7. Perihal Sebuah Kepura-puraan

2.4K 328 21
                                    

'Sebab satu kebohongan akan menciptakan kebohongan lainnya. Kuharap kita selalu baik-baik saja meski semuanya hanya pura-pura.'

Al-Khawarizmi & Humairah

~Thierogiara

***

Seharusnya ada resepsi namun Al menolak mentah-mentah hal itu, dia bahkan mengatakan pada keluarga Syifa bahwa dia akan mengganti seluruh kerugian yang terjadi atas ketidak mauannya. Semuanya terasa tidak benar dan lagi-lagi Al merasa bodoh karena memakai hati ketika mengambil keputusan, jujur dia lega karena menyelamatkan Syifa wanita yang sebenarnya ia cintai, namun di sisi lain dia takut, takut jika harus kehilangan Aira.

Satu malaman Al memutuskan untuk tak tidur, lebih tepatnya mungkin matanya memang sulit terpejam, Al memandangi foto Aira yang terpasang sebagai wallpaper di ponselnya. Senyum wanita itu malah mencabik hatinya, bisa-bisanya Al bermain belakang pada sosok pemilik senyum terbaik itu.

"Maaf..."

Sudah yang kesekian kalinya, terasa percuma namun Al tetap melakukannya, ini bukan demi Aira, namun demi dirinya sendiri, demi ketenangan hatinya yang entah bagaimana cara menemukannya.

"Maaf..."

Syifa juga jadi tidak bisa tidur.

"Kaw seenggaknya kamu harus tidur." Syifa membuka pintu dan menatap ke arah sosok yang sudah resmi menjadi suaminya itu.

"Jangan rubah apa pun di antara kita," pinta Al.

Syifa menatap Al lamat-lamat, pandangannya agak terganggu dengan foto yang menjadi wallpaper ponsel Al.

Syifa menggeleng. "Nyatanya kita udah berubah kan?"

Al memejamkan matanya, padahal sebelumnya dia sangat yakin kalau dia mencintai Syifa namun kini dia malah merasa apa pun yang Syifa lakukan sangat mengesalkan. Syifa tak memakai kerudung di depannya, itu mungkin wajar karena memang mereka halal sekarang, namun tetap saja itu membuat Al merasa sangat tidak nyaman.

"Gue udah menikah," ujar Al, dia kira dia akan memberitahu Syifa dengan membawa Aira ke hadapan gadis itu membuat keduanya menjadi dekat dan berteman seperti mereka, namun sekarang apa yang terjadi? Al menjadi suami dari dua wanita itu, konyol sekali hidup yang ia jalani.

"Sama aku kan?"

"Gue udah punya istri Fa!"

Syifa memejamkan matanya. Dia lantas mengangguk kemudian kembali masuk ke kamar dan merebahkan dirinya di atas kasur. Ternyata hanya dia yang selama ini menganggap Al sebagai sahabatnya, sedangkan Al tidak, menikah saja ia tak mengabari Syifa.

***

Al menghabiskan malam dengan segala rasa bersalah yang menghantuinya, pagi ini dia langsung pergi ke masjid tanpa pamit dengan Syifa, melaksanakan salat subuh dan menghabiskan waktu untuk memohon ampun di masjid. Sungguh semenjak mereka resmi menikah, Al hanya berjanji dengan dirinya sendiri kalau dia akan membahagiakan Aira.

Sekarang tanggung jawabnya jadi dobel, dia harus membahagiakan dua wanita juga harus menjaga hati keduanya.

Al menghela napas lantas kembali melangkah menuju rumah Syifa, paling tidak untuk pulang dia harus berpamitan karena bagaimanapun Al harus menghargai keberadaan kedua orang tua Syifa.

"Sarapan dulu Kaw," ujar Syifa.

Al mengangguk lantas mendudukkan dirinya di kursi meja makan, kebanyakan melamun di masjid membuatnya kembali saat matahari sudah bersinar dengan teriknya. Al hanya diam, dia berniat mengambil makannya sendiri, namun tanpa di minta Syifa melakukannya untuknya.

