Bab 11

17.1K 1.2K 25
                                    


"Ya..."

Ia tangkup kedua pipi Rhaya dengan kedua telapak tangannya kemudian ia cium dengan sangat lembut bibir kemerahan itu.

Manis terasa, dan seketika ia menjadi serakah. Bibir yang bergerak kaku, tangan yang mencengkeram erat pinggangnya, dan tubuh yang tanpa sadar gadis itu tumpukan pada dadanya membuat bibir seakan enggan untuk berhenti barang beberapa jenak. Ia terus mencium, mengulum, melumat, dan menghisap bibir kemerahan itu dengan bibirnya.

Namun kesadaran akhirnya datang padanya. Dan sebelum ciuman itu berubah menjadi semakin liar dan tak terkendali, ia lepaskan pagutan bibirnya.

"Maaf, Ya. Maafin, Abang," ucap Abian serak. Ia tumpukan dahinya di kening gadis itu seraya berusaha menormalkan deru napas dan juga detak jantungnya.

"Nggak seharusnya Abang ngelakuin ini, Ya. Nggak seharusnya Abang mencium kamu. Setidaknya untuk saat ini."

Rhaya tidak mengerti. Ia sama sekali tidak paham apa arti dari kalimat barusan. Tetapi ia juga tidak tahu harus mulai bertanya dari mana. Satu yang ia sadari, ia tidak akan pernah menyalahkan lelaki ini.

Sebut ia gila. Sebut ia jahat. Sebut apapun itu segala makian yang mungkin ada. Hanya saja untuk malam ini, biarkan ia sejenak berbahagia.

"Abang menyesal?"

Pertanyaan tiba-tiba Rhaya mengagetkan Abian. Tersenyum, cepat kepalanya menggeleng.

"Nggak sama sekali," bisiknya. Ia tatap kedua mata indah itu dengan lekat.
Tetapi hanya sesaat karena lagi-lagi bibir mungil itu mengalihkan perhatiannya. 

Abian tahu, seharusnya ia berhenti menyentuh dan mencium gadis itu. Seharusnya ia melepaskan pelukannya di pinggang Rhaya dan segera beranjak pergi dari hadapannya. Otaknya memerintahkannya untuk segera pergi namun kakinya enggan beranjak, dan hanya terpaku diam di tempatnya sekarang berdiri.

Sekali lagi. Ia ingin kembali merasakan bibir itu. Hanya sekali saja.

"Boleh Abang menciummu sekali lagi?" tanyanya lembut seraya mengelus bibir Rhaya pelan.

Rhaya tidak tahu harus mengatakan apa. Ia ingin menggeleng namun anggukanlah yang justru ia berikan.

Abian kembali mendekatkan wajahnya. Ia cium lembut bibir itu. Perlahan-lahan, dan tidak terburu-buru. Ia cecap rasa manis itu dengan lidahnya. Ia lumat bibir itu dengan penuh perasaan. Ia salurkan setiap rasa yang ia rasakan di dalam hatinya melalui ciumannya seraya menarik pinggang ramping Rhaya agar tetap menempel pada tubuhnya.

Rhaya menahan napasnya sejenak.  Jantungnya menggila. Kakinya mendadak tak bertenaga. Dan kedua tangannya tanpa sadar memeluk pinggang lelaki itu dengan erat.

Ciuman lembut itu semakin lama berubah semakin liar. Tangan yang awalnya berada di pinggang ramping itu perlahan mulai bergerak naik mengelus punggung gadis itu dengan gerakan sensual.

Di bawah sinar bulan Abian memeluk, melumat, mengelus, mencecap dengan segenap rasa yang ia pikir sudah lama hilang dari dirinya.

"Abang..."

Suara erangan Rhaya menyadarkan Abian.

Oh Tuhan.

Abian kembali menyatukan dahi mereka. Ia peluk tubuh Rhaya erat. Dan ia tumpukan dagunya di atas kepala gadis itu yang tengah menyembunyikan wajahnya di dadanya.

"Maaf." Ia bisikkan kata itu berkali-kali di telinga Rhaya. 

Rhaya menggeleng. Ia lingkarkan kedua tangannya melingkari pinggang Abian dan ia peluk semakin erat.

Toko Buku Kecil (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang