17 | Ungkapan Beruntun

25 16 0
                                    


Bel istirahat telah menghambur para penghuni SMA Garuda. Termasuk kelas 10 IPS 5 yang sekarang menjadi sangat sepi. Hanya ada seorang Raina Angelika Bramantyo di dalamnya. Sesekali Raina membolak-balik lembaran demi lembaran novel yang ada di pangkuannya dengan malas.

"Hai! Ayang Beb-nya Aa Kepin yang lagi baca novel!" Tiba-tiba Kevin datang dan berlari kecil ke arahnya, dan Raina hanya tersenyum tipis menanggapinya.

"Lo gak istirahat? Bryan mana?" Tanya Raina dengan mengangkat salah satu alisnya.

Seketika Kevin menipiskan senyumnya, namun tetap tersenyum menanggapi gadis bergelar 'cewek kucel' yang ada di hadapannya.

"Bryan di kantin. Ngapain lo nanya-nanya soal Bryan? Lo naksir dia, ya?" Tanya Kevin dengan nada menggoda dan senyum lebar yang berhasil melukiskan dua lesung pipi di kedua pipinya.

Terlihat semburat merah pada kedua pipi Raina, dan gadis itu tertawa dan berkata 'tidak'. Kevin merasa senang dapat melihat Raina tertawa lepas seperti ini. Walau di dalam hatinya masih ada sedikit keganjalan yang menanyakan 'Apa gue suka sama Raina?'

Baru saja Kevin merasa tentram berada dekat dengan Raina—hanya berdua dengan Raina, kini segerombolan manusia brandalan datang. Langkah mereka terlihat santai dan elegan dengan Bryan yang ada berjarak satu langkah di depan gengnya, mencerminkan sekali bahwa Bryan lah bos-nya.

"Hei Rain!" Kini Hamids menyapa Raina dengan senyum yang ia kulum.

Senyum itu tak lepas dari bibirnya. Raina merasa ada yang aneh dan tidak beres dengan empat brandalan ini. Semua, kecuali Kevin yang memang selalu bersikap aneh.

Raina mengangguk membalas senyuman Hamids dan tersenyum manis ke arahnya.
Namun pandangan Raina terhenti pada sepasang tatapan mata sayu dengan wajah terhias senyum tipis. Raina memandang dengan tatapan bersalah pada Rizal yang masih memaku di tempat yang sama.

"Raina—gue minta maaf." Ucap Rizal dengan perlahan dan senyum tulus membuat Raina masih kebingungan dengan sikap mereka berempat.

Tiba-tiba Kevin mendekatkan wajahnya pada telinga Raina dan membisikkan sesuatu, "Pulang sekolah, gue temuin lo di kelas." Itulah kalimat dari Kevin yang Raina dengar dan gadis itu hanya mengangguk ragu.


Raina menyandarkan punggung pada kepala kursi. Mengarahkan pandangannya pada Bryan yang masih diam membisu tak bersuara. Tak satu kata pun diucapkannya. Keadaan ini membuat Raina bingung.

"Ini—cuman perasaan gue atau memang kalian hari ini aneh, ya?" Tanya Raina curiga dan menatap empat brandalan yang ada di dekatnya secara bergantian.

Namun tak satu pun suara sebagai ungkapan jawaban yang Raina dengar dari mereka. Mereka hanya diam, tak bersuara dan saling menatap bergantian.

Baru saja Raina ingin mengutarakan sesuatu, dengungan bel membuat mereka harus kembali ke habitatnya masing-masing, kecuali Bryan yang habitatnya memang di kelas ini.

***

Keadaan kelas telah sepi kembali. Seperti hari-hari sebelumnya. Hanya Raina yang berada dalam kelas, dan bisa ditebak bahwa tak lama lagi sang empat brandalan pasti akan datang.

Seperti yang diduga, kini empat brandalan tersebut datang dengan sebuah orange juice yang ada di setiap genggaman mereka. Kecuali Hamids, ia selalu membeli cappucino, dan sekarang lelaki bername tag 'Hamids Ealmi Dava' telah membawa dua cappucino dan berjalan ke arah Raina lalu memberikan cappucino dari tangan kanannya untuk gadis tersebut.

Senyum lebar tersembunyi di balik hati Raina. Di balik sifat dingin Hamids, lelaki itu menyenangkan.

Hamids tersenyum tipis, sangat tipis bahkan sulit disadari bahwa lelaki itu sedang tersenyum. Raina tersenyum tulus lalu mengucapkan terimakasih yang dibalas Hamids dengan anggukan.

Bryan bergelayut dengan pikirannya sembari menatap senyum tipis Raina, tanpa sadar ia ikut tersenyum karenanya.

'Apa gue udah suka sama lo? Gimana kalo gue gak bisa kembali lagi ke sini? Gimana kalo pas gue kembali—lo udah jadian sama Ari?'

***

"Hai Rain! Maaf udah bikin lo nunggu." Sapa hangat Kevin, lalu menghampiri Raina dengan senyum yang selalu sama.

Gadis itu mengangguk, "Kenapa Vin? Tumben ngajak ngobrol gini."

"Raina, gue mau jujur." Ujar Kevin seraya meraih tangan Raina lalu menggenggamnya.

Kevin melanjutkan kalimatnya, "Gak tau sejak kapan perasaan ini muncul. Tapi gue suka sama lo, lo udah berhasil jadi first love gue. Dan gue kepengen lo paham, perasaan gue ke elo gak sebercanda yang gue tunjukin ke elo. Gue cuma pengen lo tau—gue suka sama lo."

Raina merasa dadanya seakan sesak setelah mendengar ucapan Kevin yang seserius itu. Pasalnya, lelaki itu kerap menunjukkan sisi kekanakannya.

"Kevin?"

Perlahan Kevin melepas genggemannya pada tangan Raina. Sementara gadis itu masih merasa aneh dengan sikap Kevin yang memang tak pernah bisa serius.

Sejenak, Kevin menatap mata Raina lekat-lekat , tersenyum tulus lalu melangkahkan kaki meninggalkan Raina yang masih terduduk kaku dengan nafas tak teratur dan kepala yang tiba-tiba menjadi pening tak karuan.

Sudah sepuluh menit semenjak Kevin pergi, Raina melangkahkan kaki dengan berat menuju pintu kelas. Semua dalam pandangan Raina seakan kabur, beban pikiran tentang Rizal dan Kevin telah memenuhi otaknya.

Sesaat kemudian, badannya mulai limbun dan terjatuh. Sementara pandangannya menjadi sangat tak jelas. Terakhir ia menangkap bayangan laki-laki yang berlari ke arahnya. Namun bayangan itu sangat tidak jelas, dan semua menjadi gelap.

***

Aroma khas dari minyak kayu putih merasuk kedalam hidung Raina. Perlahan gadis itu membuka matanya dan sedikit demi sedikit pandangannya menjadi jelas. Ia terbangun di ruangan yang sangat familiar dengannya, yaitu kamarnya sendiri. Tapi siapa lelaki yang menyelamatkannya dan membawanya pulang?

Pandangan Raina mengedar ke seluruh sudut kamar. Dan tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan masuklah lelaki dengan seragam khas SMA Garuda. Mata Raina membelak, "Bryan?"

"Raina? Lo udah bangun?" Tanya lelaki itu dengan gugup dan terlihat sekali gambaran khawatir di wajahnya.

Seketika itu mata Raina mengerjap, menyadari kini Hamids lah yang berdiri di ambang pintu. Bukan Bryan.

"Mids? Maaf. Gue kira lo Bryan." Ucap Raina dengan nada sesal, dan Hamids tersenyum tulus menanggapinya.

"Gue takut lo kenapa-napa." Ucap Hamids berjalan ke arah Raina lalu duduk di tepi ranjang gadis tersebut.

"Thank, Mids."

Hamids hanya tersenyum dan mengangguk kecil menjawab ucapan Raina.

"Raina?"

"Iya?" Sahut gadis itu dengan mengangkat alisnya.

Terlihat Hamids menarik nafasnya perlahan dan menghembuskannya berat, "Setelah besok lusa ataupun hari selanjutnya, gue gak yakin bisa ngungkapin ini apa enggak ke elo. Gue cuma pengen ngasih tau kalo gue—suka sama lo."

Raina tercengang. Hari ini—ungkapan beruntun menhujaninya. Rizal, Kevin, dan kini Hamids.













- BERSAMBUNG -

Funny First Love [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang