Temui Ayahku.
Mentari perlahan - lahan beranjak pergi, menyisakan cahaya -cahaya yang terbias di ufuk barat. Hari semakin sore, namun, tak ada satupun angkutan umum yang melintas di halte ini.
"Sudah jam setengah lima," keluhku terperanjat saat menatap jam tangan di tangan kiriku.
Inilah rutinitasku setiap harinya, semenjak lulus SMA, aku bekerja sebagai pegawai bank, dulu memang sempat ingin kuliah, namun, setelah ku pikir-pikir lebih baik gajiku ini dibuat untuk keperluan sehari-hari dan sisanya ditabung saja.
Tin ... Tin ....
bunyi tlakson mobil mengagetkanku, otomatis aku menoleh ke arah mobil yang terhenti di depanku ini. Setelahnya turunlah seorang laki laki dari mobil avanza hitam. Aku menelitinya dari atas hingga bawah. Tubuhnya tinggi tegap, rambut hitam pekat, kulitnya berwarna kuning langsat,hidung bangir dan jangan lupakan senyumnya yang menenangkan. Dia tersenyum kepadaku? apakah dia mengenalku?"Annisa," sapanya diakhiri dengan seulas senyuman saat telah berada di depanku.
Aku mengernyitkan dahiku, mencoba mengingat-ingat orang di hadapanku ini namun, tetap aja tak ada hasilnya aku tak mengingat apa apa.
"Kau tak mengingatku?" ucapnya lirih, tetapi tetap berusaha tersenyum dan aku tahu itu senyum terpaksa berbeda dengan kedua seyumnya sebelumnya.
Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawaban, karena memang aku tak mengingat apa-apa.
"Aku Fakhri, Alta Fakhriza, " ucapnya menunjuk dirinya sendiri, mencoba menjelaskan siapa sebenarnya dirinya dan hubungannya denganku.
"Masih belum mengingatku?"
ulangnya dengan nada kecewa, dan perlahan lekukan senyumnya pun menipis.Lagi-lagi aku menggelengkan kepala.
"Kamu orang pertama yang memanggilku Fakhri, aku teman SMA mu dulu, bagaimana bisa kau melupakan orang setampan aku hah?" diakhir kalimatnya ia mengerlingkan matanya ke arahku dan juga tersenyum miring.
"Fakhri," ucapku antusias setelah mengingat semuanya.
Flasback on
"Fakhri," ucap seorang siswa SMA memanggil-manggil nama temannya namun yang dipanggil tidak menoleh maupun menjawab panggilannya.Karena sudah tak tahan diacuhkan lagi akhirnya siswi itu pun menghampiri temannya itu . kemudian menepuk bahunya dengan kesal.
"Fakhri. Aku panggil-panggil dari tadi juga," ucap siswi itu dengan ketus. Dia adalah Anisa.
"Nama gue Al-Ta bukan Fakhri," tekan Alta kepada Annisa.
Annisa hanya memutar bola matanya malas, sama sekali tidak takut meski diplototi seperti itu.
"Lah kan nama kamu Alta Fakhriza, lagian lebih bagus Fakhri juga daripada Alta," ucap Annisa mulai berkomentar.
"Serah ... terserah lo lah" ucap Alta acuh kemudian melanjutkan kembali gamenya dengan berdecak kesal.
"Fakhri," ucap Annisa sekali lagi. Ia tak beranjak dari tempatnya tadi.
"Apa?" sentak Alta mempelototi Annisa yang terus mengganggunya.
Annisa tersentak, tetapi kemudian ia tersadar lalu segera mengucapkan kata yang ia ingin sampaikan sejak tadi.
"Jangan lupa nanti latihan," ucap Annisa kemudian meninggalkan Fakhri yang mengumpat kasar.
Flashback off.
Ku lihat Fakhri semakin melebarkan senyumnya saat aku telah mengingatnya. Sesenang itukah dia?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiadakah Surga yang Lain? {REVISI}
SpiritualWanita itu .. mudah iba, mudah patah, mudah menangis. Hatinya dipenuhi kelembutan dan cinta yang tulus tersebab fitrahnya sebagai seorang wanita ia kerap kali diuji oleh Allah melalui hatinya. ~Vivi Yaumil Fadillah. Itulah yang dialami Annisa Haridz...