16. Kunci Ketenangan adalah Bersyukur

17 3 0
                                    

Tak ada kehidupan di dunia ini yang selalu merasakan bahagia ataupun sebaliknya.

Allah sangatlah adil pada setiap hambahnya, Allah tahu kapan saat yang tepat untuk merasakan kebahagiaan ataupun sebaliknya.

Kunci ketenangan hidup adalah saat kita merasakan kebahagiaan maka bersyukurlah begitu juga saat kesedihan menimpah kita maka bersyukurlah karena setiap cobaan yang menimbulkan kesedihan menyimpan beribu-ribu makna yang indah, yang akan menjadi guru tebaik dalam hidup kita.

Pengalaman.
Hari mulai mendekati waktu senja, lelah tubuh ini dengan berbagai kegiatan sekolah yang padat.

Ingin rasanya segera pulang dan beristirahat dengan tenang, Namun lagi-lagi harapan yang hanyut dalam kenyataan.

Kulihat sebuah mobil terpakir diteras rumah. Yah itu bukan mobil mama melainkan mobil papa.

Awalnya,
“Alhamdulillah papa datang, pasti mau ngucapin selamat buat buku pertama Suchi”
batinku dengan segera aku masuk dalam rumah.

Kenyataan memutar balik harapan, Papa datang bukan membawa kebahagian-kerinduan melainkan membawa suasana yang suram.

Terdengar suara papa yang membentak mama dan mama mulai menangis, akupun menghampiri mereka seketika mereka menyembunyikan pertengkaran ini dariku

“Hallo Suchi udah pulang”
basa-basinya

“Oh iya selamat ya sayang buat buku pertamanya”
lanjutnya

“Papa itu mintanya apa sih”
balasku mulai kesal

“Papa bangga ma kamu, kamu mau hadiah apa?”
jawabnya yang tak sealur dengan pertanyaanku

“Hadiah? Sejak kapan papa perhatian”
ucapku mengerutkan dahi.
Sebelum kumelanjutkan dialog dengan papa aku menyuruh mama untuk pergi kekamar aku tak mau melihat mama terus-menerus menangis.

“Papa tahu, saat Suchi liat ada mobil papa didepan rumah, rasanya sanggat bahagia tak sabar ingin memeluk papa yang sekian lama tak kemari.
Namun keinginan itu lenyap dengan bentakkan papa kepada mama”
papa hanya terdiam.

Tak terasa air mata yang hangat ini membasahi pipi
“Maafin papa ya”
ucap papa yang mencoba menghapus air mataku.

Namun aku menyingkirkan tangan itu kemudian kutinggalkan pria itu yang masih berdiri di ruang tamu.

Kehangatan air mata yang tak henti membasahi wajah ini. Setiap keluarga pasti memiliki titik permasalahan yang tak bisa dihindari, yakni yang harus dihadapi.

Seorang papa yang sangat dirindukan oleh anak-anaknya ternyata memiliki sikap egois, tak bertanggung jawab, dan pemarah.

Seorang mama yang sangat dicintai oleh sang anak selalu merasakan sakit hati karena sikap suaminya, dan seorang kakak sangat membenci sang papa.

Masalah yang terpuncak pada seorang pria yang menjadi imam pada keluarga ini.

Seorang pria yang baik, penyayang, kehidupannya tercukupi. Keluarganya begitu harmonis dengan kebersamaan, canda-tawa yang ia ciptakan dalam keluarganya.

Namun siapa yang tak menyangka, sikapnya begitu baik yang menjadikan keharmonisan keluarga itu tiba-tiba menjadi laki-laki yang lebih sering marah tanpa alasan, pelit, tak beertanggung jawab.
Entah apa yang menjadikannya seperti itu.

Setahuku pria itu berlahan-lahan menimbulkan amarahnya semenjak kakek, ayah dari mama meninggal dunia, saat aku masih duduk dibangku SD.

Kalau seandainya sikap itu muncul karena kepergian kakek, kurasa itu mustahil, karena papa tak begitu dekat dengan kakek.

Sudah hampir tujuh bulan aku tak memikirkan masalah ini, kini terpaksa tanpa aku sadari aku memikirkan masalah ini yang membuat kepalaku begitu sangat pusing menahan beratnya beban kehidupn nyata ini.

Semenjak itu pula papa sama sekali tak mengeluarkan uang seperserpun untuk kehidupan keluarganya, bahkan uang makan sehari-hari tak ia beri apalagi uang untuk biaya sekolah anaknya. Entah untuk apa uang hasil kerjanya selama ini.

Tapi aku tetap harus bersyukur, Alhamdulillah karena Mama dapat warisan saham dari kakek, jadi keperluan keluarga masih bisa tercukupi tanpa mengemis pada papa.

Aku dan kak Rizki masih bisa melanjutkan sekolah sampai sekarang, bahkan kak Rizqi bisa melanjutkan kuliahnya di Singapura.

“Subhanallah, mama memang super hero kami:)”.

Semenjak itulah kak Rizki begitu membenci papa hingga ia tak mengakui bahwa papa adalah papanya.

Aku sebenarnya juga merasakan kebencian itu akan tetapi aku tahu orang tua adalah tetap orang tua sampai kapan pun yang harus dihormati.

Papa jarang pulang kerumah karena ia mengurus pekerjaannya yang ada diluar negri, itu sebabnya kadang aku sangat merindukannya, tapi di malam ini ia menghancurkan rasa rindu menjadi tangisan.

Sering kali timbul pertanyaan di otak ini,
Kenapa papa jadi seperti ini?.
Apa yang membuatnya jadi seperti ini?
Dan untuk apa uang hasil pekerjaannya?

Petanyan itu hanya terlewatkan dari pikiranku tanpa ada yang bisa menjawab.

~ Continue ~

Terimakasih sudah membaca cerita saya:)

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian divote dan comment yaa:)

CINTA & IMPIAN SUCI (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang