===Asing dalam keramaian===Ketika kamu ikhlas atas apa yang
mengecewakan, maka Allah akan
mengganti kecewamu dengan banyak
kebaikan
Islamtanpa_pacaranAwalnya aku dengan semangat mencuci semua piring kotor ini, dibantu oleh Harizt tentunya, namun lama-kelamaan aku mulai merasa lelah.
"Biar cepat selesai aku yang nyuci kamu yang bilas," usul Harizt.
"Apa tidak terbalik" tanyaku dengan tatapan memicing, ini adalah pekerjaan kaum wanita, aku tak yakin orang seperti Harizt ini bisa mengerjakan ini dengan baik.
"Kau meremehkanku heh?" tanya Hariszt tersenyum miring dan mendengus samar.
"Baiklah, biar ku buktikan," lanjutnya dengan cekatan, menggosokkan spons yang telah diberi sabun cuci ke piring-piring kotor hingga berbusa.
Sekarang justru Harizt yang menatapku dengan pandangan memicing, aku mengalihkan pandanganku karena malu."Hufftt ...." hembusku lelah, sudah hampir satu jam namun hukuman ini belum juga selesai, apalagi air untuk membilas mengalir sangat kecil sehingga membutuhkan waktu
sedikit lama untuk mencucinya hingga bersih."Hahaha," suara gelak tawa sepertinya sudah menjadi musik yang mengiringi hukumanku, pasalnya sejak aku mencuci piring yang
pertama tadi sampai sekarang suara gelak tawa itu semakin terdengar jelas, yang membuatku ingin melempar semua piring ini untuk menghentikan tawa semua orang,
terutama tawa Mas Fakhri, aku benar-benar ingin menghentikannya, bagaimana ia bisa tertawa lepas sedangkan aku sedang menahan lelah demi menyelesaikan hukuman ini."Kalau capek duduk saja, biar aku yang menyelesaikannya," tegur Harizt. Aku terkesiap, dan tersadar dari lamunanku.
"Bukankah lebih baik kita menyelesaikannya bersama? agar kita bisa segera berkumpul dengan yang lain di sana," ucapku kembali
bertanya, jika aku duduk dan istirahat
bukankah hukuman ini akan semakin
membutuhkan waktu lama untuk selesai, dan aku akan terjebak di sini? tidak, sebagian tubuhku sudah memberontak ingin menghampiri Mas Fakhri di ruang keluarga."Bilang saja kalau kau ingin menemui Alta," tebak Harizt yang membuatku tercengang, bagaimana ia bisa tahu? sejelas itukah kecemburuanku?
"Lagian kalau kamu tidak sanggup
dipoligami kenapa kamu merelakannya untuk Sellia?" tanya Harizt terkekeh pelan. Aku menatap Harizt dengan tatapan memicing, kenapa semakin ke sini pembahasannya semakin ke arah privasi?"Maaf, aku rasa tak seharusnya
membicarakan masalah keluarga yang harus kita jaga kehormatannya" seseorang yang telah menikah wajib menjaga kehormatan keluarganya dan menutupi aib keluarganya.
Istri adalah pakaian suami, dan suami
adalah pakaian istri, itulah yang berusaha aku terapkan sejak dulu.
Aku langsung bergegas menuju ruang
keluarga. Namun, telingaku mendengar sesuatu yang membuatku harus menghentikan langkah."Ide kalian benar-benar the best, pintar banget kalian mengulur waktu, karena ide kalian Nisa ga selesai-selesai mencuci piring,
jadi aku bisa lebih lama dengan Mas Alta," ucap Sellia begitu riang.
Aku yang semula bersembunyi di balik tembok, sekarang, aku menghampiri Sellia dan saudaranya yang menjengkelkan itu, pantas saja air begitu kecil mengalir, padahal
ini rumah orang kaya, ternyata mereka yang membuat pengaturan air menjadi kecil Menyebalkan."Kenapa kamu melakukan semua ini Sellia, padahal aku sedang berusaha keras untuk menerima kehadiranmu, dari awal aku sudah tak menyukaimu, dan apa yang
kamu perbuat sekarang membuat rasa ketidaksukaan ku semakin menjadi, aku ingin kita menjadi saudara yang hidup rukun mematuhi imam yang sama.""Saudara? jangan harap! kau dan aku
jauh berbeda, bahkan untuk sekedar
menganggapmu teman, aku tak sudi, camkan itu!" tekan Sellia di setiap kata yang terlontar dari mulutnya."Sellia!" sentak Harizt yang tiba-tiba muncul dari belakang, dan mengambil tempat tepat di sebelahku, berhadapan dengan Sellia dan kedua saudaranya.
