26. 1044 Menebus yang Telah Lalu✓

787 37 1
                                    


===Menebus yang Telah lalu===
Jangan khawatir. Karena Allah
menghadirkan masalah selalu lengkap dengan solusi.

"Ini salah Mama Alta! Kejadian ini persis dengan kehidupan rumah tangga Mama, Mama tahu betul seperti apa rasanya menjadi Sellia. Meskipun tidak sesakit yang Mama rasakan karena Sellia belum hamil
anakmu Alta."

"Apa maksud Mama?" tanya Mas Fakhri menatap Mama. Bukan seperti itu kisah yang Mas Fakhri ucapkan tentang orang tuanya. Apakah ini
hal yang hanya diketahui oleh Mama dan Alm. Papa saja?

"Papamu dulu menikah dengan Alya, mereka hidup bahagia walau tanpa adanya seorang anak di tengah mereka, Alya menderita penyakit yang akan membahayakannyawanya jika ia hamil, karena keinginan
Nenek kamu kami menikah, dan Mama hamil. Bahkan saat seorang istri sedang mengandung anaknya, Papamu tak pernah peduli kepada Mama, yang ia tanyakan dan yang ia khawatirkan hanya kamu. Bertepatan dengan Mama melahirkan, Alya
menghembuskan napas terakhirnya, Papamu hanya terfokus dengan kematian Alya, Mama berjuang sendiri saat melahirkan. Dan saat di mana seharusnya seorang Ayah
menyambut dengan senang kehadiran
anaknya, tidak kamu rasakan saat itu Alta. Bertahun-tahun setelahnya barulah Papa bisa mencintai Mama."

Pasti sulit kehidupan rumah tangga Mama. Apakah itu yang dirasakan Sellia sekarang? Mas Fakhri memeluk Mama sambil terisak pelan, Mas Fakhri baru mengetahui kejadian sebenarnya. Karena yang ia ceritakan kepadaku selama ini. Papa sangat
menyayangi Mama dan juga Mas Fakhri. Bahkan di saat-saat terakhirnya, Papa meminta Mas Fakhri untuk membahagiakan
Mama dan menuruti semua keinginannya.

"Sekarang Mama merasakan bagaimana menjadi Nenekmu yang sangat menginginkan seorang cucu, karena itulah Mama menjodohkanmu dengan Sellia. Kalian sudah saling mengenal sejak lama, pasti tak sulit untuk membangun sebuah rumah tangga. Mungkin awalnya akan
sulit, tapi Mama yakin kalian pasti akan bisa saling mencintai. Tapi sekarang Mama sadar, semuanya tak semudah yang telah direncanakan."

=======

Mas Fakhri mulai berlaku adil. Dia membagi waktunya antara aku dan Sellia dengan sangat adil, dan menjaga perasaan satu sama lain. Ketika di rumah, Mas Fakhri tidak terang-terangan bermesraan dengan aku maupun Sellia karena harus menjaga perasaan kami.

Di rumah sakit pun begitu, ada waktunya aku mengantar makanan, dan ada kalanya Mas Fakhri makan siang bersama Sellia. Mas Fakhri telah berlaku adil namun tetap saja masih ada sekat di antara kita bertiga.

Sejak awal pernikahan Mas Fakhri dan Sellia aku berharap bisa menjadi seperti saudara. Namun, sangat sulit untuk bisa mewujudkan itu, Sellia tak bisa tersentuh. Kami terasa sangat jauh dan penyekat di antara kami
terlibat sangat jelas. Sellia akhir-akhir ini semakin pendiam, hanya berbicara saat ditanya, jawabannya
pun sangat singkat dan seadanya. Saat di meja makan sangat terasa kecanggungan di antara kami. Bahkan Mama juga diam tak membicarakan apapun.
=======
"Hoek ... hoek ...." Aku bersandar di tembok kamar mandi, sebelah tanganku bertumpu pada kran air.

Baru jam tiga pagi namun, aku sudah bolak-balik masuk kamar mandi, memuntahkan cairan bening yang membuatku sangat lemas. Jelas saja ini bukan disebabkan masuk angin, karena aku tidak bepergian jauh
kemarin dan hari-hari sebelumnya. Namun rasa mual ini menerorku beberapa hari terakhir ini.

Seketika aku terbelalak mengingat aku tidak mengalami menstruasi bulan ini. Apakah aku hamil? Tanpa sadar aku mengelus perutku yang masih datar. "Semoga kamu memang ada di sini," gumamku tanpa sadar
menitikkan air mata.
=======
Saat ini aku berada dalam taxi hendak menuju rumah sakit, tapi bukan rumah sakit tempat Mas Fakhri dan Sellia bekerja, aku
memilih mendatangi rumah sakit berbeda walaupun jaraknya sangat jauh dari rumah. Butuh tiga puluh menit perjalanan untuk sampai di rumah sakit ini. Tak masalah, lagi pula aku sudah izin kepada Mas Fakhri bahwa aku ada urusan di luar hingga tak bisa menghantar makan siang untuknya. Setelah menunggu nomor antrian kini giliranku masuk ke ruang kandungan.

"Jauh sekali, kenapa tidak ke rumah sakit tempat Alta bekerja saja?" tanya dokter bername tag Adellia.

Aku pikir di rumah sakit yang jauh dari rumah tidak ada kemungkinan orang yang akan mengenalku dan Mas Fakhri, ternyata aku memang tak bisa menghindar bahkan sejauh ini masih ada yang mengenal Mas
Fakhri.

"Dokter kenal suami saya?" tanyaku
basa-basi. Untung saja aku adalah pasien terakhir jadi tak perlu merasa tidak enak karena membuat pasien lain menunggu. Mungkin karena aku pasien terakhir sebelum jam istirahat, sehingga Dokter Adellia tampak santai berbicara denganku di luar masalah kesehatan.

"Kami koas di rumah sakit yang sama," ujar Dokter Adellia tersenyum tipis.

"Jadi apa keluhannya?" Lanjutnya mulai kembali ke mode profesionalis.

"Saya ingin memastikan apakah saya hamil atau tidak." Dokter Adellia tersenyum samar. Ia lantas berdiri dan menuntunku menuju brankar.

"Baiklah, silahkan berbaring."

"Selamat. Usianya sudah menginjak minggu ke enam." Aku membekap mulutku sendiri karena tak percaya sekaligus haru. Selama itu? Dan aku baru menyadarinya. Enam minggu, itu berarti seminggu sebelum pernikahan Mas Fakhri dan Sellia.
Mengingat hal itu kenapa aku menjadi sedih. Mungkinkah kalau aku mengetahui kehamilanku sejak awal, pernikahan Mas Fakhri dan Sellia tak akan pernah terjadi dan kami bertiga tak akan tersiksa seperti ini. Mungkinkah?

Tapi memang aku tak merasakan gejala orang hamil layaknya aku hamil anakku yang pertama. Aku baru merasakannya beberapa hari terakhir ini.

"Tapi saya baru mual-mual beberapa hari terakhir ini, Dok," ucapku mengutarakan kebingunganku.

"Gejala kehamilan tak hanya mual dan ngidam saja. Nafsu makan meningkat atau menurun, sangat sensitif, moody dan masih banyak lagi gejalanya."

Mengingat tentang ngidam ternyata benar ucapan pemilik warung sa beberapa hari lalu. "Istrinya ngidam ya Mas?"

"Jangan terlalu kecapean, istirahat yang cukup, kalau perlu minum vitamin dan yang paling penting kamu harus menjaga kandunganmu baik-baik. Apa sebelumnya pernah keguguran?" tanya dokter Adel tepat
sasaran.

"Iya, apakah berpengaruh Dok?" ucapku pelan dan merasa was - was.

"Salah-satu penyebab keguguran adalah pernah mengalami keguguran sebelumnya, dengan kata lain semakin banyak mengalami
keguguran maka peluang terjadinya
keguguran lagi akan semakin banyak.
Jadi karena itu kamu harus menjaganya baik-baik." Ucapan Dokter Adel semakin membuatku gelisah. Jujur saja, bayangan
kejadian tiga tahun lalu masih melekat tak bisa kulupakan begitu saja.

"Untuk lebih lanjutnya sepertinya lebih enak disampaikan kepada Alta langsung, karena Alta pasti akan jauh mengerti tentang permasalahan medis seperti ini."

"Jangan! Jangan beri tahu Mas Fakhri untuk sementara," pintaku memohon kepada Dokter Adel. Dokter Adel mengangkat sebelah alisnya, dan
lagi-lagi tersenyum samar. "Kenapa? Mau membuat kejutan?"

"A-- iya aku mau membuat surprise untuk Mas Fakhri," ucapku tergagap. Tentu saja bukan seperti itu niatku.

Yuhuuu I'm come back

Tiadakah Surga yang Lain? {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang