Setelah melakukan pemeriksaan tadi, aku tak langsung pulang tetapi menunggu Mas Fakhri hingga jam kerjanya habis. Menunggu di ruangannya memang cukup membosankan karena aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Jelajah di sosial media memang cukup ampuh mengurangi bosan, tapi lama-kelamaan juga capek sendiri. Aku pun memutuskan membeli beberapa makanan lalu membawanya ke ruangan Mas Fakhri.
Tepat pukul tiga sore, jam kerja Mas Fakhri habis kami pun langsung memutuskan untuk pulang. Begitu sampai di rumah, kami melihat Mama yang sedang menerima telpon
"Halo," ujar Mama terdengar sampai pintu tempat kami berdiri. Mas Fakhri mengisyaratkan padauk untuk ke kamar lebih dulu. Aku pun membalas isyaratnya dengan meganggukkan kepala.
"Iya besok kami pasti dating,"ucap Mama terdengar begitu antusias.
"Alta, kamu bisa ambil cuti besok kan? Sofi hamil anak pertamanya Tante Linda mau buat acara syukuran gitu sekeluarga, kamu bisa kan, Annisa juga bisa kan?" tanya Mama sebelum Mas Fakhri benar-benar sampai di kamar kami. Aku menoleh kepada Mas Fakhri yang baru saja membalikkan badannya usai mendengar seruan Mama.
"Aku tanya teman-teman dulu, ada yang bisa nggak ganti shift," balas Mas Fakhri. Setahuku untuk cuti memang harus pengajuan dulu, kalau mendadak seperti ini solusinya hanya bisa ganti shift.
====
Kabut kabut putih masih setia menghiasi bumi, embun embun dedaunan pun masih melekat erat, meskipun akhirnya akan mengering seiring dengan matahari yang beranjak naik.
"Shodaqallahul adziimm." Aku menutup mushaf bersampul abu abu itu. Begitupun dengan Mas Fakhri yang menutup mushafnya. Setiap selesai sholat subuh dan maghrib aku dan Mas Fakhri selalu tadarus bersama.
Aku melipat sajadah yang aku kenakan dan juga yang Mas Fakhri kenakan setelahnya baru melipat mukena dan langsung menatanya. Sementara Mas Fakhri mengganti bajunya dengan baju olahraga untuk jogging, setiap harinya juga seperti itu.
Aku langsung melangkahkan kakiku menuju dapur untuk melaksanakan tugasku. Butuh sekitar empat puluh lima menit untuk menyelesaikan masakanku pagi ini karena aku memasaknya sendiri tidak seperti hari-hari sebelumnya yang selalu dibantu oleh mama.
Tepat setelah aku menaruh hidangan terakhir di meja mama keluar dari kamarnya dengan penampilan yang berbeda dengan hari hari biasanya. Mama sangat rapi pagi ini. Mengenakan long dress berwarna merah dan rambut disanggul rapi, serta tas berwarna hitam yang mengapit antar lekukan lengan atas dan lengan bawah.
Mas Fakhri juga telah siap dengan pakaian casualnya.
"Cepat siap siap setelah ini kita langsung berangkat," ucap mama setelah aku dan Mas Fakhri menyelesaikan makanannya.
Aku terkejut begitu pula dengan Mas Fakhri, acaranya sepagi ini? Aku bahkan belum menyiapkan apa-apa.
"Acaranya di mana Ma?" tanya Mas Fakhri yang mewakilkan pertanyaan yang berputar di otakku ini.
"Villa Bogor," jawab mama dengan santai. Pantas saja akan berangkat sepagi ini. Aku langsung mengikuti ucapan mama, aku menyiapkan pakaian Mas Fakhri terlebih dahulu, baru setelahnya aku mulai membersihkan diri.
Setelah semuanya siap kami langsung berangkat menuju Bogor, tanpa diantar oleh supir karena Mas Fakhri sendirilah yang menjalankan kemudi.
"Alta, apa kabar Bro?" sapa sepupu Mas Fakhri dengan heboh, namanya Raka masih kuliah semester lima.
"Baik bro," ucap mas Fakhri yang mulai bertos ria dengan para saudaranya.
"Kamu duluan aja ya bareng mama, aku mau ngumpul bareng mereka dulu," ucap Mas Fakhri menyuruhku pergi dulu. Aku pun mengangguk menyetujui lagian kapan lagi Mas Fakhri bisa berkumpul dengan saudara-saudaranya. Kabar baiknya sekarang saudaranya itu hadir semua tanpa halangan satu pun, jadi full formasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiadakah Surga yang Lain? {REVISI}
SpiritualWanita itu .. mudah iba, mudah patah, mudah menangis. Hatinya dipenuhi kelembutan dan cinta yang tulus tersebab fitrahnya sebagai seorang wanita ia kerap kali diuji oleh Allah melalui hatinya. ~Vivi Yaumil Fadillah. Itulah yang dialami Annisa Haridz...