5A. Consequences

1.5K 97 0
                                    

Dahlia masih mengetikkan sesuatu di komputer. Ia harus membuat beberapa Nota Dinas sesuai dengan permintaan user, serta catatan tambahan dari bosnya. Dengan sedikit bantuan dari Elly serta Sandra, dan mengecek berkas-berkas yang dibuat pendahulunya. Selama beberapa minggu bekerja, ia sudah mampu melakukan hampir semua pekerjaannya. Walau terkadang, ia masih melakukan kesalahan. Bosnya tidak pernah menegurnya secara langsung, beliau hanya meninggalkan catatan yang sangat spesifik tentang bagaimana seharusnya pekerjaan tersebut dilakukan. Catatan tersebut, ia tempel di kubikelnya agar bisa diingat selalu.

Pikirannya melayang ke beberapa waktu yang lalu, saat pertemuannya dengan Segara. Lelaki bermata teduh itu memang seorang pendengar yang baik. Ia bahkan mengikuti keinginan Dahlia untuk makan di tempat Yakiniku yang sedang hype, padahal ramai sekali. Dengan sabar, Segara membiarkan gadis itu mengambil gambar hidangan mereka. Bahkan lelaki itu juga ikut menata agar tampak estetik di foto.

"Mas, maaf ya. Jadi nggak makan-makan, malah foto-foto dulu." Dahlia tersenyum meminta maaf.

"Nggak apa-apa, biasa cewek kan emang kadang suka gitu. Kamu mau aku fotoin nggak?" Segara bahkan menawarkan diri untuk mengambil gambar Dahlia.

Sayangnya, ia terganggu dengan ucapan Sandra ketika melihat Segara mengantarnya pulang.

"Yah, mobilnya cuman Avanza. Minimal harusnya tuh Innova atau SUV yang sport-sport gitu. Mobilnya bapak-bapak sekali."

Dahlia hanya diam. Sebagian hatinya mengiyakan ucapan Sandra, sementara sebagian lagi tidak. Tidak masalah mobilnya apa, yang penting nyaman di hati. Dahlia berusaha meyakinkan diri sendiri.

"Udah tahu belum kerjanya apa?" Sandra bertanya lagi.

Dahlia menggeleng. "Ya ampun, San. Mikirnya kejauhan amat sih, kita juga baru ketemua dua kali. Masa aku mau langsung wawancara."

Melihat sepupunya cemberut, Sandra langsung memeluknya. "Sori-sori, maksud aku tuh biar kamu bisa dapat yang lebih dari Mario gitu."

Dahlia sadar memiliki pacar seperti Mario memang memudahkan hidupnya. Pacar-pacarnya dari dulu memang rata-rata memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas, hanya Mario saja yang memang anak sultan.
Memiliki kekasih anak sultan memang membukakan pintu yang sebelumnya selalu tertutup. Dan ia merasakannya ketika berpisah dengan Mario.

Mengapa dulu ia menerima cinta Mario? Setidaknya kalau dulu, ia tidak bersama lelaki itu, tentu tidak berat mencari pengganti yang lebih baik dari mantannya dulu.

"Lagian kalau sekarang kamu udah kerja, pasti tinggi itu uang panai mu. Semoga saja Segara bisa kasi tinggi-tinggi."

Lagi-lagi Sandra membuatnya kesal. Ada apa, sih, dengan sepupunya. Daritadi yang dibahas hanya materi-materi saja, seolah-olah hidup hanya berputar-putar soal uang dan tetek bengeknya. Uang yang memperbudak manusia untuk menanggalkan rasa malu dan norma-norma.

Dahlia melirik tas kecil berwarna hitam miliknya. Benda ini tentu saja dibelikan oleh mantannya. Harganya tidak terlalu mahal, hanya 1,6 juta untuk dua tas. Untungnya ia memilih yang modelnya classic seperti ini, jadi masih bisa digunakan untuk waktu yang lama. Dengan gajinya sekarang, sepertinya ia harus menahan diri untuk berbelanja ini itu. Lagipula ia tidak enak dengan Sandra, kalau harus terus menerus merepotkannya seperti ini. Cepat atau lambat, ia harus mencari tempat kos yang terjangkau dengan gajinya dan menyicil motor apabila memungkinkan.

Dalam hati kecilnya, ia tentu ingin sekali berpenampilan keren seperti teman-teman sekretaris yang mengenakan barang hype. Berbelanja sepatu dan tas baru, baju, atau pergi makan di tempat kekinian. Ah, itu hanya impian belaka, untuk biaya hidup dan mengirim ke rumah saja sudah pas-pasan. Dahlia menghela napas, ia sedikit menyesali keputusannya untuk pergi merantau ke mari. Seandainya saja ia bisa bertahan menghadapi tatapan kasihan yang diberikan orang-orang padanya? Atau mungkin tiba-tiba Mario menyadari kalau tidak bisa hidup tanpanya dan mengajaknya balikan? Bisa saja kan, tiba-tiba ia bercerai dari istrinya?

Baru saja Dahlia kembali berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Tiba-tiba ia melihat beberapa orang pegawai berbondong-bondong turun ke lantai satu dengan tergesa-gesa. Ia pun melongokkan kepala dengan ingin tahu. Matanya bertatapan dengan Elly.

"Ada apa, Mbak?" Dahlia bertanya sambil menunjuk kerumunan orang yang bergerak.

"Seru, pokoknya. Cuz ikutan ke bawah," kata Elly sambil melambaikan tangan mengajak serta gadis itu.

Sesampainya di bawah, dengan tubuhnya yang cukup tinggi ditambah heelsnya. Ia melihat Syifa, sekretaris yang berwajah kearab-araban itu sedang ditarik rambutnya oleh seorang ibu-ibu berambut pendek. Wajah ibu tersebut cantik, sayangnya sekarang terlihat bengis dengan aura kemarahan. Ibu tersebut kemudian mengambil ponsel Syifa dan membantingnya ke lantai dengan kekuatan penuh.

Dahlia menyaksikan ponsel dengan permukaan dari kaca itu jatuh diikuti bunyi derak yang mengerikan. Gawai berbahan gorilla glass pun tentunya akan pecah berkeping-keping, kalau dibanting oleh ibu-ibu yang marah dengan kekuatan T-Rex.

*

Dear all my lovely readers,

Alhamdulillah, tumben ide lancar ya hari ini. Don't forget to vote and komen.

Oiya, jangan lupa menabung untuk memeluk karya terbaru saya. Hasil kolaborasi bersama Mbak Fiieureka yaitu Thank You, Erina! Yang akan terbit sebentar lagi di penerbit Cerita Kata.

Kemudian untuk teman-teman yang ingin memeluk karya saya sebelumnya, cuz buruan ke penerbit LovRinz. Untuk bundling, bisa hubungi ke mereka juga atau saya untuk mendapatkan harga khusus.

With Love,
Kanaya Aprilia.
29-3-21.

PLAY WITH FIRE (Tayang Di CABACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang