagi itu cukup seru sekaligus menjengkelkan.

𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang