28: Bad Things

1.5K 212 81
                                    

Wow, aku sempat update selang sehari ternyata wkwkwk. Terlalu bersemangat(。’▽’。)♡

Yang baca harus semangat klik vote sama coret komen juga dong(╥﹏╥)

Happy reading♡

***

Belum puas menangis, rasanya begitu ingin menghakimi keadaan. Mengapa ini terjadi padanya? Jisoo merasa kembali dicampakkan setelah ia menaruh kepercayaan. Sebenarnya ia tak mampu lagi, tapi keadaan memaksa agar tetap kuat. Dua hal yang benar-benar membuat Jisoo berpikir jika ia tak boleh lemah. Ia adalah orang tua tunggal yang dimiliki anak-anaknya. Seumpama terjadi sesuatu, apa yang akan dihadapi oleh putra dan juga calon bayinya?

Melupakan perasaan sendiri, Jisoo harus tetap beritikad jika ia mampu melewati semua masalah ini. Jika bukan untuknya, maka ia harus melakukan itu demi buah hatinya. Seseorang pernah berkata, jika semua hal legal dilakukan seorang ibu demi anak-anaknya. Dan Jisoo yakin, jika ia mampu kuat demi mereka.

Sebagaimana rutinitas biasa, pagi ini ia mengantarkan putra kecilnya ke sekolah. Ini adalah minggu ke-3 semenjak Sehun hengkang dari apartemen sejak hari itu. Semenjak laki-laki itu pergi dan seakan menghilang ditelan bumi, Jisoo selalu berusaha mencari kabar dengan menghubunginya. Namun, sebanyak apapun ia mencoba, sebanyak itu pula baik pesan maupun panggilannya tak mendapat gubrisan sama sekali.

Entah apa masalah yang terjadi, entah apa kesalahannya sehingga Sehun pergi. Bila mengingat bagaimana pedihnya keadaan, Jisoo selalu tergoda untuk mengeluarkan air matanya. Ia hanya inginkan sebuah keajaiban di mana laki-laki itu akan kembali datang, kembali pulang dengan pembawaan sikap yang ramah seperti dulu. Bukan seperti pria bajingan yang meninggalkannya tiga minggu silam.

Ting... Tong...

Jisoo terkesiap. Ia langsung bangkit dari posisi duduknya, menuju pintu depan. Ia tak yakin jika yang ada di sebalik pintu itu adalah orang yang ia harapkan, namun Jisoo juga sudah terlalu dibayangi rasa damba yang membuatnya melupakan semua perantara logika yang terasa nyata.

Tangannya meraih ganggang pintu, menariknya dengan tergesa-gesa. Kenyataan ini memang sudah tujuh puluh persen hinggap di benaknya sebelum melihat siapa yang datang, namun Jisoo masih memegang teguh pada harapan tiga puluh persen bahwa yang datang adalah orang yang ada di ekspektasinya.

"Maaf, Nona. Kami membawa paket untuk anda."

Tersenyum ramah, Jisoo mengangguk kemudian menerima semacam amplop yang diberikan kurir tersebut. Setelah mengisi tanda tangan sebagai bukti terima, ia kembali masuk tak lupa menutup pintu.

Tak ingin mengurung waktu, karena memang di alamat tuju paket ini tercantum namanya. Jisoo merobek bibir amplop, kemudian menarik isinya keluar. Perlahan tapi pasti, rasa sakit yang ia bendung dan tahan selama ini semakin terasa memilukan. Apakah ini akhir semuanya? Bukankah ini terlalu menyedihkan? Bahkan ia tak tahu alasan yang jelas mengapa ia harus mendapat surat ini. Benarkah hubungannya dan Sehun akan berakhir sekarang setelah adanya surat ini?

Surat Pengajuan Perceraian

Tubuhnya merosot, Jisoo tersenyum frustrasi. "Mengapa kau sangat pengecut, Sehun? Apa yang sudah aku lakukan? Apa kesalahanku?"

Tak tahan lagi, ia akhirnya kembali menangis dalam kepiluan. Semua terasa hancur, pada siapa Jisoo harus mengadu? Ia ingin menyerah, namun tidak bisa. Ada tanggung jawab yang terbebankan untuknya.

Tepat ketika tangan bergetarnya menjatuhkan amplop coklat yang dipegang, sebuah coretan lain ikut melayang dan menetap di lantai. Jisoo meraih untuk kemudian dibacanya.
.
.
.

Not Simple (but) Beautiful Plan (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang