'Karena sebesar apa pun harapku soal kita, kisah kita tetap ditulis oleh pemilik scenario terbaik dan Dia tidak akan pernah salah.'
~Al-Khawarizmi & Humairah
~Thierogiara
***
Al menunggu di tempat tunggu penjemputan dan langsung masuk ke dalam mobil saat mobil Syifa muncul di hadapannya, dia baru saja selesai bertugas dan akan libur selama lima hari, meski sebenarnya tak benar-benar libur karena dua hari ia harus stand by, kapan pun ditelepon harus siap terbang. Al tersenyum ke arah Syifa yang duduk di belakang kemudi, wanita itu adalah sahabat Al sedari SMA, karena memang sudah sangat dekat jadi secara suka rela Syifa selalu menjemputnya setiap selesai bekerja.
"Ganteng banget emang lo kalau pakai seragam," celetuk Syifa, sudah bertahun-tahun dan ia baru menyadari kalau Al tampan?
Al hanya tersenyum tipis kemudian menyandarkan dirinya ke sandaran kursi mobil. Lelah, sebenarnya tak terlalu mungkin lebih tepatnya dia hanya rindu rumah.
"Wa, gue mau nikah," ucap Syifa.
Al menoleh, dengan siapa? Maksudnya selama ini mereka selalu bersama, dengan siapa Syifa ingin menikah?
"Sebenernya gue punya pacar udah dua tahun dan kita mau nikah," ujar Syifa.
"Kapan?" tanya Al, ya mungkin dia bisa menyusun jadwal dari sekarang, Al paling tidak bisa jika mendadak-mendadak.
"Belum ngomongin tanggal sih tapi yang pasti tahun ini, gue sengaja kasih tau lo sejak jauh-jauh hari ya biar lo cepetan cari calon istri juga, siapa tau anak kita bisa dijodohin." Setelah mengatakan itu Syifa tertawa, ya mungkin mereka bisa menjodohkan anak mereka karena bagaimanapun baik Syifa dan Al sudah sangat dekat dan sudah tahu bebet, bobot, bibit masing-masing.
Al hanya menggeleng. "Jodohkan Allah yang atur," ujar Al. Padahal selama ini dia memang hanya fokus ke Syifa sampai lupa kalau di dunia ini sebenarnya ada banyak perempuan lain.
Syifa tertawa. "Alesan mulu lo, sama pramugari nggak mau?" tanya Syifa.
"Belum ada yang cocok," jawab Al. Pramugari rata-rata memiliki paras yang cantik, namun memang tak ada yang cocok di hati Al.
Syifa tertawa, gadis itu memang selalu mentertawakan jawaban Al yang setiap saat belum ada yang cocok.
Al menatapnya, selalu cantik, wanita dengan kerudung coklat di sebelahnya ini selalu tampak indah ketika tertawa dan Al selalu sulit mengendalikan hatinya ketika melihat tawa itu.
Al lantas membuang pandang dari wanita yang kini menyetir untuknya, sekuat apapun dia berusaha mengenyahkan perasaan ini nyatanya dia selalu fokus pada perasaannya untuk wanita itu. Al terlalu pecundang untuk ini semua.
***
"Sama Syifa lagi? Kok dia nggak mampir?" tanya Umi selepas Al mandi dan sudah sampai di meja makan.
"Nggak tau, mau langsung pulang katanya, dia juga kirim salam sama Umi." Al menarik kursi kemudian mendudukkan dirinya.
Yumna—Umi Al—menuang nasi ke piring Al, juga mengambilkan lauk-pauk untuk anaknya itu. Al menjadi anak satu-satunya di rumah selepas Fatih—abangnya—menikah dan pindah ke rumahnya sendiri. Al tiga bersaudara, Ada Fatih, kemudian dirinya setelah itu Zahra adik Al yang juga sudah menikah dan tinggal bersama sang suami. Al sebenarnya tidak manja, hanya saja uminya memang selalu memanjakannya, setelah dua saudaranya menikah dan hidup dengan bahagia maka kini Al yang dirongrong untuk menikah, usianya baru dua puluh tujuh tahun namun Al sudah sangat mapan, jadi menurut kedua orang tuanya itu sudah sangat pas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Al Khawarizmi dan Humairah
Spiritual[Update setiap hari Rabu dan Sabtu] Al adalah sosok yang sempurna di mata Aira, dia yakin bahwa laki-laki itu imam yang selama ini ia idamkan saat pertama kali mereka bertemu. Sampai akhirnya tanpa sepengetahuan Aira Al menikah dengan sahabatnya se...