Upacara pemakaman selesai. Kerumunan orang-orang yang menggunakan setelan gelap mulai menjauhkan diri dari tempat itu. Kedua orang tua Somi terlihat menjadi orang yang paling terpukul setelah pemakaman putri mereka selesai. Ibunya menangis dan ayahnya seakan kehilangan kekuatan untuk berbuat banyak.
Di tempat berdirinya, sejak datang tadi, Junmyeon tak mengeluarkan satu katapun selain memandangi marmer yang dilukis dan dipajangi foto abu-abu milik istrinya. Sedikit rasa bersalah mulai mencibik. Jika tahu akhirnya akan begini, harusnya Junmyeon tak memperlakukan Somi dengan buruk di masa-masa terakhir. Namun apa yang bisa dikata, semua telah terjadi, dan sebanyak apapun meminta kejadian untuk reka ulang, bahkan dengan membayar mahal, Junmyeon tak akan bisa mendapatkannya.
Keramaian yang beringsut memudar, memberi Junmyeon jalan yang lebih leluasa untuk datang dan mendekat ke rumah peristirahatan terakhir Somi. Tangannya menyentuh ukiran nama dan beralih pada foto, seraya menyunggingkan senyuman tipis. Junmyeon meminta maaf dengan sungguh-sungguh untuk segala hal yang telah ia lakukan, untuk seluruh keburukan yang ia timbulkan, dan untuk andilnya membuat kehidupan Somi menderita, karena sejak mereka menikah, Junmyeon tak ingat jika ia pernah mencintai perempuan itu.
Mungkin Junmyeon memang bajingan yang minim rasa kemanusiaan, namun ia juga bisa mengemban rasa bersalah, apalagi untuk situasi ini, nan ia rasa dirinya adalah penyumbang andil terbesar yang merenggut nyawa Somi. Bahkan si saat-saat terakhir, Junmyeon menolak menjaga istrinya hanya karena memikirkan masa lalunya yang belum usai.
Sementara itu, tak jauh dari tempat Junmyeon duduk, Jisoo dan Sehun memandangi lelaki itu dengan perasaan iba. Junmyeon memang sudah begitu kejam ketika hendak merencanakan hal buruk pada Sehun malam itu, namun melihatnya berada di titik yang rendah seperti sekarang juga bukan tontonan yang menyenangkan, melainkan sebaliknya.
Jisoo merasa bersalah ketika ia juga melirik ke arah foto Somi. Ia sudah mengambil kesimpulan dan mengklaim sendiri yang hampir bersifat mutlak, ketika berpikir jika Somi adalah gadis yang buruk, saat wanita itu menghancurkan rumah tangganya.
Tanpa Jisoo ketahui, ternyata Somi memiliki alasan tersendiri ketika melakukannya. Baru-baru ini Jisoo sadar, jika cintanya lah yang membuat Somi berani bertindak gila dan nekat seperti itu. Ia baru saja akan menarik kembali kesimpulan buruk, dan berusaha memperbaiki kesannya terhadap Somi, namun gadis itu lebih dulu pergi. Somi masih begitu muda, masa depannya masih panjang, Jisoo merasa sedih untuk itu.
"Jisoo?"
Lamunan Jisoo tersadarkan ketika Sehun memanggilnya. "Hmm.."
"Kita pulang sekarang?" Sehun mengelus bahu istrinya seraya tersenyum hangat.
"Mau temani aku ke makam ayah dan ibuku dulu?"
"Tentu."
❦❦❦
Sudah sangat larut malam kala itu. Cuaca di luar juga sedang hujan. Entah mengapa listrik di rumah tiba-tiba mati.
Sehun menekuk dirinya di pojok yang gelap dengan kedua tangan yang ia fungsikan menutupi telinga. Di antara suara jatuhnya ribuan air hujan, namun Sehun masih bisa mendengar jelas, bagaimana suara yang lebih nyaring, nan ditimbulkan oleh pertengkaran ayah dan ibunya. Ia terperanjat ketika mendengar bunyi sesuatu yang berbahan kaca terpecah menjadi bagian-bagian kecil, karena melayang ke dinding, akibat kesengajaan.
Sehun bukan anak kecil lagi, yang tidak tahu menahu dengan masalah yang sedang dihadapi kedua orang tuanya. Meskipun ia selalu bersikap seolah tak mengerti apapun, namun secara gamblang, Sehun sudah bisa membuat kesimpulannya. Ia tahu biang dari masalah yang tak hentinya membuat kedua orangtuanya bertengkar adalah ketika ibunya mengetahui fakta jika sang ayah berselingkuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Simple (but) Beautiful Plan (√)
Romance[COMPLITE] Saat mengetahui ada kejanggalan dalam rumah tangga sang kakak, Sehun tertarik rasa penasarannya untuk tahu lebih dalam. Awalnya ia menerka-nerka kemungkinan, lalu bersikap simpati setelah tahu kebenaran. Dalam prosesnya, ada perasaan lain...