PERHATIAN

19 2 0
                                    

Mita menoleh menatap Bara, bagaimana pria ini bisa menebak kalau dirinya punya maksud tertentu? Seperti cenayang saja.

"That's right! Emang gue ada maksud dekatin lo." Mita menjeda ucapannya, melihat wajah Bara yang menanggapinya dengan datar. "Maksud gue dekatin lo itu, gue mau jadi pacar lo."

Tak ada raut terkejut di wajah Bara. Membuat Mita terus meneliti wajah pria ini.  Setidaknya, ada gitu raut ekspresi yang terpancar, tapi Bara tidak memperlihatkannya. Jago sekali pria ini mengatur emosinya.

Tiba-tiba Bara bangkit, dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Lalu dia melangkah ingin pergi, namun Mita langsung bangkit dan menahan tangannya.

"Mau kemana?" bingung Mita.

"Pulang." Singkat, padat, dan jelas. Langsung nancap ke hati.

"Jadi lo mau ninggalin gue gitu?"

"Kalau lo gak mau ditinggalin, ya ayo ikut."

"Ih! Lo juga belum nanggapi ucapan gue tadi, malah langsung pulang aja." cicit Mita tak terima. Padahal dia sudah menahan malu.

"E—eh,Bara tunggu!"

Memang pria itu keterlaluan, dia malah langsung pergi meninggalkan Mita. Melihat itu Mita juga menyusul langkah Bara yang lebih besar darinya. Dia tidak mau ditinggal sendirian, apa kata orang melihat cewek secantik dia ditinggali begitu saja.

☁☁☁

Tak terasa hari ini sudah hari kelima Mita menjalankan taruhannya, tapi dia tak kunjung mendapatkan kemajuan. Mungkin jika prianya bukan Bara, taruhannya sudah selesai. Mengingat Mita itu cantik, pasti semua pria mau sama dia, ya kecuali Bara.

Mita sampai stres memikirkan bagaimana lagi caranya untuk mendapatkan hati seorang pria ketus, Bara Aldair Rafarti.

"Aww!"

"Ceroboh banget sih gue?" cicit Mita.

Ini pasti gara-gara dia sibuk mencari cara supaya bisa mendapatkan hati Bara, sampai-sampai dia tidak memperhatikan jalan dan terjatuh dari tangga seperti ini.

Memang tak tinggi, hanya dua tingkat saja jatuhnya. Mita tidak tahu apa yang terjadi jika dia jatuh dari yang lebih tinggi lagi. Apa dia akan geger otak? Atau amnesia? Duh, memikirkannya saja sudah membuat bulu kuduk merinding.

Mita melihat lututnya yang berdarah. Dia tidak masalah dengan darahnya karena baginya ini tidak begitu sakit, tapi yang jadi masalahnya adalah nanti kalau berbekas bagaimana? Dia tidak mau tubuhnya sedikit saja ada bekas hitamnya.

"Kenapa?"

Spontan Mita yang terduduk pun mendongakkan kepalanya, melihat ke sumber suara.

"Apanya?" tanyanya balik. Mita sampai merutuki mulutnya yang bodoh ini.

"Kenapa lo duduk di sini?" jelas orang yang tak lain adalah Bara.

"Kekurangan bangku lo Mit? Atau bangkunya gak mau lo dudukin?" ujar Bimo, yang mana dia sedang berjalan berdua bersama Bara.

"Diem lo!" ancam Mita pelan.

Mita bangkit dengan gerakan yang cepat, membuat luka dilututnya menjadi perih. Spontan dia memegang lengan Bara sambil meringis kesakitan.

BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang