06. SATU BULAN KEPERGIAN

28.2K 1.7K 32
                                    


HAPPY READING!
🌈MODE REVISI🌈
𝐑𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢 : 𝟒 𝐃𝐞𝐬𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫 𝟐𝟎𝟐𝟏 [𝟐𝟎:𝟎𝟐]




    Begitu masuk ke dalam apartemen yang didapatinya adalah kondisi ruangan berantakan dan sosok putranya terbaring dengan pandangan mengarah ke langit-langit atap.

    Wanita itu yang sering disapa Mita meletakan rantang berisi ke atas meja tanpa menimbulkan suara, takut-takut jika putranya tersentak mendengar bunyinya. Mita duduk di bibir sofa tepat di bawah kaki putranya yang masih terbungkus sepatu. Dia melepas sepatunya dengan pelan sembari mengingat kenangan mereka sebelum kecelakaan itu terjadi yang menyebabkan dirinya tertidur panjang.

    Matanya terbuka tapi hatinya tertutup. Itu yang sedang dirasakan oleh Rishan saat ini. Dia masih hidup tapi jiwanya sebagian sudah dibawa pergi oleh Sella. Sudah satu bulan lamanya mereka berpisah tanpa ada kabar membuat Rishan seolah kehilangan rumahnya.

    Sang ibu pun tidak bisa berbuat banyak, meskipun Rishan tidak mengatakannya tetapi hati seorang ibu sangatlah perasa. Tahu apa yang dirasakan anaknya tanpa si anak memberitahukannya, apalagi selama dirinya mengantarkan makanan untuk Rishan tidak pernah sekali pun berjumpa dengan istrinya, Sella. Pertemuan mereka hanya saat pernikahan saja selebihnya tidak pernah bertemu.

    Mita tidak pernah bertanya perihal hubungan anak-anaknya. Dia yakin mereka bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

    “Makan dulu Ibu tahu kamu belum makan, ‘kan?” Rishan tersentak saat suara lembut seseorang menyapa indera pendengarannya akhir-akhir ini. Rishan mengerjapkan mata menghalau cahaya lampu yang menyorot padanya. Dia tersenyum menyapa ibunya yang Mita yakini senyum keterpaksaan.

    Mita ikut tersenyum mengulurkan sebelah tangannya untuk Rishan genggam. “Ayo bangun!” Rishan bangkit dengan ditanting oleh sang ibu.

    Begitu sampai di meja makan mereka duduk berhadapan. Sekali lagi Rishan kembali mengingat saat piringnya diisi oleh istrinya. Ingatan satu bulan yang lalu membuat napsu makannya seketika hilang.

    “Kenapa tidak dimakan? Tidak suka dengan makanannya? Mau Ibu masakan apa, Nak?” tanya Ibu heran dengan perubahan putranya.

    Rishan menggeleng. “Rishan harus ke kantor, Bu,” pamit Rishan tak lupa pula mencium punggung tangan sang ibu yang mulai berkeriput.

    Mita tidak bisa mencegah kepergian putranya, tatapannya menyorot iba dengan penderitaan batin putranya.  Dia tahu, bahkan sangat tahu perihal kepergian menantunya. Apa lagi jika bukan karena bisnis?

    Kejam memang.

    Rasa dikorbankan hanya demi bisnis semata, tapi dia tidak bisa berbuat apapun karena segala kendali ada di tangan putranya semenjak suaminya tiada.

Tangannya mencari nomor seseorang yang akhir-akhir ini menjadi informan untuknya. Sambungan telepon telah tersambung dengan seseorang di seberang sana. “Saya mau tahu kabar dia hari ini.”

    “Rumah sakit?” gumamnya menatap layar ponsel yang menampilkan seorang wanita baru saja keluar dari rumah sakit ternama di kota ini.

    Dahinya berkerut pertanda sedang berpikir keras. “Siapa yang sakit?” batinnya bertanya-tanya.

    Mengabaikan suasana penuh kebingungan dari ibu Mita, maka di satu sisi pria yang baru sampai membuat geger satu kantor, hanya karena masalah kopi. Belum genap satu jam kedatangan bos besar di kantor sudah membuat geger orang satu kantor.

Istri sang CEO [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang