16 | Akan Selalu Ada, Katanya.

25 14 0
                                    

"Rain? Jangan nangis, gue ada buat lo. Gue bakal selalu ada buat lo."

Raina kembali ke rumah bersama Bryan. Selama di dalam taksi, tatapannya kosong. Dan kini Bryan tau semua karna ia mendengar semua.

"Lo pulang nanti aja. Biar diantar Pak Min. Masih maghrib. Gak enak sama yang muslim." Ucap Raina lembut.

Bryan mengangguk mengiyakan apa kata Raina. Gadis itu sangat terpukul. Bahkan kesedihan di wajahnya masih terlukis dengan jelas. Ternyata, keseharian Raina sangat sulit. Keluarganya terpecah. Dan sekarang, Bryan sadar.

Harusnya ia bersyukur mempunya Daddy dan Mommy yang sangat menyayanginya. Selama ini, Bryan tak pernah patuh hanya karena orang tuanya terlalu sibuk dengan bisnis. Setelah melihat perdebatan Raina dengan papanya, Bryan mulai menyadari orangtuanya pasti menyayanginya. Dan ini membuatnya merindukan kedua orang tuanya yang ada di Belanda.

"Bryan? Kok lo bengong sih?"

"Rain, gue rasa—lo gak seharusnya bersikap dingin ke nyokap lo. Gimana pun, beliau itu gak salah." Ucap Bryan terduduk di pinggir balkon dengan kaki menggantung.

Sejenak Raina termenung mendengar kata-kata dari Bryan. Perlahan, gadis itu menoleh ke arahnya.

"Gue tau ini salah, Yan. Tapi itu semua sakit. Lebih sakit dari semua rasa sakit yang pernah gue rasain. Benci itu masih ada. Gue kecewa sama Papa. Gue inget—waktu itu Mama gak ada usaha untuk nahan kepergian Papa." Ucap Raina memandang kosong ke depan.

Bryan menatap Raina lekat-lekat, "Lo harus tau. Gue gak pernah anggap ortu gue sayang sama gue. Alhasil, gue jadi brandalan kayak gini. Gue ngerasa hidup gue kacau. Dan gue bakal jalanin apa adanya gue sekarang. Sedangkan lo Rain? Nyokap lo udah jelas sayang sama lo. Harusnya lo percaya nyokap lo bisa jadi ayah dan ibu buat lo."

***

"Rain? Sudah pulang?"

Suara itu sangat familiar di telinga Rain. Segera gadis itu membalik tubuh. Menuruni tangga dengan perlahan menatap Mamanya yang berdiri kaku menanti jawaban anaknya.

"Kamu sudah makan malam sayang?"

"Ma, Rain ketemu Papa di taman." Ucap Raina dengan nada tercekat tak kuat menatap mata sang mama.

"Tapi—gimana? Papa bilang apa ke kamu?" Suara itu terdengar sangat lemah.

Sangat mirip dengan empat tahun lalu di saat Mama Raina tau Tante Auren yang setia menjadi sahabatnya pun mengkhianatinya.

"Papa bilang, Papa minta maaf. Tante Auren juga datang." Kini Raina telah menahan air matanya agar tidak tumpah, namun gagal.

"Rain, kamu baik-baik aja?"

Raina menggeleng kuat, manahan isak tangisnya yang seakan mau pecah, "Rain benci Papa."

Isak tangis Raina terpecah. Tak kuat lagi ia menahan air mata yang sangat percuma untuk ditahan ini. Mama Raina tak mampu berkata apapun. Luka yang dulu dirasakannya kembali lagi.

"Ma, Rain minta maaf." Suara Raina tercekat dan lirih bahkan hampir tak terdengar.

Senyum kaku dan air mata mewarnai wajah Mamanya. Dengan perlahan, Mama Raina memeluk putrinya lalu pelukan itu menjadi sangat erat dan air mata bertumpahan di sana.

***

Suasana rumah megah ini selalu sepi. Tak ada canda tawa, membuat Bryan kadang bosan tinggal di rumah Omanya. Oma Bryan selalu bersikap seperti biasanya, perhatian layaknya sang Mommy.

Funny First Love [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang