Bab 19

17K 1.2K 44
                                    

Ben baru akan beranjak menghampiri Abian ketika merasakan sebuah tangan menahannya.

"Lila?."

Khalila tersenyum kemudian matanya beralih menatap Abian.

"Sejak kapan, Ben? Sejak kapan Bian seperti itu?."

"Sejak sore tadi, La. Setiap hari sepulang kerja sampai menjelang malam. Selalu sama. Abian akan duduk di sana tanpa melakukan apapun." Ben mendesah.

Lila menghembuskan nafasnya pelan kemudian segera berjalan perlahan menghampiri Abian yang sedang duduk termenung dengan kepala menunduk menatap layar ponselnya.

"Bian..." Lila berkata dengan lembut sambil mendudukkan dirinya di kursi yang berada tepat di hadapan Abian.

Abian menengadahkan kepalanya pelan kemudian tersenyum begitu melihat Lila.

"Lila? Kamu kapan datang?." Tanya Abian lembut.

"Baru aja nyampe." Lila menatap Abian lembut. Bagi Lila, Abian masih tetap sama seperti saat pertama kalinya mereka bertemu. Wajahnya yang teduh, kesabarannya, dan tutur katanya yang lembut. Tapi saat ini, semua terasa berbeda. Abian yang ada di hadapannya terlihat begitu putus asa. Lila dapat melihat dengan jelas Kesedihan yang terpancar di kedua bola matanya. Lila menghela nafas pelan. "Aku harus menyerah kan, Bi?. Sepertinya Cinta untukku sudah benar-benar tidak ada lagi. Maaf, Bi. Maaf sudah membuatmu harus kehilangannya."

Lila memejamkan matanya sesaat. Semua kenangan kebersamaan mereka berkelebat cepat di dalam memorinya. Kenangan. Ya, semua hanya tinggal kenangan masa lalu. Kali ini, dia tidak boleh egois kan? saatnya dia berkorban untuk Abian. Selama bertahun-tahun, Bian yang selalu berkorban untuknya. Memahaminya, mencintainya dan selalu mendukungnya tanpa sekalipun pernah memintanya untuk melakukan hal yang sama terhadapnya. Abian hanya terus memberi tanpa sekalipun pernah meminta. Kesabarannya dalam menunggunya selama bertahun-tahun yang panjang tanpa pernah mengeluh sekali pun, hingga akhirnya, dia sampai pada batasnya. Lila terlambat menyadarinya. Dia terlalu asik dengan dunianya, hingga melupakan bahwa ada seseorang yang juga membutuhkan sedikit perhatiannya. Dia terlalu percaya diri bahwa apapun yang akan terjadi, Abian akan terus bersamanya. Terlalu sombong mengira Abian tidak akan pernah pergi meninggalkannya karena dia yang begitu tergila-gila padanya. Kesombongan yang pada akhirnya membuat dirinya benar-benar kehilangan Abian Sastra.

"La..." Abian mengibas-ngibaskan telapak tangannya di depan wajah Lila. "Kamu kenapa?."

Lila tersentak. "Aku, kenapa?."

Abian terkekeh "kamu kenapa malah balik nanya, La. Kamu lagi ngelamunin apa emangnya?." Tanya Abian lembut.

"Kamu..." Lila mengerling jenaka kemudian tertawa terbahak-bahak begitu melihat ekspresi Abian.

"Laaa..." Abian akhirnya ikut tertawa renyah sambil geleng-geleng kepala melihat Khalila.

Mereka berdua masih terus tertawa lepas tanpa memperdulikan keadaan di sekelilingnya. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak tertawa selepas ini.

Di tengah ruangan, Ben yang masih berdiri menyender di meja, ikut tersenyum melihat keduanya. Rasanya sudah lama sekali tidak melihat mereka seperti saat ini. Tertawa lepas dan berbincang-bincang seperti saat dulu kala. Bagaikan dua orang teman lama yang akhirnya bertemu dan saling berbagi kabar bahagia. Abian dan Khalila, meskipun mereka berdua tidak ditakdirkan bersama, tapi bisa melihat mereka berdua tertawa dengan bebas seperti saat ini, membuat hati Ben seketika menghangat. Ben berdoa di dalam hatinya, semoga Abian dan Lila bisa menemukan kebahagiaan mereka masing-masing.

                                ***

Rhaya menengadahkan kepalanya dengan kedua mata yang terpejam sambil menikmati Semilir angin yang berhembus perlahan membelai kedua pipinya dengan lembut.
Samar terdengar di telinganya bunyi dedaunan yang jatuh ke tanah karena tiupan angin. "Abang..." Rhaya menggumam pelan. Sore ini, seperti hari-hari biasanya, dia akan duduk di bawah pohon mangga di kebun belakang rumah.

Toko Buku Kecil (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang