27: This Hurt

1.3K 211 10
                                    

Vote sebelum baca yup, komentarnya juga jangan lupa♡

Happy reading♡

***

Lingkaran hitam terlihat membekas di bawah kelopak matanya yang sayu. Mata terpejam itu perlahan terbuka, dan yang menjadi reaksi pertama yang ia lakukan adalah bangkit dari sofa yang ia tiduri. Setelah melihat ranjang yang kosong, Jisoo menyapu langkah ke arah kamar mandi, balkon, hingga seluruh sudut apartemen, namun ia tak juga menemui keberadaan suaminya. Ia merasa sangat khawatir akibat laki-laki itu tak pulang semalaman dan enggan menjawab panggilan telepon.

Jisoo memeriksa kembali ponselnya, berharap ada pesan yang berisi klarifikasi dari empu yang sekarang ampuh membuatnya kalut setengah mati. Jemarinya membuka beberapa aplikasi pesan yang berbeda, tapi tak menemukan setidaknya satu pesan apapun. Pikiran yang tidak-tidak kian membayangi, Jisoo tak tahu harus berbuat apa. Kemudian ia memutuskan untuk kembali mencoba menghubungi nomor Sehun seperti semalam.

Trrtt.. Trrtt.. Trrtt...

Seperti semalam pula, panggilannya tersambung namun tidak mendapat respons apa-apa dari sebrang. Kalimat harapan terus tercurah. Setidaknya Jisoo tahu jika Sehun baik-baik saja, itu sudah cukup.

"Jawablah aku mohon..."

Tap.

Seperti sebuah keajaiban, Jisoo akhirnya mendapatkan detik pertama panggilan direspons. Tentu, ia langsung mencurahkan segala kekhawatiran dan pertanyaan yang sudah membuncah.

"Sehun, kenapa kau tak pulang? Ada apa? Terjadi sesuatu? Kau baik-baik saja?"

"Maaf, Jisoo. Aku baik-baik saja. Aku tak bisa berbicara denganmu sekarang."

"Kenapa?! Ada apa, Sehun? Katakan apa yang terjadi! Aku khawatir."

"Aku baik-baik saja. Sampai jumpa."

Bip!

Ucapannya tertelan sendiri ketika di sebrang sana Sehun memilih untuk mengakhiri panggilan. Sembari menutup wajahnya dengan tangan, Jisoo menjatuhkan diri di sofa. Apa yang terjadi? Mengapa sikap Sehun terkesan sangat berbeda? Selama mereka menikah, laki-laki itu bahkan tak pernah memutuskan sambungan telfon dengan kasar seperti yang baru saja terjadi.

Apa terjadi masalah lagi? Tapi masalah apa, sampai-sampai perubahan Sehun terasa begitu signifikan? Jisoo merasa pusing, kemudian ia juga merasakan gejolak aneh di perutnya. Bagaimana ia sampai lupa, jika ada janin yang bersarang di sana. Sejak kemarin sore ia bahkan belum mengisi perutnya dengan apapun.

❦❦❦

Langkah gontainya Sehun ajak berayun memasuki unit apartemen. Ia benar-benar kacau dan tak terurus. Setelah pertemuannya kemarin dengan Junmyeon yang mengungkit masalah perbuatannya di masa lalu, Sehun merasa kepalanya kembali berdenyut dan tanpa dapat dicegah, segala jenis ketakukan dan rasa bersalah yang dulu sempat membuatnya tumbang, kembali menguasai.

Ia tak tahu mana yang benar dan salah untuk dilakukan. Semua terasa sama saja. Orang sepertinya sejak awal memang tak pantas bahagia. Bagaimana Sehun bisa berpikir terlalu naif jika ia bisa membina rumah tangga yang sempurna bersama wanita yang jelas-jelas sudah ia hancurkan tanpa sengaja. Sehun mencoba membantu Jisoo keluar dari lubang kehancuran akibat ulah sang kakak, padahal nyatanya ia sudah lebih dulu menyebabkan kehancuran bagi perempuan itu. Ia telah membunuh ayah Jisoo, dan apakah masih ada yang lebih buruk setelahnya?

Pikirannya tidak dapat menimbang segala sesuatu dengan jernih. Sehun terlalu takut untuk kehilangan namun di lain sisi ia juga tak akan sanggup bertemu dengan Jisoo ketika mengemban rasa bersalah yang amat besar ini. Jisoo pantas bahagia, dan wanita itu akan mendapatkannya bila ia pergi. Bodohnya Sehun yang terlambat sadar. Bagaimana mungkin ia bisa berpikir untuk menikahi anak dari orang yang ia bunuh? Bahkan menaruh perasaan yang begitu kuat dan dengan tidak tahu malu, pernah begitu mendamba untuk Jisoo bisa mencintainya juga.

