11. Bertopengkan Kepura-puraan

1.8K 298 19
                                    

'Mencintaimu adalah bentuk kebahagiaan yang tak pernah kutemukan sebelumnya.'

Al-Khawarizmi & Humairah

~Thierogiara

***

Kalau dulu hari-hari terasa menyenangkan, sekarang Aira menjadi paham apa arti bahagia, setiap detik, menit bahkan jam yang berlalu terasa sangat berarti karena dia menghabiskan waktu dengan sosok yang membuatnya merasa seperti ratu yaitu Al. Senyumannya, sentuhannya dan keberadaannya di sisi Aira membuat Aira merasa sangat dicintai, Aira tak pernah ingin menggantungkan bahagia dengan orang lain, namun dia juga tak mau menampik bahwa beberapa waktu ke belakang bahagianya selalu disebabkan oleh sosok yang kini tengah bersiap untuk berangkat bekerja.

"Nggak usah memantau penerbangan aku ya, entar kamu kepikiran," ujar Al mewanti-wanti, kadang Aira sering cari penyakit memantau penerbangan Al dan itu membuatnya khawatir sendiri.

"Iya." Aira menjawab, tapi tetap saja dia tak mungkin berhenti, hal itu dia lakukan semata-mata karena Al itu rindu-able, jadi Aira tak bisa diam saja.

Al menatapnya. "Bohong."

"Seru tau Mas, berasa ikut kamu terbang."

"Tapi nanti kamu parno sendiri, lagian kalau dari aplikasi begitu kadang kurang valid, beberapa ada keterlambatan." Al menjelaskan, jadi awal-awal mereka menikah Aira menangis-nangis saat Al sampai di rumah sepulang bekerja, katanya dia takut sekali saat melihat pesawat yang dikendarai Al berputar-putar di atas langit, padahal saat itu landasan sedang penuh dan Al harus mengulur waktu agar pesawat yang lain bisa terbang dulu dan dia bisa mendarat. Aira malah mengira kalau pesawatnya eror dan sedih sepanjang menunggu kepulangan Al.

"Nggak usah ya, percaya sama Allah, Allah bakal lindungin aku," ujar Al.

Aira menatapnya, dalam keadaan hamil muda dan beberapa kali dia menginginkan makanan yang random, Aira sebenarnya tidak rela ditinggalkan.

Perlahan namun pasti Aira mengangguk. "Aku bakal marah banget kalau sampai kamu kenapa-napa," kata Aira.

Al menghela napas, Aira mungkin sudah mengetahui risiko pekerjaannya, namun di sini kondisi Aira sedang berbeda, lagi-lagi sikapnya yang agak berbeda ini mungkin karena dirinya sedang hamil.

"Mau ikut aja apa?" tanya Al.

"Dih mau ngapain, lagian nanti repot kalau aku malah mual-mual di pesawat." Jadi penerbangan kali ini ke Palangkaraya, ya jika Aira ingin ikut mereka bisa jalan-jalan di sana.

Al menepuk puncak kepala Aira, istrinya itu semakin cantik setiap hari dan dia selalu tidak rela jika harus meninggalkannya.

"Cuma tiga hari kok, tenang ya, kamu fokus aja sama anak kita, pulang terbang nanti kita nengokin baby ke dokter." Al berjanji, meski umur tidak ada yang tahu, tapi kali ini Al yakin kalau dia pasti akan pulang menemui Aira.

Aira mengangguk, cukup drama ternyata melepas suami bertugas di saat keadaan hamil muda begini. Perkerjaan suaminya tak terlalu membuat mereka jauh, bagaimana dengan istri para abdi negara yang benar-benar harus mengabdi pada negara? Aira tak bisa membayangkan menjadi mereka.

Al mencium kening Aira, jemputannya sudah datang.

"Aku turun sendiri aja." Al lantas mencium kening Aira juga perut rata istrinya itu.

Aira juga menciumi punggung tangan Al, lalu beruluk terima kasih berulang kali.

Aira melepas Al pergi bekerja dengan senyuman, namun selepas suaminya tak nampak dia menangis, lebay memang tapi setiap saat dia hanya merasa bahwa dia ingin Al ada di sana bersama. Dia ngidam Al sepertinya, bau ketek laki-laki itu bahkan menjadi candu untuk Aira.

Al Khawarizmi dan HumairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang