18: The Brotherhood

1.4K 236 34
                                    

Nyanyian burung-burung mulai berpadu dengan bunyi lalu-lintas kota pagi hari. Matahari bahkan sudah mengambil bagiannya untuk bersinar terang, tanpa malu-malu lagi untuk sekadar bersembunyi. Namun, semua itu seakan tak memberi pengaruh apapun kepada dua manusia yang masih terpejam dengan tenang di ranjang mereka.


Semua hal, bahkan mungkin bila terjadi gempa bumi sekalipun, dua orang yang terbaring nyenyak di sana tak akan menyadarinya. Kehangatan dari saling mendekap, dengan bunyian detak jantung nan bersautan, ampuh menjadi sarang sekaligus musik penenang untuk berlama-lama tergulung di bawah kain tebal, beralaskan permukaan nan empuk ini.

Hingga akhirnya beberapa saat kemudian, pintu kamar terbuka pelan. Dua pasang mata yang langsung terjatuh pada pemandangan hangat tersebut lantas tak berkutik di tempatnya berdiri. Hee Kyo menutup mata cucu lelakinya, kemudian menarik anak itu keluar, tak lupa menutup pintu kembali.

Mereka tadi ingin membangunkan Jisoo agar keluar untuk sarapan, karena menantunya itu tak kunjung turun. Hee Kyo agak curiga jika sesuatu terjadi pada menantunya tersebut, masalahnya di hari biasa, Jisoo tak pernah absen bangun pagi. Ia pikir jika Jisoo sedang sakit atau apa, tapi setelah memeriksa sendiri, ternyata menantu dan anaknya masih tergulung dalam mimpi indah. Hee Kyo tersenyum melihatnya. Baguslah, itu artinya hubungan Sehun dan Jisoo berkembang dengan baik.

"Kok Paman ada di rumah?" Junkyu bertanya. Ia tentu tahu siapa yang ia lihat tadi.

"Mungkin semalam paman pulang, Sayang. Mari, kita sarapan lebih dulu, Grandma yang akan mengantarmu hari ini ke sekolah."

"Okay!"

❦❦❦

Jisoo menggeliat, tubuhnya ia jauhkan dari dekapan hangat yang ampuh membuatnya tak berkutik semalaman. Setelah tak ada lagi sarana yang memblokir pemandangannya, cahaya yang ternyata sudah begitu terang disadarinya. Jisoo mencari keberadaan jam di kamar ini. Dan ya, ia bukan sedikit kesiangan, namun terlalu kesiangan. Ini sudah pukul sepuluh pagi dan ia masih tertidur di kasur.

Pelan-pelan, disingkirkannya lengan berat yang masih melingkar di pinggulnya, untuk bisa duduk. Ia tak ingin membangunkan Sehun, sebab ia yakin jika pria itu pasti masih lelah setelah pulang dari pekerjaannya. Jisoo menggulung rambutnya, kemudian baru berdiri. Ia perlu memastikan Junkyu telah berangkat sekolah atau harus izin tak hadir hari ini akibat Jisoo yang kesiangan.

Sepeninggalan Jisoo, ponsel yang terletak di nakas menimbulkan bunyi yang cukup untuk mengusik dan membangunkan satu manusia lain yang tadinya masih tertidur.

Dengan kesadaran yang belum pulih sepenuhnya, Sehun meraih benda tersebut dengan memanfaatkan akses tangannya yang panjang. Tanpa melihat siapa yang memanggil, tombol hijau telah ditariknya sebelum mendekatkan benda tersebut ke telinga.

"Halo, Sehun?"

❦❦❦

Junmyeon memperhatikan cairan merah pekat yang mengisi separuh gelas berkaki bundar yang tergeletak di meja. Dari gelagatnya, ia sedang menunggu seseorang. Jemarinya menghentak gelisah, menunggu adalah kegiatan yang buruk bagi semua orang.

Beberapa detik lagi menunggu, akhirnya Junmyeon menemukan kehadiran seseorang yang sudah dinantikan. Hal tersebut membuatnya semakin melebarkan senyuman kala sosok yang ditunggu akhirnya datang juga.

"Hyung, apa aku terlambat?"

Junmyeon langsung menggeleng, ia bangkit dari posisi duduknya, lalu berjalan menuju ke arah tamu untuk memberikan sambutan yang lebih baik. "Tidak, Sehun. Mari."

Not Simple (but) Beautiful Plan (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang