🎧🎧🎧
Setelah empat hari berlalu, kini Afika kembali lagi ke rumah sakit, membawakan sekotak kue yang sempat ia beli tadi. Sean sudah sembuh dari komanya, semua alat dilepas kecuali infus.
Dengan perasaan senang ia berjalan menyusuri koridor serta menaiki lift tersebut, langkahnya kini semakin dekat dengan ruangan Sean.
"Kamu makan ya, Sean."
Namun, tiba-tiba saja suara gadis itu berhasil membuatnya terdiam. Afika yang berada didepan ruangan tersebut kini hanya terdiam tatkala melihat seorang wanita yang sepertinya akrab dengan Sean. Tapi anehnya, Sean nampak tak menggubrisnya, pria itu tetap diam tanpa menyahut sedikitpun ucapannya.
Afika pun menepi berharap kehadirannya tak disadari oleh mereka, ia mendengar sedikit ucapan-ucapan yang dilontarkan gadis itu pada Sean.
Tak ada yang mencurigakan, hingga gadis itu beranjak pergi dari ruangan tersebut. Ketika ia hendak keluar, bergegas Afika bersembunyi dibalik bak sampah yang berada di dekat sana.
"Fyuuh.." Lega Afika menghembus napasnya pelan.
Setelah itu, bergegas ia masuk ke dalam dan menemui Sean. Ekspresi pria itu berbalik dari yang tadi, Sean tersenyum menatap Afika yang duduk disampingnya.
"Tadi.. Ada siapa?"
Sean nampak lain, sepertinya ia sangat malas membahas hal tersebut. "Bukan siapa-siapa, kenapa baru dateng? Tadi kemana aja?" tanya pria itu kemudian.
"Ya sekolah lah. Les tadi bentar, soalnya bulan depan udah ujian kan, yang ada gue dihukum sama Aba kalo sampe nilainya anjlok."
Sean mengangguk paham, menoleh ke arah Afika yang mendongak menatap botol infusnya. "Ganti botol lagi?" tanya gadis itu.
"Iya, baru aja. Gue boleh ngomong sesuatu sama lo gak, Fik?"
Atensi Afika kembali menyorot ke arah Sean, "Iya boleh."
"Makasih banyak. Lo satu-satunya orang yang peduli banget sama gue, lo tau? Bokap gue udah dua hari ini semenjak berurusan sama geng Shabiru, dia gak dateng ngejenguk kecuali Andre."
Gadis itu mengangguk paham, "tapi.. Bukannya bokap lo lebih sayang sama lo, ya? Ketimbang Andre," tanya nya pelan.
Sean tertawa kecil sambil memijat pelipisnya pelan menggunakan tangan kanan yang di infus.
"Bokap gue itu, pengkhianat."
"Sstt! Lo gak boleh ngomong gitu! Gimana pun juga, dia tetep bokap lo! Lo pikirin aja, kalo dia gak ada, lo mana bisa lahir ke dunia ini," sosor Afika geram.
Sean hanya diam, menghembus napasnya berat dan kembali menatap gadis itu. "Lo itu, segalanya buat gue, Fik."
Afika hanya diam tak menanggapi, ia hanya tersenyum simpul lalu mengalihkan topik pembicaraan.
"Btw lo kapan di izinin pulang?" tanyanya.
"Ini masih tahap pemulihan, gue juga gak tau sih. Mungkin beberapa hari lagi," jawab Sean.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba saja Afika tercengang pada sebuah gelang kerang yang melingkar pada tangan Sean. Gadis itu terdiam beberapa saat menyaksikan sambil berpikir keras, ia merasa tidak asing dengan gelang tersebut.
"Lo ngeliatin apa?" tanya Sean.
"Gelang itu? Lo dapet dimana?"
Sean tersenyum simpul lalu berkata dengan santainya, "ini gelang anak cowok yang nyelametin lo waktu hampir keseret ombak itu, kan?"
Damn!
Ucapan tersebut lantas membuat mata Afika terbelalak kaget tak percaya. Bagaimana tidak, orang yang sempat ia cari-cari waktu itu ternyata adalah Sean.
"Hah!? L-lo kalo ngomong gak usah ngelantur gitu, deh."
"Ngelantur gimana? Lo nggak percaya?"
Afika kembali diam, ia masih tidak menyangka dengan pengakuan pria itu.
"Gue yang udah nyelametin lo, Afika. Gue masih ingat banget suara cewek yang teriak-teriak minta tolong sambil ngangkat tangan."
"K-kenapa waktu kita ngebahas hal itu dibelakang rumah Omah lo, lo diem aja?"
"Karena kalau gue ngomong langsung, lo gak akan percaya."
Benar juga. Sial, Afika benar-benar dibuat speechless hingga ia tak dapat berkata-kata lagi.
🎧🎧🎧
Jangan lupa untuk meninggalkan jejak kalian ✨
KAMU SEDANG MEMBACA
AFIKA [ END✔ ]
Teen FictionCantik, pemberani, labil dan memiliki anger issues. Seperti itulah Afika di mata orang-orang. Suara hentaman, pukulan serta erangan sudah tak asing lagi di telinganya. Semenjak ia kenal dengan seorang pria bernama Sean, entah kenapa tiba-tiba saja...