5. Sedih Sewajarnya, Bahagia Seperlunya

2.1K 357 21
                                    

'Terima kasih, kau memperkrnalkanku pada bahagia yang sederhana.'

Al-Khawarizmi & Humairah

***

Hari-hari berlalu, semuanya terasa baik-baik saja dan Al merasa bahwa dia sangat nyaman hidup bersama dengan Aira. Setelah lima hari bekerja akhirnya hari ini Al bisa kembali ke rumah, kalau dulu dia akan mengabari Syifa dan meminta gadis itu menjemputnya, sekarang Al memutuskan pulang sendiri dengan menggunakan taksi, mungkin nanti kapan-kapan dia bisa mengajak Aira ke bandara agar dia juga bisa menjemput Al.

Al masuk ke dalam taksi lantas menatap jam di pergelangan tangannya, sekitar jam sepuluh pagi. Al melihat foto wallpaper ponselnya, jujur dia merindukan Aira. Bahkan terhitung dari mereka menikah Al sudah sering kali meninggalkan Aira bekerja. Kadang bahkan mereka sedang sangat menikmati waktu berdua, Al sudah ditelepon karena pergantian jadwal terbang.

Dia mengabari Aira kalau hari ini akan pulang namun tak memberitahukan jam secara spesifik dan Al sekarang mau dirinya datang sebagai kejutan untuk Aira.

Sekitar dua puluh menit berkendara Al sampai di rumah. Dia menggeret kopernya memasuki halaman rumah, biasanya Aira menyukainya saat berjalan memegang topi dengan tangan yang satunya menarik koper. Tapi karena istrinya itu tidak tahu dia akan pulang sekarang, jadi Aira tak menyambut di depan.

Al mengucap salam lantas masuk ke dalam rumah, yang menjawab salamnya adalah asisten rumah tangga.

"Aira di mana Mbak?" tanya Al sembari duduk melepas sepatunya.

"Bu Aira kayaknya lagi nggak enak badan Pak, dari pagi belum keluar kamar, belum makan juga." Asisten rumah tangga itu menerangkan.

Al terdiam. "Semenjak saya pergi udah begitu?" tanya Al.

"Lemes-lemes gitu Pak, cuma baru hari ini kayaknya belum keluar kamar."

Al menanggalkan kopernya begitu saja, dia sendiri langsung berjalan cepat menaiki tangga menuju kamar mereka di lantai dua.

"Assalamualaikum," ucap Al.

"Waalaikumsalam."

"Nggak usah." Al menahan Aira yang berniat bangkit.

"Mas pulang hari ini?" tanya Aira.

Al mengangguk. "Kamu sakit?" Al menempelkan telapak tangannya di jidat Aira.

"Mas, itu." Aira menunjuk ke nakas di sebelah tempat tidur. Al menoleh dan sebuah benda pipih terletak di sana.

Al mengambil test pack tersebut dan mendapati dua garis merah.

"Hamil?" tanya Al kaget. Aira sendiri sebenarnya sudah merencanakan beberapa hal untuk memberi kejutan Al, namun ternyata dirinya terlalu lemah untuk itu.

Aira mengangguk dengan senyum tipis, karena merasa ada yang aneh dengan dirinya belakangan ini, makanya Aira memutuskan untuk membeli test pack. Al membekap mulutnya sendiri, ya dia sudah sangat siap menjadi seorang ayah tapi tak menyangka juga kalau akan secepat iniini, mereka baru menikah dua bulan yang lalu dan Allah sangat baik langsung memberi mereka amanah.

Al lantas memeluk tubuh Aira. "Makasih sayang," ucapnya, semuanya berjalan begitu saja, keduanya saling sayang tanpa pernah mengungkapkan cinta.

Aira mengangguk. Seharusnya Al tak perlu berterima kasih sebab dia juga sebenarnya ikut berkontribusi dengan hadirnya anak ini.

"Aku siap-siap mandi dulu ya, nanti kita ke dokter," ujar Al.

Aira mengangguk.

***

Al Khawarizmi dan HumairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang