Minggu berikutnya, Mikasa masih terus meminta Levi untuk mengantarkannya pulang. Sejujurnya Levi sudah mulai terbiasa dengan tumpangan di belakangnya, lagi pula jika ia menolak pasti Mikasa akan mengadukannya pada Kenny.
Kali ini Mikasa tengah terduduk di hadapannya, ia menerobos pintu kelasnya saat jam istirahat berlangsung.
Levi menatapnya malas, apa yang akan gadis ini lakukan lagi. Selama ia bad mood dan sebagainya, ia hanya melampiaskannya pada Levi, kadang kala Levi kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
"A-"
"Shuttt" Mikasa menempelkan jari telunjuknya pada bibir Levi
"Aku tidak akan membicarakannya" Tungkasnya
Levi mengerti, ia tidak melanjutkan ucapannya melainkan mengambil buku paket di hadapannya. Ia tidak bisa pergi ke kantin bersama Erwin dan Hanji seperti biasanya.
Levi masih menatap wanita di hadapannya, ia terduduk lesu diatas kursi milik Hanji. Kemudian gadis itu melipatkan kedua tangannya dan membenamkan kepalanya disana.
Levi kembali menarik nafasnya, kemudian tangannya menjamah gumpalan rambut di hadapannya. Levi mengelus pelan pucuk rambut Mikasa.
Sedangkan Mikasa masih terus membenamkan kepalanya, terhanyut di dalamnya, mungkin saja ia terlalu terbawa perasaan.
"Well... Well... Ini" Rupanya Hanji dan Erwin sudah kembali
"Terima kasih" Ucap Levi, Hanji tidak lupa membelikan greentea favoritnya
"Dia tertidur?" Tanya Erwin
Levi mengangkat bahunya tanda tidak tahu, kemudian ia mulai menyeruput teh nya.
"Kalo begitu biar aku gantikan tugasmu" Tangan Erwin tampak ingin menjamah kepala Mikasa setelahnya
Tapi sang empunya lebih dulu terbangun disana, gagal sudah misi yang Erwin rencanakan. "Kau terlalu cepat bangun, Mikasa" Ucap Erwin lesu
"Hm?" Mikasa tampak kebingungan
"Ngomong-ngomong, kau bocah kelas mana?" Tanya Hanji
"MIPA 3" Jawab Mikasa
"Hoh benar, tentu saja kau adik tingkat kami"
"Imoutou" Ujar Erwin
Mikasa terganggu dengan tatapan Erwin, lalu ia memutuskan untuk pergi dari sana secepatnya.
"Eh? Mau kemana?" Tanya Erwin, namun Mikasa tidak menggubrisnya
Levi kembali menyeruput tehnya, "Kau menakutinya... Srtttt..."
"Hee benarkah itu?"
"Tatapanmu seperti om-om cabul, kau tahu itu" Ucap Hanji
"Menurutku, aku cukup tampan" Jelas Erwin sembari merapikan beberapa helai rambutnya
"Oh tuhan..."
Kemudian Levi beranjak dari kursinya, "Mau kemana?" Tanya Hanji
"Toilet"
~~~
Di sisi lain, seorang gadis bersurai coklat muda dengan mata hazelnutnya tengah bersusah payah membersihkan sisa cat air pada kuas lukisnya.
"Yaampun kenapa sulit sekali, ayah bilang cat ini tidak akan menempel"
Gadis itu masih terus mencoba mencuci kuasnya, namun yang ia dapati adalah warna kuasnya yang berubah menjadi merah karena cat warnanya.
"Astaga... Apa aku harus membeli kuas baru lagi? Dan juga, cat warna ini menyebalkan!"
Setelah cukup keras berusaha namun tidak ada hasil sama sekali, gadis itu nampak kesal dan mengibas-ngibaskan kuasnya ke sembarang tempat.
Namun tetesan air dari cat tersebut tidak sengaja terciprat pada seorang lelaki yang tengah berjalan di belakangnya.
Lelaki itu terdiam, mendapati baju seragamnya yang terkena cipratan cat berwarna merah, ia terus memandangi kemeja putihnya, hingga akhirnya lelaki itu menatap dalang dibalik semuanya.
"Ternyata seragam sekolah juga multifungsi"
Gadis itu terkejut, ia merasa bodoh atas apa yang telah ia lakukan, sikap kekanak-kanakannya telah benar-benar mencelakainya.
"Sumimasen... Maafkan aku... Levi-san" Ucap gadis itu setelah melihat name tag yang terpampang jelas pada dada sebelah kiri lelaki tersebut
Levi masih menatap gadis di hadapannya, entah apa yang harus ia lakukan selanjutnya yang jelas kini baju seragamnya telah ternodai oleh cat berwarna merah.
"Aku tidak suka dengan noda merah ini" Ujar Levi
"B... Biar aku bersihkan, sementara itu kau bisa menggunakan kaos olahragaku" Ucap gadis tersebut
"Tidak perlu"
"Aku mohon... Aku merasa tidak enak" Gadis itu kembali membungkuk, ia menggigit bibir bawahnya tanda ketakutan
"Huft... Baiklah"
Kemudian keduanya pergi menuju toilet, gadis itu berniat mencuci sisa cat yang menempel pada baju Levi.
Levi mulai membuka kancing kemejanya satu persatu, "Eh! Apa yang kau lakukan!" Gadis itu tampak menutupi wajahnya yang mulai kemerahan
"Baka... Kalau tidak di lepas bagaimana caramu mencuci bajuku?"
"Ah iya benar juga..." Kemudian gadis itu membalikan badannya menghadap wastafel di depannya
Setelah selesai membuka kancing bajunya, Levi menaruhnya pada bahu gadis tersebut. "Aku tidak akan melihat ke belakang, tenang saja" Ujar gadis tersebut
Kemudian gadis itu mulai mencuci seragam miliknya, "Kenapa wajahmu merah begitu?" Tanya Levi
"Apa maksudmu? Wajahku tidak merah" Bodoh sekali, di depan wastafel itu terdapat cermin besar, tentu saja Levi dapat melihatnya, melihat wajah gusar dan merah milik gadis tersebut, ia mungkin ketakutan jika saja catnya tidak pudar setelah ia cuci.
Setelah selesai mencuci, gadis itu tampak bersyukur karena warna catnya sudah hilang, kemudian ia berniat menggantungkan kemeja milik Levi di depan ruangan uks.
Gadis itu membalikan badannya sembari menutup matanya dengan tangan kirinya, "Aku akan mengeringkannya di depan ruang uks, kemudian aku akan mengambil kaos olahragaku jadi tunggulah sebentar"
"Kenapa kau menutup matamu?"
"Kau gila? Bagaimana bisa aku melihat lelaki yang tak ku kenal bertelanjang dada di hadapanku"
Kemudian Levi menarik tangan kiri gadis itu, memaksa gadis itu untuk melihat dirinya saat ini, "Kya! Mesum!" Namun setelah itu, gadis bermata hazel tersebut terdiam dan menatap Levi tajam
"Kenapa tidak bilang kalau kau menggunakan kaos lagi!" Gadis itu tampak kesal
"Kau yang bodoh, sudah ku bilang kan tidak perlu"
"Huh! Aku akan menaruhnya di depan uks! Kau kembali saja ke kelas!" Gadis itu melangkah keluar dari sana
"Oi! Siapa namamu?"
"Petra! Bodoh!"
"Ya! Kau memang bodoh!"
Up pagi-pagi sambil dengerin hujan turun seru juga ya~ gais ini dia chapter 2~ see u next chapt! Tetap jaga kesehatan yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
It's My First Love [END]
FanfictionLevi Ackerman, jangan tanyakan hal-hal bodoh padanya. Jangan juga membebankan sesuatu padanya, ia manusia yang mudah kerepotan. Ia sering di cap karena sikap absolut dan otoriternya. Hingga akhirnya datanglah seseorang, memecahkan dinding es dianta...