bintangnya dipencet dulu ya sayang. gak maksa sih, ngingetin aja heheh :"
✖
"Ace?"
Mata Cassandra teredarkan. Namun dia tidak menemukan Ace di sekitarnya. Padahal dengan jelas telinganya mendengar suara Ace yang khas.
"Parah. Gue beneran sakit kayaknya," gumam Cassandra memukul pelan kepalanya sendiri.
"Eror nih otak gue. Bisa-bisanya delusiin ada Ace di sini."
Lanjut melangkah, Cassandra menatap kosong pada koridor depan. Pikirannya melayang. Memikirkan Ace, tentunya.
Saat ini, Ace sedang apa, ya?
Apa Ace baik-baik saja?
Pria itu mengalami masalah, Cassandra yakin itu. Karena, setelah menerima telepon dari orang yang tidak Cassandra kenal---yang sudah bisa dipastikan adalah anak buah Ace---sikap Ace berubah. Pria itu mendadak dikuasai emosi sehingga mengusir Cassandra keluar dari mobilnya, menurunkan Cassandra di jalan.
Tapi, masalah apa?
"Ck, ngapain gue pikirin, sih? Nggak penting banget."
÷÷÷
"HUAAAAAAA!! HAAAAAAAA!!!!"
Suara teriakan histeris terdengar sangat kencang begitu Ace memasuki lorong sebuah bangunan semacam kastil yang didominasi oleh warna putih.
"AAAAAAAAARGHHHHH!"
Terdengar lagi. Kali ini terdengar jauh lebih menyesakkan. Membuat Ace menutup matanya sejenak seraya lanjut berjalan dengan langkah lebar. Romeo setia mengikuti di belakang.
Tibalah ia di depan pintu besar yang tertutup. Ia berhenti. Menatap pintu di hadapannya dengan pandangan miris. Suara-suara jeritan masih saja memenuhi telinganya. Dada Ace mendadak sesak. Tangannya yang terulur hendak membuka pintu itu sedikit bergetar.
Saat terbuka, pemandangan di dalam ruangan tersebut membuat Ace merasa lemas. Mencoba tenang, Ace melangkah masuk dengan langkah pelan. Kedua matanya memerhatikan beberapa orang yang kesulitan menangani seorang wanita yang masih menjerit kencang hingga jeritannya sanggup memekakkan telinga.
Wanita itu, Zenith, ibu Ace, dalam keadaan kacau di atas ranjang besar. Kedua tangannya diikatkan pada kedua sisi ranjang. Kakinya juga sama-sama terikat. Penampilannya berantakan. Rambut panjangnya yang sudah berwarna putih itu acak-acakan. Dan yang membuat Ace merasa semakin sesak adalah, tubuh Zenith penuh luka sayatan sehingga baju putih yang dikenakannya penuh dengan noda darah.
Lagi-lagi, ibunya melukai diri sendiri.
"AAAAAAAAAA!!"
BRAK! BRAK! BRAK!
Zenith terus memberontak mencoba melepaskan ikatan pada kaki serta tangannya. Tubuhnya belingsatan di atas ranjang, ingin segera terlepas. Bahkan beberapa orang yang menangani sudah sangat kewalahan. Wajah mereka juga sudah penuh dengan ludah.
Salah satu dari mereka yang tadinya menangani Zenith kini menghampiri Ace.
"Boss, apa perlu kami berikan suntikan agar beliau tidak sadar---"
"Kau mau mati?" potong Ace cepat. Melirik tajam pada anak buahnya yang merupakan salah satu ahli medis yang menangani ibunya. Ahli medis itu segera merapatkan bibirnya, terlihat takut.
"Sudah kubilang untuk jangan pernah memberinya obat bius, kan?"
"Iya, maaf, Boss. Saya hanya khawatir karena sedari tadi beliau terus memberontak dan menjerit, sama sekali tidak bisa untuk ditenangkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐒𝐘𝐂𝐇𝐎𝐁𝐎𝐒𝐒 : 𝐈𝐭𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐟𝐢𝐚 [TERBIT]
Romance♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, psychopathic, dan dikenal sebagai iblis. "Keep on dreaming, you fucking jerk!" Cassandra Dewi, mahasis...