'Bukan aku yang memilihmu, tapi Allah yang merestui kita.'
Al-Khawarizmi & Humairah
~Thierogiara
***
Kehebohan terjadi saat Aira pendarahan, semuanya terjadi secara tiba-tiba, Al langsung sigap membawanya ke rumah sakit, tidak ada masalah besar Aira hanya tak boleh stress. Tapi bagaimana mengatur dirinya untuk tidak stress jika setiap hari ada saja kejutan dalam rumah tangganya?
Al menggenggam tangan itu untuk kesekian kalinya, bahkan dia ingin selalu menggenggam tangan itu, ada perasaan kecewa dalam diri sendiri sebab belum bisa menjaga Aira dengan baik.
Dengan mata sendunya Al menatap Aira. “Please jangan kayak gini.”
Sementara dengan bibir pucatnya Aira berusaha tersenyum. “Maafin aku Mas,” ucapnya, dia selalu merasa salah dengan apa yang dia lakukan, Al terlalu baik dan dia masih saja menjadi sosok merepotkan.
Al menggeleng membawa tangan wanitanya lantas memberikannya kecupan. “Kalaupun ada yang harus minta maaf maka itu aku, aku mohon Ra, tetaplah baik-baik saja karena ini semua sungguh menyiksa.”
Bulir bening lolos dari sudut mata Aira, bagaimana dia bisa baik-baik saja saat ada sebuah hati yang tengah hancur lebur karena keberadaannya? Perasaan Syifa bukan sebuah candaan dan Aira juga perempuan, dia bukan tipe yang bisa hidup tenang setelah menoreh luka, tentu semua yang terjadi mengganggu pikirannya.
“Anak kita nggak apa-apa kan Mas?” tanya Aira, dia tak akan pernah memaafkan diri sendiri jika sampai melukai anaknya.
“Kamu harus istirahat, jangan pikirin apa pun, semuanya biar aku yang selesaikan,” jelas Al, selain Aira mungkin dia yang paling kecewa dengan keadaan jika sesuatu terjadi dengan anak mereka, lebih lagi jika Aira juga kenapa-napa, mungkin Al akan membenci diri sendiri.
Aira mengangguk, sudah tak ada waktu lagi untuk keras kepala, Aira tak boleh membuat Al tersiksa dengan pemikiran khawatirnya. Sudah cukup mereka hanya harus saling menguatkan sekarang.“Mas udah makan?” tanya Aira, lihatlah bahkan di saat paling lemah dirinya masih menanyakan soal orang lain.
Al bahkan kenyang dengan segala hal yang terjadi. Tak ada waktu untuk memikirkan diri sendiri, dia lebih ingin memastikan bahwa Aira baik-baik saja.
Laki-laki itu kembali mencium punggung tangan istrinya. “Udah sayang.” Rasanya tak masalah berbohong demi kebaikan, Aira tak boleh banyak pikiran. Dokter bilang yang terjadi karena Aira terlalu stress.
Ponsel milik Al berdering, sebuah panggilan masuk dari orang tua Syifa. “Aku angkat telepon bentar ya,” izin Al.
Aira mengangguk. Suaminya itu bangkit dari duduk lantas berjalan keluar dari ruang rawat Aira.
“Hallo Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,” balas Joko.
Al diam menunggu kalimat apa yang akan Joko sampaikan, tentu semuanya berkaitan dengan yang terjadi antara dirinya dan Syifa.
“Bisa temui Bapak hari ini Al?” tanya Joko memastikan, menantu atau mungkin sosok yang sekarang sudah menjadi mantan menantunya itu sibuk, jadi harus mencari waktu untuk menemuinya.
“Bisa Pak, siang ini Al ke rumah ya, ada yang mau Al sampaikan juga,” ujar Al masih berusaha bertindak sesopan mungkin karena memang dia tak ada alasan untuk tak sopan ke orang tua Syifa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Al Khawarizmi dan Humairah
Spiritual[Update setiap hari Rabu dan Sabtu] Al adalah sosok yang sempurna di mata Aira, dia yakin bahwa laki-laki itu imam yang selama ini ia idamkan saat pertama kali mereka bertemu. Sampai akhirnya tanpa sepengetahuan Aira Al menikah dengan sahabatnya se...