11 | Di Ambang Kematian

26 10 0
                                    


Bryan berjalan keluar gerbang sekolah dengan gaya santai dan bergaya serasa paling keren seperti biasanya. Di belakang sudah ada Hamids, Kevin dan juga Rizal.

Wajah Rizal terlihat pucat, membuat Kevin tidak tahan untuk menertawakannya. Dalam hati, Rizal terus saja menghakimi dan mengutuk Kevin agar tak ada lagi yang mau dengannya.

Sementara Raina merapikan buku dan alat tulis yang ada di mejanya. Hari ini terpaksa ia harus berjalan kaki, karna Pak Min tak menjemputnya. Dengan alasan yang Raina sendiri bosan mendengarkannya.

Mogok.

Setua itukah mobil itu sampai hampir setiap harinya mogok?

Raina terus melangkahkan kaki keluar dari sekolah, tidak ada Ari, itu artinya dia akan sendiri.

Ari memang sering sibuk, walau notabennya ia sudah kelas 12, tapi tetap saja dirinya disibukkan dengan kegiatan organisasi. Apalagi, Ari yang pernah menjabat sebagai Ketua OSIS selalu menjadi andalan di organisasinya.

Raina baru saja berada sekitar 20 meter dari gerbang sekolah, dan sekarang tatapannya tertuju pada empat brandalan yang tak tau diri itu.

Bryan menatap Raina yang kini ikut menatapnya. Tatapan datar yang ia dapatkan membuat Bryan memalingkan wajah dan melanjutkan langkah kakinya menuju mobil Hamids yang bagian belakangnya telah diisi oleh Rizal dan Kevin. Sementara Hamids duduk di depan sambil mengotak-atik ponsel.

Raina melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti beberapa detik lalu. Melihat arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 2 siang.

Langkah demi langkah ia capai. Namun ada yang terasa mengganjal di firasatnya. Sejak beberapa menit setelah jauh dari sekolah, ia merasa ada yang membuntutinya.

Sial. Raina baru ingat bahwa dirinya tak membawa pisau atau senjata tajam semacamnya. Matanya tak berhenti melirik ke kanan dan ke kiri menerawang sekitarnya.

Suara langkah kaki orang lain membuat Raina membalik tubuh, menghadap ke belakang berharap menemukan penguntit itu. Tapi tidak. Tidak ada satu orang pun yang berjalan di belakangnya. Raina menyiapkan otot-otot dan tenaganya untuk menjaga diri. Tapi, kenyataannya Raina adalah perempuan. Tidak memiliki kekuatan sebesar lelaki, bahkan lelaki yang sebaya dengannya.

Kaki Raina mulai memasuki gang jalan tikus yang bisa dibilang sempit, hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Dan disini sangat sepi.

'tap...tap...tap...'

Suara langkah itu terdengar lagi. Dengan reflek Raina langsung membalik badannya, dan lagi-lagi tak ada seorang pun yang ia lihat.

Raina menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan melalui mulut. Saat ia membalik badan dan ingin melanjutkan langkahnya,

'Bugh!'

Satu tonjokan berhasil mendarat di pipi kiri Raina, tonjokan yang sangat kuat hingga gadis tersebut terjatuh ke tanah dengan lebam di pipi.

"Auwhhss..." Desis Raina seraya memegangi pipi kirinya.

Perlahan, Raina mendongak ke atas untuk melihat siapa yang memukulnya.

Lelaki berperawakan tinggi, putih dan rambut jabrik pirang berdiri dengan senyum miring yang ditunjukkan pada Raina. Lelaki yang pernah dibuat kapok olehnya. Satu-satunya lelaki yang pernah memendam cinta monyet pada Raina, namun dipatahkan kenyataan bahwa Raina tidak pernah sekalipun meliriknya.

"Hari ini, bakal ada berita wafatnya seorang Bad Girl SMA Garuda." Ujar Angga dengan diselingi tawa bejat.

Raina berdecih, "Lo mau bunuh gue?"

Funny First Love [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang