4. Hari-hari Menyenangkan

2.1K 357 27
                                    

'Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?'

Q.S Ar- Rahman

***

Lantunan surah Ar-rahman terdengar merdu memenuhi seluruh ruangan, Aira jadi merasa sangat beruntung karena sosok yang membaca surah itu adalah sosok yang beberapa menit lalu mengimaminya salat subuh. Aira menipiskan bibirnya, sejak sah menjadi istri Al, tak sekalipun Aira tidak bersyukur memilikinya.

Benar bahwa orang yang tepat akan datang di saat yang tepat pula. Selama ini Aira selalu berdoa dengan sangat spesifik dan tak ada satupun dari doanya yang melesat. Al adalah rasa syukur yang membuat Aira semakin yakin untuk mencintai Allah.

"Alhamdulillah hirobbil alamin." Al mencium Al-Qur'an yang baru selesai ia baca.

Al menatap Aira lantas menaikkan alisnya, ada apa gerangan Aira menatapnya dengan mata berbinar?

"Suaranya bagus banget Mas," puji Aira.

"Yang penting itu bukan suara yang bagus, tapi bacaannya pas atau tidak."

Aira mengangguk. "Pas kok, Mas ngajinya mantep banget," puji Aira, sekarang dia semakin yakin kalau dia tak salah memilih ayah untuk anak-anaknya kelak.

Al mengelus kepala Aira yang masih tertutup mukenah, laki-laki itu lalu mencium kening Aira. Aira sendiri lantas merebahkan dirinya di pangkuan Al. Al terus mengelus puncak kepala Aira, mereka benar-benar merasa beruntung karena Allah memilih mereka untuk membangun keluarga.

"Sepertinya kamu bukan anak manja," ujar Al dengan mata sendunya.

Aira tertawa, dia memang bukan anak manja, setelah tahu kalau yang bersamanya bukan orang tua kandung, sebisa mungkin selama ini Aira melakukan semuanya sendirian, dia memang tak pernah bergantung dengan orang lain.

"Sekarang udah ada kesempatan untuk bermanja, nggak ada salahnya kan?" tanya Aira. Al terkekeh, tentu saja tidak salah, dia justru akan senang jika Aira bermanja pada dirinya.

Al mengambil tangan Aira lalu mencium punggung tangan itu. Menemukan Aira benar-benar seperti menemukan tulang rusuk yang hilang, Al merasa lengkap karena gadis itu kini berada di sisinya.

"Mas pernah pacaran sebelumnya?" tanya Aira ini agak rancu, namun dia benar-benar penasaran.

Al menggeleng.

"Orang tua aku strict, mereka mengekang anak-anaknya, selain itu kami juga dibekali ilmu agama sejak kecil. Mas sendiri sudah tau kalau pacaran itu bukan ajaran islam sejak duduk di bangku SD, dari dulu juga berusaha untuk tidak dekat dengan lawan jenis," jelas Al, tak ada yang aneh pada masa lalunya, Al akan menjelaskan semuanya jika memang Aira penasaran.

Aira mengangguk.

"Kamu sendiri?" Katakanlah ini bentuk perkenalan mereka, jadi Al ikut penasaran.

"Nggak pernah, karena memang nggak mau mengecewakan mama sama papa," jawab Aira, selama ini ia hanya fokus belajar dan terus berusaha menjadi anak yang baik.

Al mengangguk, kelihatan dari wajahnya, Aira itu tipe gadis yang polos-polos menggemaskan.

Al tersenyum kemudian mencium puncak hidung Aira karena gemas.

"Tapi aku punya sahabat," ujar Al.

"Waktu nikahan datang?" tanya Aira.

Al menggeleng.

Kenapa? Al menjaga perasaannya? Dan Aira memutuskan tak bertanya lebih lanjut, mereka masih baru, Aira tak mau merusak suasana hanya karena prasangka buruk yang ia miliki.

Al Khawarizmi dan HumairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang