13 | Surat Damai

22 11 0
                                    

BUUGHH

"CARI GARA-GARA APALAGI KALIAN KE RAINA?!"

Tanpa mencari tau informasi terlebih dahulu, melihat wajah Raina dengan pipi lebam membuat Ari mendaratkan dua kali hantaman sempurna pada pipi Bryan.

Kejadian itu membuat Raina membelak mata lebar dan langsung membantu Bryan yang jatuh akibat kerasnya hantaman Ari.

"Kak!! Kak Ari apa-apaan sih?!" Bentak Raina dengan nada marah dilengkapi dengan mata yang tajam yang biasanya ditujukan pada empat brandalan yang mengusik hidupnya.

Ari menatap Raina tak percaya. "Rain?! Pasti karna Bryan kan muka kamu bisa lebam kayak gitu?!" Kini Ari malah ikut membentaknya.

Tak peduli apa respon gadis itu. Yang ia tahu, semua ini dilakukan juga untuk dia. Untuk orang yang disayanginya.

"Kak Ari harusnya malu Kak! Bryan sama Kevin yang udah nyelametin gue! Kalo gak ada mereka, mungkin sekarang gue udah dipulangkan dengan leher disayat dan gak bernyawa! Di saat gue butuh lo, Kak Ari kemana?! Gue udah usaha kirim chat dan nelfon lo, apa lo nanggepin panggilan dari gue? Enggak Kak!" Bentak Raina yang sekarang wajahnya merah padam dan mata merah yang berhasil meluncurkan bertetes-tetes air mata.

Raina ingat jelas saat di perjalanan pulang tadi, ia sempat menghubungi Ari agar cepat pulang dan melewati gang biasanya. Namun Ari hanya membaca teks nya. Membuat dirinya menunggu Ari dan ternyata sia - sia.

"Rain, maaf tadi... Aku... Aku... "

"Gue bisa aja mati kalo gak ada Bryan dan Kevin."

Ari mengalirkan air mata tepat di hadapan Raina, dua manusia brandalan dan juga Mama Raina. "Maafin aku Rain... Aku harus apa buat nebus kesalahanku?" Lirih Ari dengan kaki yang ingin melangkah, namun lagi - lagi Raina membentaknya. Membuatnya tak bisa melangkahkan kaki, lagi.

"Kakak tau apa yang harus kak Ari lakuin?! PERGI DARI SINI! Gue gak bakal lagi ganggu lo." Bentak gadis itu dengan terus menyampaikan dengan bibir yang bergetar dan semakin melemah pada kalimat terakhirnya.

Sementara Mama Raina hanya berdiri kaku melihat anaknya seperti ini. Sudah lama sekali sejak tiga tahun lalu tak melihat anaknya berontak seperti ini.
Ari tak lagi berani menatap mata Raina. Ia hanya menunduk dengan wajah bersalah disertai penyesalan yang menyakitkan.

"Tapi Rain? Aku harus jaga kamu." Lirih Ari yang perlahan menatap Raina yang masih setiap menatapnya dengan amarah dan air mata.

"Enggak, Kak. Kakak sendiri kan yang bilang? Banyak yang sayang gue. Banyak juga yang bakal lindungin gue?" Jawab Raina seraya menyatukan sela jarinya dengan jari-jari Bryan yang berdiri di sampingnya.

Entah harus bagaimana, Raina yang terlelap emosi tak peduli siapa yang digenggamnya.

Ari hanya menatap tangan Raina dan Bryan yang menyatu sejak beberapa detik yang lalu. Seperti ada yang hancur. Setelah mengingat Raina adalah cinta pertamanya.

Menyesal, seharusnya ia yang menyelamatkan gadis itu, bukan malah Bryan yang notabennya adalah musuh bagi Raina.

Hening.

Keadaan hening dengan posisi yang tetap sama. Raina masih menggenggam tangan Bryan sekuat yang ia mampu untuk melampiaskan kekecewaannya pada Ari.

Begitu pula dengan Bryan, ia mencoba menenangkan Raina dengan tak melepas genggaman itu walau terasa sakit karna kuku Raina yang tajam.

Ari? Ari berdiri mematung tak bergeming tanpa mengucapkan apa pun. Hanya diam membisu dengan tatapan kosong seperti tak punya pikiran.

Dan di ambang pintu mama Raina berdiri terpaku dan memakukan diri dengan mata berkaca-kaca. Ingin sekali ia memeluk putrinya.

Funny First Love [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang