Setiap perjalanan menuju titik puncak sebuah impian pasti adakalanya peristiwa jatuh seperti halnya membawa tumpukkan buku dari lantai bawah menuju lantai atas, rasanya pasti berat, susah, capek, bahkan bisa saja terjatuh.
Namun semua itu jika tetap berusaha pasti akan hanyut dalam keberhasilan di lantai atas.
Itulah yang kurasakan di puncak keberhasilan ini, tapi puncak keberhasilan ini bukan akhir dari impianku.
Dalam waktu kurang lebih tiga bulan aku sudah menyelesaikan buku fiksi ini, memang tidak terlalu tebal.
Menurutku jadi penulis tidaklah instan butuh proses yang cukup lama dan rumit tapi juga mengesankan.
Hari ini ada jam tambahan perkumpulan organisasi di sekolah sepulang sekolah.Dan mungkin malam hari aku bisa memberikan tumpukan lembar kertas ini kepada kak Zaki untuk diberikan kepada penerbit.
Dan paling utama aku tak lupa meminta sang Ibu untuk mendo’akanku, tapi aku tak meminta agar tulisanku diterima begitu saja ataupun menjadi seorang penulis terkenal.
Hanya satu yang aku mintakan do’a pada Ibu, ialah agar aku bisa menggapai impian suciku yang sesuai dengan Ridho Allah.
Dan sesuai dengan nama yang diberi orang tuaku tuk menjadi perempuan yang suci dari apapun yang jelek.
Begitu juga dengan impianku, impian yang suci terjauhkan dari niat-niat yang jelek dan digapai dengan cara baik-baik.
Sewaktu pelajaran dimulai hati ini ragu pada karya si pemilik hati, entah apa yang diragukan.
Antara dua ketentuan, keberhasilan ataupun sebaliknya kegagalan.“Suchi?, coba kamu baca soal nomor 4”
suara perintah bu Ririn menghentakkan lamunanku“Hah? iya bu maaf, yang mana ya bu”
“Ya ampun. kamu ngelamunin apa sih Chi, sampe-sampe kamu tak memperhatikan pelajaran”
tanya bu Ririn“Mikirin buku novel pertamanya yang mau terbit, bu”
sahut Vira“Loh, Suchi mau jadi penulis”
Tanya bu Ririn kembali, Aku tersenyum“Selamat ya Chi”
Ucap Bu Ririn dengan tersenyum lebar dengan di iringi sorak teman-teman“Cie… Selamat ya Chi!”
Aku hanya bisa tersipu malu.Sepulang sekolah, kuberbaring diatas ranjang, kumemainkan ponsel, kubuka tombol gallery.
Menatap sebuah foto, foto saat aku dan kak Zaki bersama. Semua memori saat bersamanya bermunculan dalam kesunyian dalam ruang.
Saat-saat sabarnya dia mengajari, menghibur, menyemangatiku.
Saat-saat perasaan istimewa itu dibalut dengan kehangatan secangkir cappuccino.Akankah aku bisa bersamanya tanpa perasaan itu, setidaknya sebagai guru dan murid atau adik dan kakak.
Bunyi dering ponsel menghentikan lamunanku. Kutatap layar ponsel contact nomor bernama Kak Zaki menelfonku.
“Assalamualaikum, Chi jangan lupa ya jam delapan di café biasanya”
“Waalaikumussalam, iya kak InsyaAllah”
“Semoga berhasil”
suara diujung ponsel itu yng menyemangatiku“Amiiin”
jawabanku“Yaudah, aku tutup ya telfonnya. Assalamualaikum”
“Waalaikussalam”
Bahagianya saat ada yang selalu perhatian menyemangati seperti ini.
Kini perasaan yang istimewa itu mulai berhanyutan dalam kenyataan tapi aku berharap kak Zaki selalu ada untuk menjadi seorang kakak yang aku banggakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA & IMPIAN SUCI (COMPLETED)
RomanceSeorang siswi SMA yang cantik dan pintar. Memiliki ribuan kebahagiaan, dan tak ada yang mengetahui dibalik kebahagiaan itu, ia juga memilki jutaan kesedihan. Kamera telah mengabadikan keberanian cinta didalam menjaganya. Beberapa tahun ia telah mena...