Sore ini terasa lebih damai dan santai. Mas Fakhri pulang lebih cepat dari biasanya, Rara ikut Mama menginap di rumah Sofi--sepupu Mas Fakhri itu baru saja melahirkan anak ketiganya. Kabarnya, laki-laki lagi. Sedangkan Hamzah sedang tertidur nyenyak.
Aku melihat Mas Fakhri dari kejauhan sedang duduk di ruang tamu sambil menonton Tv, entah acara apa yang sedang ia tonton saat ini. Sejak awal menikah, sangat jarang Mas Fakhri menonton Tv, saking jarangnya sampai bisa dihitung dengan lima jari. Ya, tak lebih dari lima kali rasanya.
Melihat tampangnya yang begitu santai kenapa aku justru ingin merecokinya. Dengan langkah sigap aku langsung menuju ke arah Mas Fakhri. Mendudukkan diriku tepat di sebelahnya bahkan sengaja menepel dengannya.
"Mas, Mas. Coba baca ini deh, bagus banget. Aku jamin bagus. Bukan cuma perkara percintaan, tapi sains juga diusung di novel ini." Mas Fakhri mengalihkan tatapannya sejenak dari televisi ke arahku, lebih tepatnya ke novel yang aku bawa.
Tak sampai tiga detik Mas Fakhri kembali menghadap ke depan dengan wajah yang kembali datar. Ah, mennyebalkan. Padahal aku hendak mencari mangsa agar punya teman cerita novel di rumah ini, tak ada kandidat lain yang bisa kujadikan target selain Mas Fakhri. Mengajak Membaca novel? tentu saja tidak, yang ada aku justru menyiksa mata beliau. Rara? tidak bisa juga. Anak pecicilan seperti Rara lebih senang bergerak aktif daripada hanya duduk-duduk atau rebahan dengan sebuah novel. Jangan bilang Hamzah? Hamzah bahkan belum tahu bagaimana cara membaca.
Sebenarnya setiap hari pun aku memiliki teman yang bisa mendengarkan ocehanku tentang dunia pernovelan, tapi itu semua hanya virtual. Semenjak meriview novel Mbak Shilla dan tak sengaja Fyp, aku sering mendapat tawaran untuk mereview karya-karya penulis, semuanya aku ceritakan di YouTube, Instagram dan tiktok.
"Mana ada novel yang nggak bagus di matamu. Semuanya kamu bilang bagus." Kuakui itu fakta, ketika aku yang seorang pembaca sejati diminta meriview berbagai macam novel tentu saja ada kesenangan tersendiri bagiku. Aku selalu merasa terkesima dengan novel-novel yang mereka ajukan kepadaku, menurutku semua novel mempunyai keunikannya tersendiri, bukan hanya karena ditulis oleh tangan yang berbeda. Tangan yang sama dan orang yang sama sekalipun belum tentu bisa menuangkan rasa dengan sama pula karena semua itu dipengaruhi oleh suasana hati penulis saat itu dan kondisi psikologis lainnya yang menyertai.
"Ya, emang bagus, Mas." Sekali lagi aku berusaha membujuk Mas Fakhri. Semakin merapatkan tubuhku ke arahnya hingga kami benar-benar menempel saat ini. "Gini deh, mas baca aja premisnya kalau suka lanjut baca part-nya. Kalau nggak ya nggak papa sih."
Mas Fakhri menarik pergelangan tangan kananku yang memegang novel, tapi bukan hanya novel yang hendak ia rebut. Aku pun langsung terduduk di pangkuannya. Bisa-bisanya suamiku ini, tapi ya sudahlah biarkan saja karena kulihat saat ini ia mulai terfokus dengan premis yang berada sampul belakang novel. Aku menumpukan kedua tanganku di pundak kiri Mas Fakhri lalu meletakkan daguku di sana. Posisi yang strategis untuk memantau sejauh mana bacaan Mas Fakhri.
Kuamati terus gerak mata Mas Fakhri, sepertinya ia sudah berada di kalimat-kalimat akhir. Melihat keterdiamannya, netranya yang semula ke kanan dan ke kiri melirik barisan kata kini terfokus di satu titik--bagian ISBN. Sekarang aku yakin Mas Fakhri telah selesai membaca premisnya, tapi lucu juga melihat netranya yang membola, aku tebak ia pasti terkejut melihat harga novel yang sedang dibacanya. Namun, aku tak ingin membahas mengenai harga kali ini.
"Gimana? langsung dibuat penasaran kan?"
"Iya. Nggak nyangka aja." Setelah berkata demikian, Mas Fakhri langsung membalik novel ke cover depannya lalu mulai membaca dari prolog. Mas Fakhri mulai fokus membaca dan aku justru mulai mengantuk menghadapi keheningan ini. Sesekali membenarkan posisiku yang berada di pangkuan Mas Fakhri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiadakah Surga yang Lain? {REVISI}
SpiritualeWanita itu .. mudah iba, mudah patah, mudah menangis. Hatinya dipenuhi kelembutan dan cinta yang tulus tersebab fitrahnya sebagai seorang wanita ia kerap kali diuji oleh Allah melalui hatinya. ~Vivi Yaumil Fadillah. Itulah yang dialami Annisa Haridz...