22. Pertemuan Pertama

14 4 0
                                    

SIBUK. Mulai beraksi tersibukkan dalam bulan Agustus. Semua panitia perayaan hari kemerdekaan yang diadakan disekolah telah berkumpul, banyak pengarahan yang telah disampaikan oleh kepala sekolah, dari di adakan berbagai lomba selama 2 hari sebelum tanggal 17 dan disaat tanggal 17 Agustus akan di adakan pesta dengan berbagai hiburan dari para siswa.

Kemudian saat pengarahan panitia dokumentasi, pak Eddy selaku wakil kepala sekolah memeperkenalkan seorang pria tuk menjadi pendamping tim Broadcasting selama bertugas dalam acara Agustusan ini.

“Perkenalkan nama saya Roy Prasetya, bisa dipanggil Roy”
Sapa seorang pria itu yang belum pernah kulihat disekolahan ini.

“Wah cakepnya nih guru, guru baru kah?”
tanya Askia teman satu tim Broadcasting dengan berbisik denganku

“Entahlah” Jawabku singkat.

Seorang pria yang sedang berdiri dihadapan kita, terlihat berwibawa, memakai baju hem merah dengan celana warna hitam, wajah yang terlihat begitu manis saat ia tersenyum lebar menyapa kami.

Tanpa kami brtanya pria itu menjelaskan keberadaannya disekolah ini
“Saya masih kuliah di fakultas Tecnologhy Information, saya disini bukan guru baru, saya hanya membantu jalannya acara yang akan diakan disekolah kalian ini”
Benar-benar senyum yang mempesona yang membuat para panitia wanita terpesona.

“Waah Chi, dia beneran dampingin tim kita, hmm cakepnya”
ucap Askia dengan terbawa dengan pesonanaya.

Menurutku dia hanya manis tak lebih, toh aku bukan wnita yang mudah terpikat pada pandangan pertama
“Hmm terserah lu dah” jawabku datar.

“Aaah... bakalan kacau kalau temen cewek  se-tim pada terpikat dengan pria itu” ngebatin.

“Menerutku dia jadi Pembina kita bukan hanya sekedar pendamping”
bisik Askia

“Entahlah. Mungkin bisa jadi”

“Oke, kalian semua sudah kenal saya kan”

“Iya pak!”
serentak suara orang yang berada di ruangan ini

“Oh iya, jangan panggil saya dengan pak ataupun bapak, panggil saya kakak atau mas”
teman-teman terdiam menatap pria itu dengan heran.

Dan pria itu salah tingkah dengan kebingungan, kemudian dia melanjutkan ucapannya
“Hehe maaf, saya agak risih dipanggil seperti itu lagipula jarak umur kita gak terlalu jauh kok. Kalau umur kalian 17 tahun berarti 2 tahun lebih tua saya”
sambil menggarut kepala bertanda bingung.
“Wah Chi, dia masih muda”
ucap Askia dengan bangganya, aku mengabaikan perkataan Askia dengan menggerutu
“Isst.. mupeng banget sih nih orang dipanggil kakak, kalau dasarnya udah tua yaudah tua aja”
sambil memutar-mutar pena, tanpa melihat arah depan.
“Dua tahun lebih tua kalau 17 tahun, berarti dia lebih tua 3 tahun dari pada aku, ngapain jadi ngitung umur gini, wah banyak basa-basi nih orang”
batinku kesal.

Tanpa kusadari,
“Suchi!”
aku menoleh pada pusat suara.
Kulihat Askia dengan raut wajah yang greget, aku heran
“Apa?” tanyaku
Askia hanya mengkode dengan lirikkan mata yang menuju arah depan.
Aku pun melihat arah depan tepat pria itu duduk dengan tatapan yang tertuju padaku. Aku menjadi pusat perhatian teman-teman, tapi melihatku namun hanya dengan lirikan.
“Kenapa?” tanyaku heran
“Dia denger apa yang kamu omongin barusan” kata Askia
“Hah masa’ sih?, suaraku gak kenceng kok” balasku
Askia hanya mengangkat kedua pundaknya yang berarti “Entahlah”.

“Kamu sini!” pria itu menunjukku. Akupun berdiri dan maju menghampirinya,
“Siapa nama kamu?”
“Suchi, pak” jawabku
“Apa?” tanyanya lagi
“Suchi, kak” benarku, kumenghela nafas “Maaf, maaf, maaaaf Kak… Gak bermahsud ngeledek”
mohonku dengan menunduk.
Dia tertawa meledek diikuti ucapannya “Oh, jadi kamu ketua tim ini”
aku terdiam
“Bisanya anak kayak kamu jadi pemimpin” lanjutnya
“Siapa juga yang mau jadi pemimpin” batinku.

Astagfirullah. Kenapa jadi begini? ya Allah, Suchi bener-bener gak sengaja melontarkan kalimat seperti itu dari bibir ini. Ini pertemuan pertama dengan seorang guru yang sangat tak berkesan dengan baik, yang artinya menjadi penyesalan bagi seorang murid.

Rapat tim broadcasting. Tim kami bertanggung jawab dalam broadcast sekaligus dibagian IT. Mungkin ini akan sedikit membuatku pusing dengan kegiatan yang ada ditanganku sebagai ketua tim ini dan kami juga mebagi struktur tugas.

Aku hanya bisa berdo’a pada Allah agar semua ini berjalan dengan lancar tanpa gendala. Kurang lebih kami memiliki 9 hari sebelum tanggal 17 Agustus untuk mempersiapkan segala sesuatu yang bersangkutan dengan tugas kita.

Akhirnya rapat selesai juga, kaki merasakan kelelahan karena selama rapat digunakan tuk berdiri, itu hukumanku karena kesalahan yang kubuat. Aku tidak segera pulang karena jelas kaki ini tak sanggup tuk langsung digunakan perjalanan pulang.

Teman-teman sama berkemas beranjak dari ruangan ini.
“Chi, ayo pulang bareng. Pasti kaki kamu capek ya, aku anter pulang yuk” ajak Raka

“Gak usah aku pulang sendiri aja, kamu duluan gih” jawabku

“Owh, yaudah duluan ya Chi, bye”
sambil melampaikan tangan.

“Suchi, aku duluan ya”
dengan lambaian tangan, berkali-kali kalimat itu aku dengar dari beberapa teman yang pulang mendahuluiku.

Kini dalam ruangan ini hanya ada aku seorang. Sejenak sebelum aku meninggalkan ruangan ini, aku berfikir dari tugas-tugas tim yng aku pimpin ini, gendala yang sedikit sulit tuk diperbaiki dalam waktu yang sesingkat ini.

Gendalanya adalah tak semua anggota tim broadcast ini menguasai penggunaan kamera DSLR ataupun kamera HD, ada yang hanya bisa menggunakan kamera DSLR atupun sebaliknya hanya bisa menggunakan kamera HD.

Memang tak harus menguasai penggunaan semua jenis kamera, mungkin mereka hanya harus menguasai penggunaan kamera sesuai dengan tugas mereka. Tapi setidaknya dalam satu tim kita bisa berbagi ilmu yang ada dalam diri, dan tidak hanya bertugas namun juga mendapat keahlian yang baru. Namun bagaimana caranya?.

“Hey gak pulang?”
suara itu mengejutkanku
“Lagi ngapain?” tanyanya, ternyata guru ini lagi.
Aku terdiam, kemudian dia duduk dikursi sebelahku. Terlihat begitu jelas wajahnya yang dihiasi mata sipit, hidung mancung dan wajahnya terlihat begitu manis.
Apa dia keterunan orang Cina, wajahnya sangat oriental. Ah rasanya aku pernah melihatnya, namun dimana?

“Kok diem aja?” tanyanya lagi
Astagfirullah, akupun langsung memalingkan pandanganku darinya

“Ini mau pulang, maaf saya permisi” jawabku dengan berdiri dan menundukkan kepala

“Aaah ngaget aja nih orang, nyebelin” ucapku sambil menuju pintu keluar.

“Suchi!” panggil pak Roy, “Huft, apa dia mendengar ucapanku lagi? Apa dia akan menghukumku lagi karena pulang mendahului seoarang guru? atau karena ucapanku?” batinku kemudian aku menoleh kearahnya

“Nih buat kamu” sambil menyodorkan minuman kaleng

“Maaf saya tahu kamu capek berdiri selam rapat tadi” lanjutnya aku pun menerima minuman itu.

Syukurlah ia tak bersikap seperti yang aku fikirkan “Makasih pak” ucapku keceplosan

“Eh maaf, makasih kak” benarku

“Seharusnya saya yang harus minta maaf, karena sudah lancang mengatakan sesuatu yang tak seharusnya diucapkan” lanjutku

“Iya gak apa” jawabnya dengan senyum yang mengembang.

Sebuah kesalahan memang akan menjadi penyesalan, namun kesalahan bisa di benarkan, meski penyesalan masih tercatat yang tak bisa terhapuskan. Hanya bisa di lapisi dengan pemaafan.

~ Continue ~

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di vote dan comment yaa..

Terimakasih.

CINTA & IMPIAN SUCI (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang