"Raina?" Sapa seseorang pada Raina yang sibuk memijat kakinya.Raina mendongak dan melihat ke arah suara tersebut. Benar, ternyata orang itu adalah Ari. Raina hanya bisa melihat memberikan senyum tipis karena bibirnya masih terasa sangat perih.
"Muka kamu kenapa Rain? Bibir kamu juga! Terus kaki kamu kok bengkak lagi? Tangan kamu kenapa?" Ari terus saja bertanya tanpa henti dan menggenggam pergelangan tangan Raina.
"Gak kenapa-napa, cuman ya tadi kelai di kelas. Gak usah sok perhatian, deh! Lukanya gak sesakit itu sampe perlu lo khawatirin!" Ujar Raina sambil menekankan kata pada kalimatnya.
Raina hendak berdiri meninggalkan Ari, lupa bahwa kakinya masih sakit. Akhirnya Raina pun jatuh dan kembali Ari berusaha membantunya.
"Gak usah, Kak!" Respon Raina sambil menepis tangan Ari yang ada di bahunya.
Raina tidak ingin bantuan yang diberikan Ari kembali menjadikan gadis itu sebagai pusat perhatian murid lain.
"Raina, udah! Biarin aku bantu kamu, oke?"
Raina sejenak berpikir, tidak mungkin juga ia sampai di kelas tepat waktu tanpa dibantu Ari.
Tanpa menunggu persetujuan Raina, Ari membantu Raina berdiri.
"Thanks." Singkat Raina.
Raina mencoba berjalan dan kakinya sungguh tak bersahabat. Gadis itu hampir saja terjatuh lagi jika Ari tidak menopang bahunya.
Gemas dengan Raina yang kesakitan tiap melangkahkan kaki, Ari membopong Raina seperti sebelumnya, seperti di hari pertama pertemuan mereka.
Raina meronta, jelas tidak mau. Sementara Ari hanya tersenyum kecut menahan keseimbangan akibat pukulan-pukulan kecil dari Raina.
"Udah, diem aja! Kamu mau ke UKS atau ke kelas?" Tanya Ari pada Raina dengan nada lembut.
"Kak! Kak Ari tuh gila apa?! Ini kantor guru loh! Deket ruang BK! Main gendong-gendong! Gak pake izin lagi!" Bentak Raina pada pelukan Ari.
Melihat Ari yang enggan menurunkan Raina, gadis itu menghela nafas dan melemaskan badannya.
"Anter ke kelas aja."
Ari tersenyum kecil mendengar Raina yang tidak lagi berontak. Segera Ari membawa Raina ke area kelas 10.
"Kelas kamu 10 apa?" Tanya Ari.
"IPS 5." Jawab Raina singkat, sembari berusaha menyembunyikan wajahnya dari sorot mata orang.
Sepanjang perjalanan, siswa-siswi terkejut. Pasalnya, sudah 2 kali Ari membopong Raina
Sampai akhirnya sampai juga mereka di depan kelas 10 IPS 5, kelas Raina. Seketika murid kelas dikejutkan oleh sang Ketua OSIS yang mengantarkan Raina sampai ke tempat duduknya. Apalagi, saat Ari berlutut dan meluruskan kaki Raina.
"Seharusnya kak Ari gak usah kayak gini ke gue." Ketus Raina.
Bukannya berterima kasih, justru kini Raina sangat ingin memaki sang Ketos. Kenapa juga Ari harus mengantarnya sampai ke dalam kelas?
"Kalo kaki kamu sakit, bilang ya!" jawab Ari pada Raina.
Setelah memastikan Raina nyaman dengan posisi kakinya, Ari melangkah pergi meninggalkan kelas 10 IPS 5.
"Ohh! Selain Bad Girl, ternyata lo itu cewek penggoda ya?" Sindir Bryan yang sekarang berdiri di depan bangku Raina.
"Maksud lo ngomong gitu apa sih? Supaya apa?! Ha?!"
"Hei! Cewek kayak lo itu..." Tunjuk Bryan pada Raina, namun terpotong karna seorang guru memasuki kelas mereka.
"Sial! Awas lo!"
***
Semua siswa merapikan buku dan satu persatu meninggalkan kelas saat bel pulang dibunyikan.
Raina berusaha bangkit dari duduknya.
Untung saja kakinya tak sesakit tadi, jadi dia bisa berjalan menuju gerbang tanpa bantuan orang lain.Setiap Raina melangkahkan kaki, selalu ada saja murid yang menatapnya. Entah karna penampilannya, jalannya yang pincang atau karena ia adalah gadis yang dibantu Ari.
Raina duduk menunggu jemputan. Dari kejauhan ia melihat Bryan menatap sinis padanya. Tidak hanya Bryan. Tapi 3 lelaki lain di samping Bryan pun ikut menatapnya tajam. Raina memalingkan wajah dan segera memasuki mobil yang sedari tadi ditunggunya.
Tidak membutuhkan waktu lama, sehingga kini Raina sudah sampai di dalam rumah dengan selamat.
Melihat keadaan Raina, seorang wanita dengan setelan jas menghampirinya.
"Rain? Muka kamu kenapa?" Tanya Mama Raina sambil memegang lembut pipi semata wayangnya itu.
"Gak kenapa-napa, Ma. Tadi jatoh." Jawab Raina sambil menepis lembut tangan Mamanya.
"Lebih baik sekarang Mama berangkat kerja, daripada telat dan bermasalah sama Klien Mama." Lanjut Raina tersenyum pahit, lalu pergi ke lantai atas menuju kamarnya.
Esoknya, Raina berangkat seperti biasa. Tidak mencoba untuk datang cepat, juga tidak mencari celah untuk terlambat.
Sialnya, lagi-lagi saat Raina ingin masuk ke dalam kelasnya, dia telah dihadang oleh Bryan.
Tidak, lelaki brengsek itu tidak sendiri. Kini Bryan bersama dengan 3 orang yang kemarin Raina lihat.
Di sebelah kiri Bryan ada Rizal yg memiliki wajah tampan, rambut berantakan, baju yang tidak rapi, menatap Raina dengan senyuman sinis.
Di sebelah Rizal ada Kevin yang memiliki wajah manis, penampilan tak beda dari Rizal dan Bryan yang berantakan. Dia tersenyum sambil bersedekap dada memandang Raina.
Dan terakhir, Hamids. Dia paling berbeda dari yang lain. Hamids menatap Raina dengan tajam dan ekspresi dingin. Seragam Hamids masih rapi. Tidak berantakan layaknya Rizal, Kevin dan juga Bryan.
"Ohh, jadi ini cewek brutal itu?" Tanya Kevin sambil mendekat dan memegang dagu Raina.
"Apaan sih! Minggir! Gue mau lewat!" Ucap Raina sambil menepis tangan Kevin.
Kevin hanya terkekeh kecil sambil mundur menyamaratakan tubuhnya dengan temannya yang lain.
"Lo jangan macem macem ya sama kita! Gue gak bakal terima kalo cewek kucel kayak lo itu cari masalah sama kita kita!" Bentak Rizal sambil menujuk kasar ke arah Raina.
Ini masih pagi, dan lagi-lagi Raina harus mengawalinya dengan orang-orang gila ini.
"Gue udah bilang, minggir!" Tegas Raina sekali lagi sembari berjalan dengan bahu menghantam lengan Bryan.
"Dasar cewek sinting!" Pekik Bryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Funny First Love [✓]
Teen FictionDia Raina. Seorang gadis dengan penampilan yang jauh dari kata anggun, harus berhadapan dengan empat orang lelaki brandalan yang tidak bosan-bosannya mengusik harinya. Belum lagi ia harus berurusan dengan Ketua OSIS dramatis yang membuat hari-hariny...