"Kenapa Rizt? kamu mau membela dia daripada saudaramu sendiri hah?" tanya Sellia menatap Harizt dengan alis terangkat kemudian menatapku sinis.
"Kamu keterlaluan! Nisa sudah berbaik hati kepadamu tapi apa? kamu malah-"
"Stop!" potong sellia, mengangkat sebelah tangannya, memberikan isyarat kepada Harizt untuk menghentikan ucapannya.
"Aku cuma mau apa yang seharusnya
menjadi milikku kembali kepadaku, aku sudah memendam perasaanku sejak kuliah, aku yang menemani Alta di saat ia lelah, kamu tahu sendiri kan pendidikan kedokteran tak semudah itu tapi kami lalui sama-sama berjuang bersama hingga sukses dan bekerja di rumah sakit yang sama, sedangkan kamu apa? apa yang kamu
lakukan hah? muncul tiba-tiba lalu merebut Alta dariku, enak sekali hidupmu," ucap Sellia menceritakan kisahnya bersama Mas Fakhri, aku mengetahui kalau Sellia adalah
teman dekat Mas Fakhri sejak ia kuliah, aku tak terkejut dengan hal itu, yang membuatku terkejut adalah Sellia telah mencintai Mas
Fakhri sejak lama, memang benar tak ada persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan di dunia ini, pasti salah-satu di antaranya memendam rasa."Itu karena Alta hanya mencintai Annisa, dia hanya menganggapmu sahabat Sell," jawab Harizt berusaha menyadarkan Sellia. Sellia menatap Harizt nyalang, ia mendengus, dan menatap remeh ke arah Harizt.
"Tahu apa kamu Harizt? jangan berbicara seolah kamu mengerti keadaannya," pungkas Sellia kemudian pergi diikuti oleh kedua saudaranya yang memberengut dan
menghentak-hentakkan kakinya pertanda kesal.=======
Langit mulai menguning, bias senja terpapar ke mana-mana, menerangi bumi di tengah temaram. Semua orang mulai berpencar, namun
masih tetap berada di rumah ini. Sekarang jadwalnya free, semua orang bebas melakukan apa saja, asal tidak pulang terlebih dahulu kecuali ada urusan mendesak.Aku memilih pergi ke taman belakang, berada di dalam hanya membuatku sesak, tak ada yang menganggapku di sini, jika keluarga Mas Fakhri aku sudah kebal, mereka memang tak pernah menerimaku
sejak awal, namun perlakuan keluarga Sellia juga tak jauh berbeda, setidaknya sungkan atau apa gitu, ini malah biasa saja seolah tak terjadi apa-apa, tidak ada rasa bersalah karena telah merebut Mas Fakhri.
Benar-benar luar biasa."Annis!" ini dia suara yang aku nantikan kehadirannya. Sosok yang begitu dekat namun tak ada kemampuan untuk meraihya. Mas Fakhri semakin mendekat ke arahku.
Grap
"Mas Hiks," tangisku pecah begitu berada dalam dekapannya.
"Maafkan aku Annis," ucap Mas Fakhri begitu tulus, ia mengusap kepalaku yang tertutup hijab dan juga punggungku yang bergetar.
Aku semakin mencengkram baju
punggungnya. Mencari pegangan untuk menguatkanku saat ini.
Dalam kegelapan malam, tanpa ada sinar rembulan dan juga gemintang, dengan penuh rasa ketidakberdayaan akan keadaan kami meresapi kebersamaan. Tanpa ada suatu penghalang.Aku ingin malam ini bisa menjadi lebih panjang, aku tak ingin kehilangannya lagi. Ia memang masih berada di sekitarku namun ada batasan yang membuatku mundur
secara perlahan. Keadaan di mana Mas Fakhri bersama Sellia maka saat itulah aku tak bisa mendekatinya aku tak mampu melihat kebersamaan orang yang aku cinta bersama orang lain sekalipun orang itu juga
istrinya.Terima kasih kepada para readers yang telah membaca dan memberi vote untuk ceritaku ini. Jangan lupa komen
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiadakah Surga yang Lain? {REVISI}
EspiritualWanita itu .. mudah iba, mudah patah, mudah menangis. Hatinya dipenuhi kelembutan dan cinta yang tulus tersebab fitrahnya sebagai seorang wanita ia kerap kali diuji oleh Allah melalui hatinya. ~Vivi Yaumil Fadillah. Itulah yang dialami Annisa Haridz...