temu lima belas

2.1K 268 29
                                    

[] 15. Day—8; confession []












Jendral bersedekap dada dengan menyenderkan punggungnya pada tembok. Menghentakkan kakinya ringan berkali-kali. Kadang-kadang tersenyum tipis saat ada yang menyapa.

Menunggu gadis kesayangannya keluar dari kelas. Ia memang memilih menunggunya di depan kelas agar dapat berjalan bersama menuju parkiran.

"Duh pangerannya udah jemput tuh."

"Ish, apa sih?!"

"Cie Karina malu-malu kambing."

"Bacot dih kalian," cecar Karina.

Jendral langsung menoleh saat mendengar suara kekasihnya. Senyumnya mengembang saat mendapati gadisnya tengah diledek oleh Ife dan Amy. Senyumnya tambah lebar ketika Karina menghampirinya dengan malu-malu.

Dengan segera mengambil sebelah tangan Karina untuk akhirnya digenggam erat.

"Duluan ya," pamit Jendral tersenyum manis, lalu melangkah pergi.

"IYA KAK, ITU TUAN PUTRINYA DIJAGAIN JANGAN SAMPE LECET!"

"SIAP!"

"Bacot banget," cecar gadis di sebelahnya.

"Kenapa sih, Yang?" tanya Jendral heran. Entah mengapa nada suara kekasihnya terdengar sebal.

Karina mengedikkan bahu. "Sana tuh pulang sama Ife atau Amy aja." Ia hendak melepaskan tautan tangannya namun Jendral sudah lebih dulu mempererat tautan itu.

"Hah?" Jendral melongo. Masih belum paham. Namun, detik berikutnya ia langsung tersenyum kembali.

"Astaghfirullah Yang. Sekarang giliran kamu yang cemburu? Aku cuma senyumin mereka loh?"

"Aku nggak cemburu ya!"

Tapi cemburu banget. Inginnya sih bilang pada Jendral jika senyuman manis itu harusnya ditujukan kepadanya saja. Namun, ia terlalu malu, gengsi juga.

Jendral menghentikan langkah, lagipula mereka sudah sampai di samping mobilnya. Kemudian kedua tangannya menangkup wajah kecil milik Karina dengan lembut. Senyumnya lagi-lagi terulas. Senyum yang selalu menjadi candu bagi Karina.

"Aku suka kamu cemburu. Tapi lain kali nggak usah cemburu-cemburu lagi ya? Buat apa juga, hatiku cuma satu dan itu buat kamu doang, Nana."

"Gombal dih!" cibir Karina.

Langkah pertama menutupi salah tingkah adalah pura-pura kesal. Dan Karina melakukan metode itu.

Jendral tertawa. "Ngejek tapi mukanya udah merona kek gitu."

Karina reflek menutup wajahnya sendiri. "Jeno ih!"



.
.
.




"Mau kemana?"

Javaz yang begadang tadi malam masih betah bertahan di depan televisi ruang keluarga itu bingung melihat adiknya yang tengah menuruni tangga. Masih jam lima pagi, namun Karina sudah terburu-buru menuju dapur.

"Mau sarapan."

"Sinting kamu? Masih jam lima Dek, Mama belum masak anjir," ujar Javaz.

Karina lalu menoleh dan setelahnya cengengesan. Bahkan baru sadar jika masih jam lima. Matahari saja belum menampakkan dirinya.

"Hehe, nggak liat jam tadi."

Javaz menggelengkan kepalanya. Kemudian memicingkan matanya curiga. Di hari libur ini, untuk apa adiknya sudah rapi dan terlihat terburu-buru.

RENDEZVOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang