"Serius banget, ngomongin apaan sih?" dumel Mita.
Mereka tampak terlihat serius dan khawatir, membuat rasa kekepoan Mita bertambah. Ingin sekali rasanya Mita menguping, tapi dia mager untuk berjalan dengan kondisi pinggangnya yang masih sakit.
Lalu tak lama kemudian, Bara melangkah mendekati Mita. Juga dengan teman-temannya yang berjalan menuju motor mereka masing-masing.
"Lo bisa pulang sendiri, kan?" tanya Bara, membuat kerutan didahi Mita.
"Gue ada urusan penting, jadi gak bisa ngantar lo." sambung Bara menjelaskan.
"Php banget. Tadi aja nyuruh gue pulang sama lo, sekarang disuruh pulang sendiri." omel Mita kesal.
Dan mau tak mau Mita berjalan dengan tangan yang memegang pinggangnya. Mita keluar dari gerbang sekolah dan menunggu taksi yang lewat. Untung saja ada taksi yang datang, jadi Mita tidak perlu menunggu terlalu lama.
Setelah taksinya berjalan, Mita melihat Bara dan gengnya melaju melewati taksi yang ditumpanginya. Mita sangat kesal dengan pria itu, bisa-bisanya dia menelantarkan dirinya seperti ini.
"Pak, ikuti motor itu ya." pinta Mita pada Pak supir.
☁☁☁
"Ngapain mereka ke rumah sakit?" bingung Mita bertanya pada dirinya sendiri.
Mita memang pengintil yang handal. Dengan mengikuti orang-orang secara diam-diam, dia sudah mendapatkan banyak informasi. Ini memang perbuatan yang tidak baik, tapi ini juga tidak asing dengan Mita yang memang berprilaku jahat.
Mita melihat Bara dan yang lainnya masuk ke dalam rumah sakit yang sekarang ada dihadapannya.
"Pak, tunggu sebentar ya." Mita pun keluar dari taksinya dan mengikuti Bara.
Mita mengindip-ngindip, berusaha agar tidak ketahuan. Jika ketahuan, bisa bahaya hubungannya dengan Bara. Dia kan belum memenangkan taruhannya, jadi dia masih membutuhkan Bara.
Mereka berhenti di depan ruangan, lalu Bara mengetuk pintu ruangan tersebut. Sedangkan Mita, dia bersembunyi di balik tembok yang tidak jauh dari keberadaan Bara.
Bara dan teman-temannya masuk ke dalam ruangan itu. Mita memastikan keadaan sekitar, dia mau mendekat ke ruangan itu.
"Aman." gumam Mita pelan setelah memastikan.
Mita berhenti tepat di pintu ruangan tersebut. Dia tidak bisa melihat kondisi di dalam, tapi setidaknya dia bisa mendengar pembicaraan mereka.
"Dimas..." lirih Mama Dimas.
"Tante, Dimas tidak apa-apa kan?"
"Bara, Dimas sudah tidak ada." jawab Mama Dimas dengan isak tangis yang tak kunjung berhenti.
"Gak mungkin, gak!" Bara mengacak rambutnya, frustasi.
Aldo berusaha menenangkan Bara, tapi tenaga Bara begitu besar. Bara memukul dinding berkali-kali, membuat tangannya berdarah. Dia tidak memperdulikan lukanya, dia malah terus menyalahkan dirinya atas apa yang dialami oleh Dimas.
Yang ada dipikiran Bara, andai saja waktu itu dia tidak meninggalkan Dimas. Mereka memang berpisah di tengah jalan karena Dimas yang ingin singgah dulu untuk membeli pesanan Mamanya. Dan Bara menyesal, mungkin jika kemarin dia ikut bersama Dimas, Dimas tidak mungkin meninggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARA
Novela JuvenilFOLLOW DULU SEBELUM BACA, AND VOTE CERITANYA. UP SESUAI MOOD AUTHOR, HEHE SORRY. "Nanti gue ngambek nih!" -Mita "Sumpah, gue gak peduli." -Bara Mita Altania. Gadis nakal dan tukang bully. Dia tak punya malu, dan sering berperilaku seenaknya. Jika...