Harusnya Sehun paham lebih awal, jika orang sepertinya tak pantas bahagia.

Semalam ia menimbang, dan ini memang harus dilakukan. Ia harus pergi jauh dari kehidupan Jisoo. Membiarkan wanita itu bahagia tanpanya, sekaligus membiarkan dirinya sendiri terluka diam-diam, karena memang itu yang paling pantas. Pembunuh tidak berhak bahagia!

Sehun memilih pulang untuk mengemasi barang-barangnya. Ia tahu Jisoo tak akan berada di apartemen, karena pastinya wanita itu sedang mengantar Junkyu ke sekolah. Tungkainya melewati pembatas ruangan luar dengan kamar. Ia akan merindukan tempat ini, terlebih akan merindukan sosok yang sudah memberikannya kenangan berharga selama di sini.

Tanpa ingin berlama-lama, Sehun mengemas segala yang dirasa perlu untuk ia bawa. Sebagian pakaian, berkas kerjanya, dan yang terakhir sebuah figura yang terpajang yang di sana menampilkan wajah-wajah kaku mereka yang diabadikan di hari pernikahan. Sebaiknya ia membawa setidaknya satu yang bisa dikenang sebagai pelerai rasa rindu nantinya.

"Aku sangat mencintaimu, Jisoo." kalimat terakhir sebelum ia menarik daun pintu kamar untuk tertutup.

Klek.

Sehun terpaku di tempatnya, seperti respons yang juga dilakukan lawan tatapannya saat ini. Setidaknya Sehun tak inginkan ada perpisahan yang terlalu manis sehingga nantinya itu akan menjadi beban yang lebih besar bagi istrinya ketika menyadari ia tak akan kembali lagi.

Sejak semalam Jisoo menahan tegangan perasaannya, dan akhirnya ia bisa menangkap keberadaan laki-laki itu lagi. Tak genap 24 jam, namun ia sudah begitu merindukan Sehun terlebih merasa sangat khawatir. Jisoo melangkahkan kakinya dengan tempo yang cepat, memeluk laki-laki itu dengan air mata yang sudah terurai.

"Kau kemana saja? Mengapa semalam tak pulang? Mengapa kau tak menjawab panggilanku, Sehun?! Aku khawatir sekali..."

Mendengar tangisan Jisoo yang khawatir akan kondisinya saja telah ampuh menghancurkan pertahanan hati Sehun. Apalagi jika Jisoo benar-benar mengetahui masa lalunya. Sehun tak bisa membayangkan bagaimana tangis bercampur kekecewaan yang akan diemban perempuan ini nantinya.

"Jawab aku. Ka—" ucapan Jisoo terpotong ketika ia melihat keberadaan koper yang Sehun giring. "kau akan kemana?"

Demi hidupnya, Sehun tak berani berterus terang dengan mengatakan ia harus pergi selamanya. Binar mata Jisoo terlalu tajam untuk menusuk relung hatinya sekadar untuk membuat wanita ini semakin menangis. Setidaknya, Sehun tak bisa membiarkan Jisoo menangis akibat ulahnya di depan wajahnya.

"A-aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan. Aku akan ke luar negeri."

"Apa? Tanpa memberi tahuku lebih dulu?" sebenarnya Jisoo tak percaya. "katakan dengan jujur, Sehun! Kau akan kemana? Jika aku tak datang beberapa saat lalu, aku tak akan mengetahui kepergianmu!" berat, namun inilah yang bisa Jisoo simpulkan. "kau sengaja tak memberi tahuku?"

"Jisoo—"

"Kenapa, Sehun? Ada apa kau ingin meninggalkanku? Kau bilang kau mencintaiku. Lalu, bagaimana sekarang? Apa semuanya sudah selesai?"

Tak ada keberanian untuk melihat raut terluka itu lebih jauh. Sehun harus segera pergi, atau ia tak akan tahan lagi. "Jisoo maafkan aku. Aku harus pergi sekarang." langkahnya kemudian berayun meninggalkan istrinya.

"Kau pengecut..." Jisoo berujar dengan posisi yang masih bergeming di tempatnya berdiri tadi. Ia tak tahu apa yang salah, namun rasa kecewa sudah begitu membuncah. Jika memang tudingannya benar, maka ia sudah jatuh ke lubang yang sama sebanyak dua kali.

 Jika memang tudingannya benar, maka ia sudah jatuh ke lubang yang sama sebanyak dua kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maaf ya kalau kurang ngefeel. Aku nggak terlalu tepat buat bikin part konflik, suka bikin yang uwu uwu aja😭

Entah kapan bisa update lagi, semoga secepatnya biar kita bisa say good bye buat cerita ini♥

See you♡

Not Simple (but) Beautiful Plan (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang