"Beraninya lo ganggu gue!"
Raina berteriak dengan isak tangis yang berusaha ia tahan. Ia harus terjatuh karna lelaki ini menarik kakinya. Raina memandangi Ari yang masih berdiri tak menyangka kenapa Raina bisa menangis seperti ini.
Ari perlahan berjongkok agar sejajar dengan Raina yang terduduk menangis di lantai.
Ari mengelus rambut Raina, namun gadis ini menepis kasar tangannya, "Kak Ari ngapain kesini?! Gue tau gue beda! Dan sekarang, gue gak butuh teman! Gue cuma pengen sendirian! Pergi!" Ucap Raina yang sekarang berteriak dengan matanya yang tak henti mengalirkan air mata.
Mata Ari berkaca-kaca. Mengapa Raina bisa seperti ini? Apa yang membuat gadis yang disayanginya menjadi sangat kacau begini? Ari berusaha membangkitkan Raina, dan gadis itupun menurut walau hatinya masih tertahan emosi.
"Kamu kenapa, Rain?" Tanya Ari dengan nada yang sangat halus.
Namun Raina malah mendorong Ari hingga lelaki yang sudah seperti kakaknya sendiri itupun termundur beberapa langkah ke belakang.
"Kak Ari gak usah sok baik lagi! Gue tau gue gak bisa kayak yang lain! Gue gak butuh temen! Gue benci kalian semua! GUE BENCI!" Teriak Raina kepada Ari yang berjarak tiga langkah darinya, "Gue mohon Kak... Pergii..."
Ari melangkah cepat dan langsung memeluk gadis kucel ini dengan erat. Raina memukul - mukul punggung Ari agar lelaki ini menjauh. Namun pelukan Ari semakin kuat seakan menghipnotis dirinya.
Raina melemaskan pukulannya dan menghempas badannya ke dalam dekapan Ari. Ari merenggangkan pelukannya, tak seerat tadi. Tangan kanan Ari tak henti mengelus puncak kepala Raina, gadis yang sekarang seakan berkuasa di hatinya.
Ari meletakkan kedua telapaknya di kedua pipi Raina. Ari bertanya, "Rain, kamu kenapa?"
Namun Raina hanya menggeleng, tidak menjawab dan membenamkan kepalanya pada dada bidang Ari. Ari merasa gadis ini sedang tertekan. Membuatnya kembali memeluk Raina sampai Raina bisa tenang.
Tanpa mereka sadari, sedari tadi Bryan menyaksikan semuanya. Sejak tadi dirinya mengikuti Raina, berharap Raina tidak melakukan hal bodoh karenanya.
Setelah melihat Raina berada dalam pelukan Ari, Bryan menghela nafas panjang. Tatapannya sulit untuk diartikan. Senang, lega, sedih, marah, dan juga kecewa.
Bryan membalik badan dan segera berjalan menuju kelasnya. Sampai di kelas, ruangan ini hanya dihuni oleh dua sahabatnya yang terlihat beda dari biasanya.
Kevin yang biasanya ceria kini malah membaca buku Geografi tebal milik Bryan. Padahal Bryan tahu persis, Kevin tidak suka membaca sejarah. Dan pelajaran kesukaan sahabat gesreknya ini hanya Bahasa Inggris.
Rizal juga berbeda. Ia membaca novel yang diketahui adalah novel Hamids. Dan Rizal tak suka novel, puisi, cerpen atau hal-hal yang berbau sastra tulis.
Tapi sekarang?
Mereka hanya diam. Bryan sendiri tahu apa alasannya.
"Kalian ngapain sih? Gak usah diem-dieman gini kenapa?! Kayak anak kecil sumpah!" Ucap Bryan seraya merampas buku dan novel yang dibaca oleh kedua temannya.
Rizal tersenyum kecut menanggapi Bryan. Namun tidak dengan Kevin.
"Apa lo bilang? Kita kayak anak kecil? Enggak Yan! Elo sama Rizal yang kayak bocah! Lo gak seharusnya bersikap kayak gitu ke Raina! Dia cewek baik-baik!" Ucap Kevin tanpa melihat ke arah Bryan. Takut. Karna Kevin takut Bryan marah.
Bryan menimbang-nimbang perkataan yang baru saja diucapkan oleh Kevin. Membuat seisi otaknya hanya ada satu nama, yaitu nama Raina. Namun tetap saja Bryan tak bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Funny First Love [✓]
Teen FictionDia Raina. Seorang gadis dengan penampilan yang jauh dari kata anggun, harus berhadapan dengan empat orang lelaki brandalan yang tidak bosan-bosannya mengusik harinya. Belum lagi ia harus berurusan dengan Ketua OSIS dramatis yang membuat hari-hariny...