Kalau itu Aira, rasanya sudah biasa, namun karena ini Syifa rasanya aneh sekali. Senya orang makan dalam diam, suasana rumah itu juga tidak begitu baik, semua orang tampak sibuk dengan pikiran masing-masing. Kedua orang tua Syifa belum berbicara dengan Al dari kemarin, semua ini mengejutkan untuk mereka dan rasanya mereka masih belum yakin bahwa kini yang menjadi menantu mereka adalah Al.

Selesai makan, Al menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

"Al mau pulang hari ini," ujarnya.

Syifa menoleh.

"Belum mandi dari semalam, di sini nggak ada baju." Al menjelaskan tanpa melihat ke arah Syifa.

Ayah Syifa hanya mengangguk lantas meninggalkan meja makan. Sementara Ibunya mengangguk lantas melempar senyuman ke Al.

Al bangkit dari duduknya dan langsung berjalan keluar rumah, mobilnya masih terparkir di tempat kemarin, dia bahkan belum menjelaskan pada Aira kenapa ia tidak pulang semalaman.

Syifa mengejar Al.

"Kaw!"

"Apa?!" tanya Al tak santai.

Syifa maju lantas mengambil tangan Al dan mencium punggung tangan itu. "Hati-hati," ucapnya.

Al tak habis pikir kenapa Syifa melakukan itu.

"Kita masih sama seperti sebelumnya, lo itu cuma sahabat gue!"

Syifa menggeleng. "Aku itu istrimu, hati-hati di jalan." Syifa berpesan sekali lagi setelah itu bergegas masuk ke dalam rumah.

Al membuang pandang ke pepohonan yang ada di halaman, sekali lagi ia mengacak rambutnya sendiri lalu berjalan cepat masuk ke dalam mobil. Situasi macam apa ini? Dan bagaimana dia harus bersikap setelah ini?

Al menjedutkan kepalanya ke stir mobil, bodoh! Dia tak seharusnya mengambil keputusan sendiri! Dia sama sekali tak siap bertemu dengan Aira. Al menghela napas berat setelah itu menjalankan mobilnya.

Di saat seperti ini Al malah berharap mendapat telepon untuk melakukan penerbangan international, dia ingin pergi ke belahan dunia manapun dan menghindar sejauh-jauhnya dari Aira juga Syifa dan keluarganya. Katakanlah Al adalah seorang pengecut, namun sungguh permainan takdir ini sangat menguji dirinya.

Al sampai di rumah, Aira sudah pulang dari rumah sakit dengan dibantu umi dan adik Al.

"Assalamualaikum," ucap Al berusaha terlihat biasa saja.

"Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh." Bukan Aira yang menjawab tapi Yumna.

"Umi belum pulang?" tanya Al.

"Mana tega Umi ninggalin Aira sendirian."

Iya uminya tidak tega, tapi Al? dia bahkan menikah lagi saat istrinya sedang berjuang untuk anak mereka.

Aira tersenyum dengan wajah pucatnya menunggu umi mengupas apel untuknya.

"Lagian kamu ke mana aja sih?" tanya umi.

Dan Al seharusnya sudah siap dengan pertanyaan ini, dia menghampiri Aira lantas mencium kening istrinya itu.

"Gimana keadaan kamu?" tanya Al.

Yumna tersenyum di tempatnya, ternyata menikah dari perjodohan tak selalu buruk.

"Alhamdulillah Mas, makan buah nggak mual kok," jelas Aira. Al membelai kepala wanitanya.

"Belum jawab pertanyaan Umi, kamu ke mana aja?" tanya Yumna.

Al menghela napas lagi.

"Bantuin keluarga Syifa Mi," jawab Al.

Aira mengangguk paham. Beruntung Yumna tak bertanya lebih jauh lagi.

"Ya udah aku mandi dulu."

***

Huhu

Semakin sadddd

Bawaannya sedih mulu aku tuh kalau nulis cerita ini😭😭

Al Khawarizmi dan HumairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang