temu empat belas

2.1K 278 27
                                    

[] 14. Day—7; jealous  []




"Orlando, masih ingat rumah kamu?"

Suara bariton yang tidak pernah ingin Jendral dengar lagi malah kini terdengar lantang dan menyebalkan. Ia berhenti melangkah namun tidak menoleh sedikitpun.

"Anda peduli tentang saya ingat atau tidak?" tanya Jendral datar.

Padahal dia sudah mengumpulkan kemauan untuk menginjakkan kaki ke rumah ini lagi.

"Tatap mata saya kalau bicara, Orlando!" Pria paruh baya itu berteriak tidak terima.

Pada akhirnya Jendral membalikkan badannya sepenuhnya. Berdecih saat melihat sesosok wanita yang tengah bergelayut manja di lengan pria yang mengajaknya bicara.

"Apa?"

"Kemana saja kamu hah?!"

"Siapa Anda? Penting untuk saya beritahu?"

Pria paruh baya itu berdiri kemudian menunjuk Jendral dengan marah.

"SAYA AYAH KAMU ORLANDO!"

"Ayah? Ayah mana yang hanya memberikan uang tanpa kasih sayang? Ayah mana yang tidak peduli anaknya hidup dengan baik atau tidak? Anda bukan Ayah saya sejak memilih bercerai dengan Bunda, lalu berpaling ke jalang itu."

Jendral menatap malas pada wanita yang meringkuk takut di belakang ayahnya.

"JAGA UCAPAN KAMU ORLANDO!" bentaknya seraya menampar pipi kiri Jendral sampai menghasilkan bunyi yang memekakkan telinga.

Namun, Jendral hanya tersenyum miring. Tidak peduli dengan darah yang mengalir dari sudut bibirnya.

"Seharusnya sejak awal saya ikut Bunda. Bukan menuruti perintah Anda yang meminta saya untuk tetap di sini."

Setelahnya Jendral melenggang pergi. Tujuannya ke sini hanya mengambil barang yang tertinggal. Namun, malah harus berurusan dengan ayahnya untuk ke sekian kali.

Sementara di sisi lain, pria paruh baya itu menatap sendu pada tangannya. Kemudian berucap lirih.

"Maafkan Ayah, Jendral."

.
.
.

Garis wajah tegang Jendral sudah memudar digantikan dengan sebuah senyum tipis yang terbentuk lebar.

"Jemput aku 'kan?"

"Iya Sayang."

"Boleh minta pake mobil aja nggak?" tanya Karina ragu.

"Boleh. Emang kenapa?"

Jendral mampu mendengar bahwa gadisnya mencebik. Sudah dapat ia bayangkan jika Karina tengah mengerucutkan bibir karena kesal.

"Aku bawa banyak barang buat hias kelas sama kerja bakti nanti. Berat ...."

Ya Tuhan. Rasa-rasanya Jendral ingin segera mendekap erat gadis itu saat mendengarnya merengek. Karina dan segala perilakunya terlalu menggemaskan bagi Jendral.

"Iya, nanti aku bantu bawain juga ke kelas."

"Makasih Jenoooo!"

Jendral terkekeh kemudian mengangguk-angguk.

"Sama-sama Sayangnya Jeno. Oh ya Na, tadi malem liat bintang nggak?" tanya Jendral tiba-tiba.

"Liat sebentar pas mau nutup pintu balkon. Kenapa?"

"Oh berarti rindunya udah tersampaikan. Soalnya aku nitip rindu ke kamu lewat bintang."

.
.
.

RENDEZVOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang