temu dua puluh

2.4K 260 33
                                    

Warning : INI DRAMA BANGET!!!!
Jadi maaf kalo membosankan 🙏

[] 2O. Kembali? []








"Bang, adek masih nggak mau keluar?" tanya Mama yang tengah menaruh piring berisi lauk ke atas meja makan.

Javaz menggeleng lesu. "Belum, Ma."

Mendengarnya wanita itu menghela napas khawatir. Sedari pulang sekolah kemarin, putri bungsunya itu belum kunjung keluar. Ia paham betul, Karina adalah sosok yang kuat, namun sekali sedih dia akan berduka dalam waktu yang lama. Mengurung diri tanpa peduli dengan yang lain.

"Anterin makanan ini ke kamarnya ya. Dia nggak usah sekolah dulu hari ini, ya Bang," kata Mama seraya menyodorkan nampan berisi sepiring nasi dengan lauk pauknya serta segelas susu hangat.

Javaz mengangguk lalu menerimanya. Bergegas menuju kamar adiknya yang sejak kemarin dikunci dari dalam. Sampai-sampai ia tak sempat memberikan titipan dari Jendral tadi malam.

Ia lalu mengetuk pintu sembari menyerukan nama Karina berkali-kali.

"Bukain pintunya Dek, ini Abang," ucap Javaz. Lalu beberapa detik setelahnya kenop pintu kamar terputar, dan pintu terbuka.

"Kenapa?"

Javaz menatap adiknya penuh prihatin. Wajah ayu Karina kini tampak sayu dengan mata sembab dengan jejak-jejak air mata yang masih tersisa di kedua pipi. Tangannya lalu terulur menepuk-nepuk puncak kepala gadis itu dengan satu tangan yang tidak memegang nampan.

"Abang taruh ini dulu ya?" Javaz menunjuk nampan di tangannya.

Karina mengangguk kecil, mempersilakan kakaknya masuk. Setelah Javaz meletakkan nampan di meja yang ada, ia berbalik.

"Abang tau kamu udah gede. Tapi kalo kamu mau nangis di depan Abang sambil ceritain semua uneg-uneg kamu, ya nggak papa. Di mata Abang, kamu masih adik kecil Abang," ujar Javaz, Karina akhirnya mendongak setelah berlama-lama menunduk.

Kedua netranya basah lagi, menitikkan air mata untuk ke sekian kali. Dengan cepat ia mendekap tubuh kakaknya, terisak di sana.

"Abang ...."

Javaz menepuk punggung adiknya berkali-kali, menenangkan.

"Adek sayang Jeno, Bang. T-tapi kenapa Jeno sakitin Adek?" tanya Karina meraung.

"Jatuh cinta emang nggak melulu tentang bahagia, Karina. Ada fasenya kamu rasain apa itu patah hati. Tapi semuanya punya alasan. Kamu udah coba dengerin penjelasan dari Jendral?"

Karina menggeleng. Mana sempat ia mendengarkan penjelasan Jendral, jika setelah memutuskan sambungan nomor Jendral langsung ia blokir.

Dia tidak sanggup kalau-kalau Jendral ternyata mengiyakan ajakan putusnya dengan senang hati. Atau jika Jendral mengatakan, Karina memang sudah tidak berarti apa-apa.

"Abang tau kamu sakit hati. Tapi, siapa yang tau kalau ternyata kamu cuma salah paham?" Karina diam dengan napas yang masih terputus-putus.

"Segala sesuatu nggak bisa dilihat dari satu arah aja Karina. Kadang yang kamu yakini benar, belum tentu memang itu kebenarannya."

"Karena setiap orang bisa jadi antagonis atau protagonis tergantung sudut pandang seseorang," pungkasnya.

Kakaknya benar. Namun, hatinya masih terlalu begitu rapuh, untuk mencari tahu atau mencari penjelasan. Dia masih belum siap bertemu dengan Jendral lagi.

Javaz melepaskan pelukan, kemudian menangkup wajah Karina dengan kedua tangan. Sesekali ibu jarinya mengusap air mata yang masih membekas.

"Tau nggak? Kemarin malem Jendral ke sini, bawain sate taichan kesukaan kamu," kata Javaz.

RENDEZVOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang