'Meski ini soal perasaan, seharusnya kamu bisa lebih menghargai sosok yang sudah rela mengorbankan hidupnya untukmu. Entah dia atau aku, kamu harusnya meyakinkan dirimu sendiri, siapa sebenarnya yang kamu inginkan.'
Al-Khawarizmi & Humairah
~Thierogiara
***
Niatnya hari ini Al membawa Aira menghadiri pernikahan Syifa agar menjadi kejutan untuk Syifa namun karena keadaan tidak memungkinkan jadi Al hanya bisa pergi sendirian dan menitip Aira dengan Umi juga Zahra, kebetulan keluarga mertuanya sedang perjalanan umrah, jadi keluarga Al yang akhirnya menemani Aira.
"Umi titip salam sama Syifa ya, bilang maaf belum bisa hadir," pesan Yumna.
Al mengangguk paham. Yumna menepuk bahu Al.
Al berjalan mendekat ke brankar Aira. "Aku pergi dulu ya, kalau lagi pengen sesuatu telepon aja," ujar Al.
Aira dengan wajah pucatnya mengangguk. "Hati-hati Mas," ucapnya.
Al mengangguk setelah itu mencium puncak kepala Aira dan juga perut istrinya itu turut berpamitan dengan anaknya. Selanjutnya Al membiarkan Aira mencium punggung tangannya, dia juga mencium punggung tangan uminya dan membiarkan Zahra mencium punggung tangannya juga. Pokoknya hari ini Al berpamitan dengan semua orang yang ada di sana.
Al langsung berangkat menuju rumah Syifa yang hari ini menjadi tempat akad nikah, kembali Al di hadapkan dengan dua perasaan, khawatir memikirkan Aira, namun harus tetap ikut bahagia dengan pernikahan Syifa.
Al beberapa kali menarik napas dan membuangnya, perasaan Al tak semudah itu enyah, meski dia datang sebagai sahabat, Al tak bisa memastikan jika dia akan baik-baik saja. Sudah ada Aira, tapi bahkan Al hanya sedang berusaha mencintai istrinya itu, sementara cinta untuk Syifa? Sudah ada sejak lama.
Al sampai di lokasi acara setelah sekitar dua menit berkendara, sebelum keluar dari mobil ia mematut dirinya di spion mobil, rambutnya masih rapi dan wajahnya masih tampan seperti biasa. Al turun dari mobil dan sedikit merapikan kemeja batiknya, dia memang sengaja datang lebih cepat karena ya sebagai sahabat ia ingin menemani Syifa dulu.
Jadi akad nikah jam 10 sementara itu Al sudah sampai di sana jam 9.
Kakinya melangkah lebar-lebar masuk ke dalam rumah Syifa, sudah ada beberapa orang di sana, Al menyapa beberapa tetangga dan kerabat Syifa yang kebetulan ia kenal.
Al langsung menyalami tangan kedua orang tua Syifa.
"Apa kabar kamu, udah lama nggak ke rumah," ujar Sulis—ibu Syifa.
Al tersenyum. "Iya Bu, jarang libur memang, kalaupun libur kadang harus tetap stand by," jelas Al. Jangankan untuk berkunjung ke rumah Syifa, kadang dia pulang ke rumah sendiri pun jarang.
Sementara Joko—ayah Syifa—hanya menepuk bahu Al.
"Mau lihat Syifa yuk sama Ibu," ajak Sulis.
Al mengangguk lantas mengikuti wanita itu, keduanya masuk ke kamar Syifa yang ternyata masih ramai oleh tim perias pengantin.
"Cantik kan gue," celetuk Syifa.
Al hanya mengangguk agar Syifa senang.
Syifa kembali menatap ke ponselnya, waktu sudah berlalu dan calon suaminya Ferdi masih tak kunjung mengabari. Dari ekspresi wajah Syifa Al sudah bisa menebak kalau ada yang tidak beres, ia melihat ke arloji yang melingkar di tangannya memang seharusnya jam segini pengantin laki-laki sudah tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Al Khawarizmi dan Humairah
Spiritual[Update setiap hari Rabu dan Sabtu] Al adalah sosok yang sempurna di mata Aira, dia yakin bahwa laki-laki itu imam yang selama ini ia idamkan saat pertama kali mereka bertemu. Sampai akhirnya tanpa sepengetahuan Aira Al menikah dengan sahabatnya se...