xiii. Firasat

53 14 0
                                    

Here we go again, mungkin agak bawang sedikit hehe.

Here we go again, mungkin agak bawang sedikit hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Mata pemuda itu menyelinap di balik jendela, melihat sosok lelaki tua yg terbaring lemah. Matanya kusut, raganya seperti tak bertenaga. Tercekik seperti menahan rasa sakit, ia melingkarkan tangan yg mulai keriput itu di atas perutnya. Terlihat pula betapa berkali-kali ia menarik nafas berat seperti sedang menahan air mata yg selama ini tak pernah ia tampakkan di depan anak-anaknya.

Sebab tak mampu membendung tangis, Arvin memaksa matanya untuk berhenti menyelinap dibalik jendela.

Lalu, ia alihkan pandangannya ke arah ruang tamu. Tepat didepan televisi, di atas karpet yg mulai terlihat lusuh, ia melihat dua orang perempuan yg sedang tertidur lelap. Bak seorang pemburu yg sedang dikejar kawanan singa di tengah hutan, suara nafasnya terdengar kencang di sertai raut wajah yg terlihat lelah.

Sesekali ia mendapati ibunya terbangun sembari memegang kepalanya. Tampaknya, begitu banyak beban yg menumpuk di dalamnya.

Arvin terdiam, kakinya seperti tak mampu berdiri lagi. Air mata yg tak pernah dirindukan kedatangannya, semakin deras berjatuhan serupa hujan di bulan Desember.

Ia bergegas ke kamarnya, lalu mengunci pintu kamarnya. Ia duduk menyandar pada pintu kamarnya, lalu menangis. Siapa bilang anak seperti Arvin yg selalu terlihat gembira, selalu menunjukan cengirannya di saat apapun itu bisa menangis sampai tersedu-sedu tanpa suara? Arvin hanya ingin tak terlihat lemah di mata siapapun, bahunya harus tegar. Karna ada tiga orang yg menjadi tanggungannya sekarang, Arvin bukan anak kecil lagi. Ia sudah dewasa sekarang, tak ada masa bermain-main baginya.

Tapi untuk saat ini, ia ingin menjadi lemah sebentar. Ayah sudah sakit selama lima hari, lima hari pula beliau tidak pergi mengajar di sekolah. Selama ayah sakit, ibu dan kakaknya lah yg telaten merawatnya. Arvin? Ia tak berani mendekat, ia tak kuasa melihat ayah seperti itu.

Setelah puas menangis, ia membuka layar handphonenya. Ada sebuah notfikasi pesan dari Khansa, yg memintanya untuk bertemu dengannya di taman.

Pemuda itu segera mengambil jaketnya, lalu mengenakannya. Lalu ia mengambil selimut di kasurnya, tak lupa ia menyelimuti ibu dan kakaknya yg tertidur di lantai yg beralaskan karpet yg mulai lusuh. Ia tak tega melihat dua wanita kesayangannya itu kedinginan.

Setelah itu ia pergi berjalan ke taman, tak butuh waktu lama ia sudah menjumpai Khansa yg sudah duduk di ayunan, di bawah sinar lampu taman.

"Kenapa lo ngajak gw ketemuan jam segini?" Tanya Arvin dengan suara serak khas setelah menangis, ia memakai tudung jaketnya lalu duduk di ayunan sebelah Khansa.

Hujan dan Senja | Yangyang LokalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang