29. Kembalinya Sang Pembuat Patah

3.3K 341 4
                                    

'Pergimu menghadirkan luka, tapi aku tak bisa munafik bahwa ada harapan ketika kau kembali.'

Al-Khawarizmi & Humairah

~Thierogiara

***

Hari-hari selepas Aira masuk rumah sakit pun berlalu, sepanjang waktu Al hanya berusaha memberikan yang terbaik untuk Aira, sebisa mungkin dia berada di rumah jika tak ada jadwal terbang. Pokoknya semua hal hanya tentang Aira, dia bahkan melupakan sejenak kalau sebenarnya ada Syifa juga dalam hidupnya. Al tidak ingin kehilangan kesempatan ambil peran terbaik dalam hidup Aira. Dia telah banyak kali menoreh luka, menanamkan rasa kecewa dan semua itu membuatnya merasa menyesal. Dia pernah gagal dan itu membuatnya belajar, tak ada yang boleh diulang dari sebuah kegagalan.

Al bukan manusia sempurna, bahkan mungkin di dunia ini tak ada manusia sempurna, namun tetap saja membawa Aira dengan segala janji yang sudah dia utarakan di depan Tuhan bukanlah perkara mudah. Setidaknya meski tak sempurna dia tetap harus melakukan yang terbaik, orang tua Aira tak pernah menyerahkan anak mereka untuk sebuah luka.

Ponsel Aira berdenting beberapa kali menandakan ada pesan spam masuk ke ponsel tersebut. Karena Aira masih memejamkan matanya, Al menyambar ponsel milik istrinya itu lantas membuka kolom pesan.

Mas Fery, melihat nama itu terpampang nyata di layar ponsel milik istrinya membuat mata Al terbelalak, siapa gerangan pria lain yang Aira panggil sebagai Mas?

Al langsung membuka kolom chat.

Mas Fery :
Assalamualaikum Aira.’
‘Saya sudah selesai mengedit beberapa foto kamu, berikut saya kirimkan, terima kasih sudah mau menjadi model saya.’

Membaca itu membuat Al semakin mengerutkan jeningnya, sejenak dia menatap ke istrinya, istrinya itu tidur dalam damai, tak kuasa Al mengganggunya. Al membuka foto-foto yang dikirimkan sosok bernama Fery tersebut dan betapa terkejutnya Al saat melihat sang istri seperti model profesional. Dengan perutnya yang sedikit buncit, Aira benar-benar menawan di setiap foto yang Al lihat.

Dan di foto terakhir Al benar-benar kehilangan kata-kata, bagaimana tidak? Aira berfoto dengan seorang pria, Al sama sekali tidak cemburu karena foto tersebut hanya sebatas berfoto bersama, ada jarak satu meter di antara Aira dan pria tersebut. Yang membuat Al menganga sampai sulit berkata-kata adalah sosok itu, dia mengenal sosok itu.

Fery, dia adalah dalang dari segala kekacauan ini, bagaimana bisa? Al, Syifa, Aira kemudian Fery, benar-benar dunia sedang bercanda dengan mereka.

***

Al menyimpan berbagai pertanyaan di dalam hatinya, dia tidak ingin menambah beban pikiran Aira namun secepatnya akan langsung menanyakan bagaimana Aira bisa bertemu dengan mantan calon suami Syifa? Sosok tidak bertanggung jawab yang membuat mereka semua berada di situasi seperti ini.

“Sayang...”

“Hmmm?” Aira tetap fokus pada es krim yang tengah dia nikmati.

“Gimana bisa kamu kenal Fery?” tanya Al, nampaknya memang tak perlu berbasa-basi agar semuanya selesai sekarang, mungkin Syifa bisa bertemu dengan Fery kembali dan memulai lagi kisah mereka.

Kali ini Aira merasa tertarik, wanita itu mengalihkan atensinya ke Al. “Kamu kenal?” tanya Aira balik.

Al mengangguk. “Dia calon suami Syifa waktu itu,” terang Al, sama seperti reaksi Al saat melihat foto Fery di ponsel istrinya Aira juga terkaget-kaget.

“Serius kamu Mas?” Wanita itu bertanya tak percaya.

“Buat apa juga aku bercanda?” tanya Al, kalau dipikir-pikir ya tak ada gunanya, dari ekspresi wajahnya juga sangat jelas kalau tak ada guratan candaan di sana.

Aira terdiam, apa yang ada di kepalanya saat ini juga sama dengan apa yang Al pikirkan sebelumnya, bagaimana bisa mereka berempat berkaitan begini. “Tapi dia kelihatannya baik.”

“Kamu muji laki-laki lain di hadapan aku?”

“Nggak gitu, maksudnya untuk ukuran seorang pria yang meninggalkan wanitanya sepertinya dia nggak akan begitu,” ungkap Aira, mereka liburan bersama, bisa dibilang Fery membantunya dalam beberapa hal, siapa sangka kalau laki-laki itu justru memiliki kesalahan fatal?

Al sedikit tertawa. “Don’t judge book from it’s cover, kamu nggak kenal dia, Syifa yang lebih kenal.”

“Terus?” Tentu saja Aira jadi bingung sendiri, sepertinya masalah ini hanya terjadi antara Al, Syifa dan Fery, kemudian dia jadi terkena imbasnya karena dia menikah dengan Al.

Al menggaruk keningnya sendiri, dia juga tak memiliki rencana apa pun, dia telah menalak Syifa dan kalaupun ada urusan antara Syifa dan Fery, maka itu urusan mereka berdua, Al sendiri tak mengerti haruskah dia ikut campur atau tidak.

“Menurut kamu gimana? Kita pertemukan mereka?” tanya Al, ya siapa tahu saja ada yang butuh diselesaikan.

“Kita tanya aja dulu kedua belah pihak, mana mungkin kita yang memutuskan perjalanan hidup seseorang.” Aira menjelaskan, ya mereka mungkin pernah berada dalam lingkup yang sama, berkaitan satu sama lain, namun tetap saja Syifa dan Fery harus memutuskan sendiri apa yang terjadi dalam hidup mereka.
“Kita ketemu Fery sore ini!”

***

Al benar-benar menghubungi Fery dan menjadwalkan pertemuan dengan laki-laki itu, sebagai istri Aira ikut saja. Al membawanya, ingin melibatkannya dalam urusan ini karena menurut Al, Aira harus tahu semuanya, semua hal soal selesainya hubungan Al dan Syifa.

Al terus menggandeng tangan Aira sembari mereka menunggu kedatangan Fery. Sekitar sepuluh menit kemudian Fery muncul di hadapan mereka, Al mengepalkan tangannya kuat-kuat, kalau tidak ingat bahwa mereka sedang berada di tempat umum mungkin Al sudah mendaratkan bogem mentah ke wajah Fery. Fery sendiri menyapa dengan wajah kalemnya, dia bahkan lebih dari sekedar siap dengan segala kemarahan Al.

“Ke mana aja lo?” tanya Al, mereka sebenarnya tak cukup akrab, namun Al banyak mendengar tentang sosok di hadapannya ini, Syifa pernah sangat mencintainya dan antusias menjelaskan semua hal yang ada pada diri laki-laki itu.

“Gue pengecut emang,” ujar Fery, sebelum Al menerangkan deretan kesalahannya, Fery sudah tahu kalau dia memang banyak salah.

Al tertawa. “Bangsat lo emang!” Aira lantas mengelus lengan Al, setiap hari dia hanya mendengar kata-kata baik dari suaminya itu dan umpatan seperti itu sangat tidak cocok dengan Al.

“Memang.”

“Lo ngebuat hidup gue, istri gue dan Syifa jadi rumit!”

Fery mengangkat wajahnya menatap Al. “Maksud lo?”

“Gue nikahin Syifa karena lo nggak datang hari itu.”
Pernyataan itu langsung membuat Aira merasa sakit, tapi tidak boleh, di situasi seperti ini dia hanya harus memahami bukan malah marah untuk sesuatu yang sudah terjadi. Fery terkejut mendengar hal tersebut, dia sudah lama mengetahui kalau calon istrinya memiliki sahabat laki-laki, namun tak menyangka kalau akhirnya akan jadi seperti ini.

“Lo nyakitin Syifa bertubi-tubi!”

Kepedulian itu kembali membuat Aira merasa tak enak hati, lagi-lagi dia mengingatkan dirinya sendiri untuk lebih tenang.

“Maaf...”

“Maaf lo nggak bisa ngembaliin keadaan!” Al menahan diri untuk tak mengumpat lagi, meski belum lahir dia tetap tak ingin mengumpat di depan anaknya.

Fery mengangguk, tanpa Al beritahu dia juga tahu itu, tapi apalagi yang bisa dia lakukan.

“Gue bakal ketemu sama Syifa, lagi cari waktu yang tepat.”

Al tertawa. “Gue harap bukan luka lagi yang lo kasih ke dia!”

Fery mengangguk, kini dia beralih ke Aira. “Maafin aku juga ya Ra,” ucapnya. Al lantas meremas tangan Aira meyakinkan semua orang kalau Aira adalah miliknya.

“Gue akan perbaiki semuanya.”

***

Al Khawarizmi dan HumairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang