Chapter 33 - Brown Eyes

137K 14.8K 2.9K
                                    

jangan lupa pencet bintangnya ✨

mohon tandai kalo ada typo ya

"Alexia Hernandez, wanita yang sudah kau tiduri. Benar, bukan?" Mata gelap Cassandra menatap kosong ke depan. Tidak peduli kini Ace memasang ekspresi apa setelah mendengarkan perkataannya. Cassandra muak.

Pelukan pada perut Cassandra melonggar. Ace melepaskannya. Menarik diri. Tidak berkata apa-apa dahulu, tapi langsung melangkah entah ke mana, Cassandra tidak peduli. Mata Cassandra sudah sepet dan tidak sudi menatap Ace lagi.

Bohong besar bila Cassandra bilang bahwa dirinya baik-baik saja. Cassandra sakit. Tepatnya, sakit hati. Bahkan sakit perutnya ketika PMS tidak ada apa-apanya dibandingkan ini. Perasaannya campur aduk. Kesal, marah, sedih, kecewa. Bercampur jadi satu, menyebar ke seluruh tubuh, mengaduk-aduk di dalam hingga perutnya terasa mual. Ingin muntah.

Muntah di wajah Ace.

Darahnya terasa mengalir cepat menuju kepala---berkumpul di sana dan siap untuk diledakkan menjadi luapan amarah.

Lebay?

Oh, jelas tidak.

Jika kamu mejadi Cassandra, yang mengetahui bahwa orang tercinta telah mengkhianatimu dengan tidur bersama wanita lain, apa yang kamu rasakan?

Kalau kamu menjawab 'biasa saja', maka fiks, kamu kelainan. Atau, tidak sayang pacar.

Bakar mansion ini seru kali, ya.

Ace menghampiri Cassandra, berlutut di hadapan perempuan itu seraya memberikan sebuah belati kepadanya. Cassandra bingung kenapa Ace memberikannya sebuah belati.

"Sesuai kesepakatan kita; jika kau mengkhianatiku, aku akan mencabut semua helai rambutmu, dan jika aku yang mengkhianatimu, maka akan kupertaruhkan sebelah mataku."

Cassandra paham sekarang. Kesepatakan itu. Ace memberikan sebuah belati kepada Cassandra---untuk apa lagi kalau bukan untuk mencongkel mata pria itu?---karena Ace telah mengkhianatinya. Ace tidak menyangkalnya, yang artinya, Ace sungguh telah bermain di belakang Cassandra. Sakiittt.

"Ambil belatinya, dan mulailah untuk mencongkel sebelah mataku."

Cassandra mengambil belati tersebut, mengeluarkannya dari selongsongnya, membuat belati tajam tersebut langsung mengkilap begitu tertimpa cahaya lampu kamar. Ace yang berlutut di hadapan Cassandra menunggu dijatuhi hukuman dengan memasang eskpresi wajah tenang. Terlampau tenang malahan. Justru yang merasa deg-degan adalah Cassandra.

Ujung belati yang runcing dan tajam itu Cassandra arahkan ke mata kiri Ace. Mata itu. Mata cokelat terang milik Ace yang selalu menatap dingin siapa pun---kecuali ketika menatap Cassandra. Mata yang memancarkan kehangatan apabila memandang Cassandra. Mata yang sorotannya sanggup menyelami jelaga bening Cassandra. Menciptakan kesejukan di sana.

Mana tega Cassandra mencongkelnya.

Mengembus napas panjang, Cassandra menjauhkan belati tersebut dan berniat untuk melemparnya. Namun tangannya digenggam oleh Ace, dan kembali diarahkan ke mata kiri milik pria itu.

"Kenapa tidak jadi?" tanya Ace serius.

"Lupakan. Aku tidak bisa."

Lagi-lagi, tangan Cassandra yang ingin perempuan itu jauhkan, kembali Ace tahan. Genggaman Ace pada tangan Cassandra yang masih memegang belati semakin menguat. Ace mengarahkan tangan Cassandra untuk segera mencongkel mata cokelat miliknya.

"Ace, sudah kubilang kalau aku tidak bis---"

Jruusssh ….

Tiba-tiba saja separuh belati itu sudah menancap di mata kiri Ace dengan sempurna. Menusuk ke dalam matanya hingga darah mulai bercucuran. Tangan Cassandra yang masih memegang belati itu bergetar, buru-buru dia melepaskan tangannya dan berteriak,

𝐏𝐒𝐘𝐂𝐇𝐎𝐁𝐎𝐒𝐒 : 𝐈𝐭𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐟𝐢𝐚 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang