Fajar menyusup melingkupi pagi, menebar cahaya mentari hingga terbenam dalam dalam pangkuan senja di sore hari. Tak ada yang berbeda, setiap hari matahari terbit dan terbenam lalu bulan dan bintang yang menyertai malam. Seperti itulah waktu dua setengah tahun ini berjalan. Alam tak pernah berubah, hanya saja manusia terus tumbuh dan merealisasikan tinta yang tercatat dalam kitab-Nya.
Hari ini hari perpisahan kelas dua belas, satu angkatan berdandan dengan mapan dan rapi. Para siswi mengenakan kebaya, sedangkan para siswa lengkap dengan setelan jasnya. Tak ada jubah wisuda, hanya toga dan medali yang melekat pada mereka.
Panggung berukuran sedang berdiri dengan kokoh di bagian akhir lapangan upacara sedangkan tempat duduk para wisudawan dan orang tua mereka berhadapan dengan panggung.
Para wisudawan berjalan menuju kursinya masing-masing dengan dikawal oleh tarian persembahan ekstrakulikuler tari.
Setelah itu pelepasan burung merpati oleh kepala sekolah sebagai tanda pembukaan acara, barulah dilanjutkan dengan sambutan-sambutan, pensi, pemindahan toga, doa kemudian hiburan.
"Terbaik ketiga, diraih oleh Ananda Daffin Nazhan Ghiffari," ucap seorang pembawa acara, membuat semua atensi mengarah kepada Daffin.
Fakhri menepuk pundaknya sekali, sedangkan Shilla memeluk putranya itu dengan rasa bangga. Rara hanya mengamati interaksi keluarga kecil di hadapannya itu hingga Daffin tersenyum ke arahnya.
***
Usai hari perpisahan Daffin, ia mulai disibukkan dengan tes beasiswa kuliah di Al-Azhar Kairo. Sebenarnya sudah sejak lama Daffin berguru pada Ust Azka mengenai persiapan untuk kuliah Al-Azhar. Semua itu terbayarkan ketika Daffin berhasil melewati tiga tes dan dinyatakan lolos. Jadi, saat ini ia sangat disibukkan dengan persiapannya ke negeri piramid itu.Di tengah perjalanannya menuju mall, Daffin teringat Rara. Mengingat bocah itu senyum Daffin pun terukir tanpa diminta. Ia pun langsung membalikkan arah kemudinya menuju ke rumah Rara.
Sepertinya hari ini semesta mendukungnya, Rara berada di depan halaman sedang bermain dengan Hamzah--adiknya. Daffin pun membunyikan klakson mobilnya untuk mendapat atensi bocah itu.
"Ra, mau ikut Abang nggak?" teriak Daffin dari dalam mobilnya setelah membuka jendela kaca mobil hitamnya itu.
Rara menoleh ke arah suara, tepatnya di samping kirinya. Begitu mendapati Daffin yang menatapnya penuh tanya, Rara langsung menaruh Aqua gelas yang berisikan tanah kemudian langsung berlari menuju ke mobil Daffin. Sejak tadi, Rara disibukkan dengan membuat istana dari tanah, tapi sekarang sudah ia abaikan.
"Ikut," seru Rara dengan semangat. Padahal Daffin belum menyebutkan tujuannya.
Daffin mengangguk, ia lantas turun dari mobilnya kemudian menemui Annisa untuk meminta izin membawa Rara.
***
Setibanya di mall, Daffin memilih untuk membeli minum terlebih dahulu. Jadi saat ia haus di tengah-tengah kegiatannya mencari barang bisa langsung minum. Tidak harus ke stand-stand yang berbeda."Ini pegang, Abang bakal keliling-keliling. Barang yang Abang cari juga banyak. Itu stok biar kalau Rara haus tinggal minum." Rara menerima sekantong kresek berwarna putih berisikan dua kotak susu dan dua buah es krim. Sedangkan satu kantong kresek lainnya yang berada di tangan Daffin berisi dua buah air mineral dan satu botol teh.
"Mau main-main dulu nggak?" tawar Daffin sembari mengamati sekitar.
"Rara bingung," gumam Rara. Ia lebih memilih mengikuti agenda Daffin daripada harus menentukan sendiri.
"Ya sudah. Berarti beli baju dulu. Nanti kalau Rara mau main bilang aja ke Abang." Rara mengangguk setuju. Setelahnya, mereka berdua menuju salah-satu butik di mall ini. Daffin membeli beberapa kemeja, celana bahan, sarung dan jaket musim dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiadakah Surga yang Lain? {REVISI}
EspiritualWanita itu .. mudah iba, mudah patah, mudah menangis. Hatinya dipenuhi kelembutan dan cinta yang tulus tersebab fitrahnya sebagai seorang wanita ia kerap kali diuji oleh Allah melalui hatinya. ~Vivi Yaumil Fadillah. Itulah yang dialami Annisa Haridz...