'Karena kalau mencintaimu adalah ujian, kuharap aku bisa lulus dengan nilai yang memuaskan.'
Al-Khawarizmi & Humairah
~Thierogiara
***
Suasana rumah itu menjadi berubah setelah terungkap sebuah fakta yang tak pernah disangka. Seorang Al yang tak pernah dekat dengan wanita, seorang Al yang sama sekali tak berpengalaman soal cinta, kini memiliki dua istri. Vee dan Zahra terus berusaha menenangkan Aira dan mengajaknya mengobrol.
"Kuat banget sih kamu!" Vee mengelus bahu Aira, dia sudah mendengar semuanya dan cukup tak menyangka kalau Al akan begini.
Aira malah tersenyum simpul. "Aku nggak apa-apa kok Kak."
Zahra malah memeluk tubuh Aira, kini mereka bertiga tidur di kamar yang sama membiarkan para suami tidur dengan anak masing-masing.
Vee mengelus perut Aira, dalam kondisi hamil pun emosi Aira masih sangat stabil.
"Aku minta maaf ya Mbak, gara-gara nikah sama Abang jadi gini."
"Abang kamu itu orang baik, Mbak selalu merasa beruntung jadi istrinya. Mbak percaya kok sama dia, mungkin memang keadaannya memaksa buat melakukan hal itu." Aira tersenyum, jika memang takdirnya untuk berbagi suami, maka Aira harus ikhlas menjalaninya. Sekarang masih bisa, mungkin kalau sudah tidak kuat dia akan berhenti.
"Mbak Syifa juga nyebelin banget sih!" Zahra tampak kesal sendiri. Sangat jelas di ingatannya saat Syifa terus menggandeng tangan Al seolah-olah dia adalah satu-satunya. Seolah-olah Aira tak ada di sana bersamanya.
"Muka tembok lagi masuk ke sini berasa dianggap mantu beneran. Sebel banget, padahal dulu suka sama dia, sekarang jadi sebel!!" Zahra masih dengan kekesalannya.
"Aku juga heran loh, banyak berubah ya dia. Padahal dulu kalau ke sini ya biasa aja gitu," jelas Vee, dia sudah tiga tahun ini menjadi bagian dari rumah ini, dia mengenal Syifa jauh sebelum hari ini. Dulu Syifa sering datang, apalagi jika Al selesai terbang.
"Dari dulu sebenernya emang udah nyebelin, sekarang aja semakin menunjukkan siapa dia yang sebenarnya." Zahra masih dengan kekesalannya. Dia memang baru-baru ini mengenal Aira, tapi tak sekalipun dia merasakan ada yang aneh dengan kakak iparnya itu. Bahkan cenderung merasa bahwa Aira memang enak dijadikan teman apa pun.
"Jatohnya ghibah nggak sih? Udah ah nggak usah ngomongin dia, dia udah ngambil beberapa bagian dalam hidup aku. Jadi ya udah kayaknya itu udah cukup."
Zahra kembali memeluknya, Vee juga menepuk punggung Aira. Dulu dia takut Fatih poligami, apalagi Fatih jauh lebih agamis dari Al. Namun semakin ke sini dia malah merasakan kasih sayang yang teramat dalam dari sang suami, ternyata bukan hanya kedekatan dengan Tuhan, tapi orang yang berniat mendua akan tetap mendua sekalipun harus bertamengkan agama.
***
Sementara di lain tempat tentu Al tak bisa tenang, kini keluarganya sudah mengetahui segalanya dan tak ada satupun dari mereka yang berpihak padanya. Ya Al juga sebenarnya tak butuh pembelaan, dia malah bersyukur semua orang berada di pihak Aira, tak ada yang mendukungnya untuk bersama dengan Syifa, rasanya akan lebih mudah mengakhiri semua ini. Sudah cukup dia menyakiti Aira, wanita itu pantas bahagia. Sesuai janjinya di awal pernikahan, Al yang akan membahagiakannya.
Sepanjang perjalanan sampai di rumah, Al sama sekali tak mengeluarkan suara. Bahkan tadi saat Syifa mengajaknya ke kamar Al menolak, kini dia malah menghabiskan waktu duduk di kursi yang ada di teras samping rumah Syifa memandangi bintang yang berserakan di langit malam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Al Khawarizmi dan Humairah
Espiritual[Update setiap hari Rabu dan Sabtu] Al adalah sosok yang sempurna di mata Aira, dia yakin bahwa laki-laki itu imam yang selama ini ia idamkan saat pertama kali mereka bertemu. Sampai akhirnya tanpa sepengetahuan Aira Al menikah dengan sahabatnya se...