temu tujuh belas

2.1K 256 20
                                    

[] 17. Day—1O; mine []







Waktu memang berjalan begitu cepat. Bahkan hari Senin sudah datang lagi. Jika bagi orang lain hari Senin itu menyebalkan, maka bagi Karina itu adalah hal yang paling, amat, dan sangat menyebalkan.

Ceramah kepala sekolah terdengar begitu membosankan dan lama. Padahal matahari sedang panas-panasnya. Ditambah dengan ceramah yang entah mengapa pembahasannya ujung-ujungnya sama dengan upacara minggu lalu.

"Bacot banget dih pak Udin," cibir Dinda di sebelah Karina.

Karina mengangguk setuju. Lalu tangannya mengipasi dirinya sendiri dan yang satunya digunakan menutupi dari sinar. Tidak mempan, tapi lumayan untuk menghalau panas.

Namun, detik setelahnya ia merasakan sejuk di bagian leher belakang. Ia lantas menoleh lalu tersentak. Perasaan tadi di belakangnya masih Ife.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Karina heran.

Jendral cengengesan. "Kangen kamu," katanya.

"Kemarin kita baru ketemu Jeno."

"Ya elah Buk, kalo rindu mah ga kenal waktu. Ya nggak Kak?" timpal Dinda. Jendral sontak bertos dengan cewek itu.

"Ck. Kamu kenapa bisa di sini? Nggak ada OSIS yang liat emang?"

"Kalo ada ya aku nggak di sini, Na."

Iya juga. Karina memang kadang bodoh jika berhadapan dengan Jendral.

"Trus itu? Kok kamu punya kipas portabel? Mana warnanya pink lagi," cecar Karina.

"Punya Chandra, hasil nyolong dari adeknya."

"Haram tuh Kak, nanti anginnya malah panas," sahut Dinda.

Karina menoleh. "Apa hubungannya sih?" sungut Karina.

"Nggak bisa diajak bercandaan dih. Ya udah Kak, tukeran tempat aja. Siapa tau mau pegangan tangan," ucap Dinda lagi.

Jendral tersenyum cerah sedangkan Karina mendelik tidak terima. "Ide yang bagus, thanks." Jendral langsung bertukar tempat dengan Dinda. Mengulas senyum manis yang ditujukan pada kekasihnya.

"Balik ke habitat aja sana," usir Karina.

"Kok gitu? Disamperin Mas Pacar malah diusir."

"Alay banget. Terserah kamu lah."

Jendral terkekeh. Entah gadis itu marah, kesal, bahagia, atau apapun. Jika masih Karina, ia selalu menyukainya. Lantas tangannya turun ke bawah, memasukkan jemarinya ke sela-sela jari kekasihnya. Menggenggamnya dengan erat.

"Jangan dilepasin."

Jendral terlalu paham, ia tahu pasti jika Karina akan berontak. Meski tetap akan kalah tenaga dengannya. Ia lantas tersenyum melihat tingkah Karina yang pasrah dan membalas genggamannya.

Namun, baru beberapa menit berlangsung, Karina sudah meminta untuk dilepaskan.

"Jen, lepasin tangan aku," pinta Karina lirih.

"Enggak mau." Jendral menggeleng cepat.

"Lepasin ih!"

"Enggak mau Sayang. Aku 'kan udah bilang, kenapa sih?"

Karina mengeraskan rahang dengan geram. "Ini disuruh hormat Jeno!"

Ucapannya membuat Jendral meringis. "Hehe."

Kemudian genggaman penuh kenyamanan itu lepas sejenak. Keduanya hormat sesuai perintah. Dan setelahnya upacara berakhir.



.
.
.




RENDEZVOUS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang