23. Untuk Perasaan yang Lebih Baik

2.4K 337 9
                                    

'Aku tak sedang berpura-pura baik-baik saja, tapi sedang berusaha untuk baik-baik saja sebab bagaimanapun sejak awal kau bukan milikku.'

Al-Khawarizmi & Humairah

~Thierogiara

***

Untuk sesaat keduanya melupakan fakta bahwa seharusnya mereka tidak hanya berdua. Sebisa mungkin Al memperlakukan Aira dengan baik, keduanya menghabiskan waktu dengan bersantai, berenang bersama, pokoknya menikmati waktu yang ada sebaik mungkin.

Pagi hari keduanya sarapan bersama di restaurant hotel, Al tak melepaskan genggaman tangannya dari tangan Aira. Keduanya seolah melupakan segala permasalahan yang menerpa rumah tangga mereka, baik Aira maupun Al masing-masing memilih untuk menikmati waktu yang ada ketimbang membahas badai yang saat ini masih menghantam kapal rumah tangga mereka.

“Jadi kapan kita chek out?” tanya Aira.

Al menatapnya malas. “Kalau udah bosen.”

“Aneh banget sih Mas, kamu di rumah juga rebahan, di sini juga sama, terus ngapain bayar mahal-mahal?”

“Kan di sini ada kelopak mawarnya sayang, ada banyak!”

Aira tertawa mendengar itu, memang mereka memesan kamar untuk honeymoon, jadi benar-benar didekor sedemikian rupa dengan banyak kelopak mawar dan handuk yang berbentuk love yang kini sudah tak lagi berbentuk karena sudah satu malaman kamar itu mereka tiduri.

Kadang-kadang terlihat sangat dewasa, tapi kadang malah terlihat seperti bocah, sangat menggemaskan.

“Lucu banget,” ungkap Aira.

Al tertawa mendengar itu, dia sendiri tak paham apa alasannya menjadi seperti itu di depan Aira, yang pasti jika di depan istrinya itu dia bisa menjadi dirinya sendiri.

Tiba-tiba saja suasana hening, kadang memang seperti itu sering kali masing-masing dari mereka tiba-tiba terdiam dan hanya saling menatap.

“Apa alasan Mbak Syifa batal menikah sama suaminya?” tanya Aira, sudah lama sekali pertanyaan ini seperti tertahan di tenggorokannya.

Al menatap Aira, kenapa mereka harus membahas itu sekarang?

“Kenapa nanya gitu? Kita bahas di rumah aja ya?”

“Jawab Mas! Lagian ini juga lagi santai.”

“Kan waktu itu aku udah cerita, karena calonnya tiba-tiba ke Amerika,” jawab Al seadanya.

“Tapi kenapa, ada gitu orang pergi gitu aja pas udah mau akad.” Aira berkata tak habis pikir.

“Mas juga nggak tau,” ujar Al.

“Terus kenapa harus kamu? Kenapa nggak dibatalin aja?”

Al menghela napas. “Kamu mau marah ya sama aku?”

“Nggak, emang kalau nanya nggak boleh?” tanya Aira balik. Al langsung memeluk tubuh istrinya itu.

“Nggak boleh!”

“Rahasiaan mulu.”

Lalu selanjutnya Al tak membiarkan Aira lepas, mereka saling menggelitiki satu sama lain.

***

Hari ini keduanya memutuskan untuk keluar hotel, rasanya sudah cukup menghabiskan dua malam di sana, rumah selalu lebih nyaman dari apa pun. Perjalanan keduanya juga lumayan lancar karena kebetulan tak ada macat. Aira menatap Al, dia tak pernah berhenti bersykur karena memiliki laki-laki itu di sisinya.

“Kamu ada rencana healing bareng Mbak Syifa juga?”

Al lantas menoleh ke Aira. “Jangan mulai deh.”

“Loh kan cuma nanya Mas.”

“Nggak ada!”

“Coba deh diajakin sekali-sekali, kalian kan juga butuh waktu buat berdua.”

Mulut Al sukses terbuka, melongo dengan respons dari istrinya itu, Al memegang pipi Aira untuk memastikan bahwa wanita yang duduk di sebelahnya itu benar istrinya. Bisa-bisanya seorang istri pertama meminta suaminya menghabiskan waktu dengan istri kedua, di saat di luar sana banyak yang mengalami nasib sama tapi malah memutuskan untuk jambak-jambakan.

“Kamu aneh deh.”

“Nggak aneh, cuma membantu kamu untuk bersikap adil, bukan cuma aku yang berhak menikmati uang kamu.”

“Syifa sahabat aku,” kata Al, Aira harus tahu bahwa dia hanya serius pada Aira.

Aira menggeleng. “Pasti rasanya sakit banget Mas.” Dia menghadiahi Al tatapan sendu, sekali lagi Aira ikut merasa sesak saat memposisikan diri menjadi Syifa.

“Dia pasti paham karena sejak awal kami memulainya dengan cara seperti itu, aku juga nggak mungkin berusaha untuk terus sama dia, sementara aku sedang berusaha menempatkan kamu di bagian terbaik di hatiku,” jelas Al. Sejak awal Syifa memaksanya menyerah akan perempuan itu dan kini Al hanya sedang berusaha menata kembali yang ada dan itu memang harus bersama Aira.

“Tapi kan keadaannya berbeda sekarang, ya paling nggak perlakuin dia dengan baik juga, kasih nafkah dia, ajak jalan, bertindaklah seperti suami.”

“Ra...”

“Aku baik-baik aja selagi aku masih jadi yang pertama buat kamu.”

“Teori akan selalu lebih muda dan aku nggak yakin kamu nggak akan tersakiti jika kita benar melakukannya seperti itu.” Al paling anti menyakiti hati, apalagi jika itu hati Aira. Dia adalah tipe orang yang sangat menjaga perkataan dan perbuatan, itu berlaku untuk semua orang, apalagi ke Aira. Al tak akan pernah membiarkan perbuatannya menyakiti istrinya itu.

“Kamu nggak percaya sama aku?”

“Bukan nggak percaya, tapi kalau disuruh milih maka aku lebih baik menjaga perasaan kamu.”

Aira menipiskan bibirnya, dia lantas mengangguk, tidak baik juga memaksakan sesuatu yang orang itu enggan melakukannya.

Keduanya sampai di rumah, Al langsung menaruh curiga pada mobil yang terparkir di halaman. Aira menoleh menatapnya untuk meminta penjelasan, sadar bahwa itu Syifa, Al mengambil tangan Aira lantas berjalan bersama menuju rumah.

“Assalamualaikum.”

Mulanya Aira menyangka tak akan ada sahutan dari dalam, namun ternyata seseorang menjawab salam tersebut.

“Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh.” Syifa muncul dari dapur dan langsung menghampiri keduanya setelahnya memberikan pelukan hangat ke Al. Benar bahwa teori selalu lebih mudah, nyatanya Aira tetap merasa sakit melihat itu, bisa-bisanya Syifa memeluk suaminya di hadapannya.

Al mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Aira.

“Gimana jalan-jalannya?” tanya Syifa.

Aira tersenyum. “Seru Mbak,” jawabnya, Al menoleh ke arah Aira, Aira benar-benar hebat sekali dalam urusan mengendalikan diri.

“Wah...”

“Kita ke atas mandi!”

“Tapi..”

Al tak peduli dan tetap menarik tangan Aira menaiki tangga menuju kamar mereka yang ada di lantai dua.

***




Al Khawarizmi dan HumairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang