Hamids duduk santai di sebuah cafe bernama Ealmi Cafe yang bernuansa klasik modern. Cafe yang dikelola Kakek Hamids sejak 20 tahun lalu.
"Mids? Kenapa? Sakit?" Tanya Kakeknya pada Hamids, membuat Hamids menoleh dengan muka lesu ke arah kakeknya.
Bukan tanpa alasan, Hamids memang kini terlihat lesu dan tidak bersemangat.
Hamids menggeleng pelan, "Enggak, Kek. Hamids cuman lagi pusing aja."
Kakek Hamids mengusap kepala dan tersenyum ke arahnya, membuat Hamids mengerutkan keningnya dan menatap aneh ke arah kakeknya.
"Kamu naksir cewek ya?"
"Kakek apaan sih? Ya enggak lah, Kek. Apalagi sama dia yang—"
"Tuhh kan? Cucu Kakek udah besar ternyata."
"Ahh Kakek, apaan sih? Udah, Hamids mau pulang aja. Hamids ngantuk mau tidur." Ucap Hamids meninggalkan kakeknya yang terkekeh kecil.
***
Sinar mentari menyilaukan pandangan Raina pagi ini. Ia segera mandi dan merapikan diri. Rapi? Pahamilah maksud kata 'rapi' untuk Raina.
Pandangan Raina tertuju pada kotak panjang yang ia simpan dalam lemari bagian bawah. Dibukanya kotak tersebut, terlihat 12 koleksi pisau miliknya. Apakah hari ini ia harus membawa benda tajam tersebut?
"Gak usah kali ya?" Gumam Raina sembari menutup kembali kotak tersebut.
Raina pikir, sepertinya ia tidak perlu lagi membawa senjata tajam. Mengingat beberapa bulan terakhir pun sudah tidak ada yang menyerangnya.
***
Raina sudah duduk manis di kursi singgasananya. Melihat keadaan kelas yang sepi, lebih sepi saat menyadari bahwa tak ada yang mau mengajaknya berbincang.
Raina hanya diam, membaca sebuah novel yang kembali ia pinjam dari Ari. Baru beberapa menit ia merasa aman, empat makhluk astral tersebut datang. Dengan gaya sok keren membuat Raina mengangkat salah satu alisnya lalu membuang nafas asal.
Mereka terlihat seperti biasanya. Tampan, keren, berkarisma. Tiga kata itu seakan menyelimuti dan menutupi sifat bengis mereka saat membully orang.
Kevin menebarkan senyum selebar-lebarnya kepada siswi yang ada di kelas. Namun para siswi itu malah kabur keluar dari kelas.
Seperti itulah kelas ini. Murid tidak ada yang mau masuk jika empat brandalan ini masih berada dalam kelas. Kevin memasang wajah datar setelah ia melihat siswi siswi yang ia senyumi malah kabur melihatnya.
"Kok mereka ngehindar ya? Emang muka gue serem? Bryan, gue masih ganteng kan?" Ucap Kevin dengan nada melas.
"IYA!! Lo ganteng Vin, kayak kambing!" Sahut Rizal disertai tawa yang nyaring.
"Muka lo tuh yang kayak Valak! Gak akan ada cewek yang bakal naksir sama lo! Muka lo tuh udah serem, gak pernah senyum pula!" Balas Kevin dengan tawa terpingkal-pingkal. Membuat Rizal diam, sebal.
"Kalian berdua bisa diem gak sih? Kevin nanya ke Bryan. Bukan ke elo Zal!" Ujar Hamids dengan nada datar dan berlalu pergi meninggalkan kelas Bryan.
Bryan merasa ada yang aneh dengan Hamids. Tak biasanya Hamids begini. Secuek-cueknya Hamids, tidak pernah Hamids sedingin ini dengan sahabatnya.
"Yan! Hamids kenapa? Dia kayak cewek PMS sumpah, jutek amat!" Timpal Kevin pada Bryan yang masih berdiri di samping Rizal.
Bryan mengacuhkan Kevin dan langsung duduk di kursinya. Kevin yang diacuhkan langsung memasang wajah cemberut.
Rizal, "Gak usah cemberut deh lo!! Nanti gak ada lagi kambing yang naksir sama lo"
KAMU SEDANG MEMBACA
Funny First Love [✓]
Teen FictionDia Raina. Seorang gadis dengan penampilan yang jauh dari kata anggun, harus berhadapan dengan empat orang lelaki brandalan yang tidak bosan-bosannya mengusik harinya. Belum lagi ia harus berurusan dengan Ketua OSIS dramatis yang membuat hari-hariny...