10 | Sesal

26 10 0
                                    


"Raina?"

Raina yang baru saja menenangkan diri tersentak kaget mendengar suara Bryan. Dan sekarang lelaki tersebut tengah berdiri menatap Raina.

Raina melemaskan badan, menatap Bryan lalu memalingkan wajah. Untuk apa Bryan kesini? Pertanyaan itu tiba - tiba muncul di pikiran dan benak Raina yang masih setia berusaha mengacuhkan lelaki yang nampak semakin lesu ini.

Bryan menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dengan hati-hati Bryan duduk di samping Raina. Baru saja Bryan ingin meraih tangan kiri Raina, gadis tersebut pergi, meninggalkan kelas. Meninggalkan Bryan yang tangannya tergantung.

Bryan menyesal. Menyesal telah mengikuti kemauan Hamids. Bryan kira semua tidak akan serumit ini. Tapi nyatanya? Sekarang Bryan merasa bodoh.

***

Hamids berada dalam kelasnya. Beberapa siswi setia memandanginya dengan senyum tipis yang berusaha disembunyikan, namun gagal. Sudah biasa bagi Hamids diperhatikan seperti itu. Toh, wajahnya memang tampan dan patut dikagumi.

Lembaran-lembaran kertas soal dan jawaban matematika berserakan di atas meja Hamids. Membuatnya frustasi dan juga lega karna PR-nya sudah selesai tanpa harus mengerjakannya di rumah.

Semenjak meminjamkan jaket pada Raina, Hamids selalu memikirkan gadis kucel yang seperti menjadi bom atom bagi sahabatnya Bryan itu.

Raina seakan menjadi auto focus baginya. Walau selalu tersirat di hatinya, 'Gimana sih gue bisa suka sama cewek kucel itu?! Dia kan jelek! Mukanya berminyak! Mirip sama ikan goreng buatan Kakek! Dan Raina kan gak bisa tampil rapi! Cewek brutal kayak gitu kok bisa jadi first love gue sih?? Dasar Hamids bego!'

Sebuah kalimat yang selalu saja terlintas di pikiran Hamids jika ia mengingat Raina.

Pada awalnya, Hamids memang tidak berniat sekolah di Indonesia. Karna sudah cukup banyak temannya di Belanda sana.

Namun, apa boleh buat? Jika Bryan pindah, semua pindah. Jika ia atau yang lain pindah, pasti mereka juga berusaha pindah agar tetap selalu berempat.

Sekarang meja Hamids sudah rapi, jam kosong membuatnya bosan setengah hari berada dalam kelas. Sebentar lagi bel pulang akan didengungkan. Waktunya berkemas dan berangkat ke kelas Bryan.

Sementara Kevin dan Rizal masih duduk berdua dan saling cuek. Kevin masih membaca buku Geografi Bryan yang mungkin sekarang dicari oleh pemiliknya.

Rizal sangat ingin mengajak Kevin mengobrol, namun takut salah dan Rizal selalu gengsi. Apalagi jika keadaan sudah seperti ini.

Rizal berdehem agar Kevin bisa menoleh padanya. Namun Kevin pura-pura cuek akan deheman dari Rizal. Merasa tidak direspon, Rizal berdehem-dehem dengan suara yang semakin tinggi hingga saat deheman terakhir ia tersedak dan terbatuk batuk.

Kevin yang tak tega, memutar bola mata seperti malas meladeni. Ia mengambil botol air mineral yang ada di sampingnya dan memberikannya pada Rizal. Senyum lebar terlukis pada wajah Rizal. Segera ia meneguk sisa air mineral dalam botol yang baru saja diberikan oleh Kevin.

Rizal menegakkan duduknya. Kevin melihat Rizal yang masih mengatur nafas, mungkin karna tersedak.

"Vin, sorry ya minuman lo gue abisin." Ucap Rizal seraya menepuk pundak kiri Kevin.

Kevin mengerutkan keningnya, menahan tawa, "Tenang, itu bukan minuman gue kok." Ucap Kevin seraya manggut-manggut dan tersenyum jahat.

Rizal lega Kevin tersenyum. Biasanya senyuman Kevin adalah hal yang paling ia benci. Namun sekarang senyuman gaib itu seakan menjadi simbol damai bagi mereka. Rizal baru menyadari sesuatu.

Funny First Love [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang